Keesokan hari, selepas menjemput Langit. Mutia langsung balik ke apartemen untuk menyiapkan barang-barang yang akan dibawa ke kota S untuk acara peresmian cabang baru di kota tersebut. "Bunda, kok beres-beres. Kita mau ke mana?" tanya Langit. "Mau main di pantai, Langit mau nggak?" tukas Mutia. "Mau dong bunda. Nanti di sana buat istana pasir ya" ajaknya. "Siapa takut" mereka berdua tertawa bersama. "Abis ini Langit makan, terus.....????" Mutia sengaja menggantung ucapannya. "Bobok siang" Langit melanjutkan ucapan bundanya. "Anak pintar" puji Mutia mengusap rambut Langit dengan lembut. Langit mengerjakan apa yang menjadi perintah bundanya dengan ceria.
Saat Langit bobok siang, datanglah Dena. "Kak, sudah siapkah?" "Ini juga baru beberes Den, lagian Langit juga lagi tidur" ucap Dena sambil memasukkan baju Langit dan bajunya ke dalam koper. "Minggu kita balik kan Den?" tanya Mutia ke Dena yang memang mengatur jadwalnya. "Iya lah Kak, lagian Senin Langit sudah sekolah lagi kan?" ucap Dena. "Aku mau beres-beres juga kak" pamit Dena masuk ke kamarnya. Sementara bik Sumi sudah pulang ke kampung halaman sedari pagi tadi.
Sore hari mereka bertiga menuju bandara. Langit sangat antusias saat naik tangga pesawat. "Bun, kalau sudah gedhe aku mau jadi sopir nya pesawat" celotehnya. Dena bahkan tertawa mendengarnya. "Langit, sopirnya pesawat namanya apa? Bunda pernah bilangkan?" tanya Mutia. "Apa ya bun, Langit lupa?" ucapnya polos. "Oh ya...pilot" Langit terlihat senang karena berhasil mengingatnya. Bahagiamu sederhana putraku, batin Mutia. Saat pesawat lepas landas, Langit bahkan tidak ada takut-takutnya. Mutia memang selalu mengajak Langit kemanapun dia pergi. Langit pun akhirnya terbiasa dengan naik beberapa kendaraan. Penerbangan itu hanya memerlukan waktu sekitar satu jam lima belas menit.
Sampai hotel sudah menjelang petang. "Kak, kalian istirahat saja dulu. Abis ini aku pergi ke cabang, skalian mau mengecek persiapan sampai sejauh mana buat peresmian besok" ucap Dena. "Den, jangan lupa anak-anak yatim yang kita undang ya" Mutia mengingatkan. "Langit, kita makan malam dulu ya. Di resto hotel aja" ajak Mutia. Setelah check in dan menaruh barang-barang mereka, Mutia dan Langit berjalan ke resto. Sementara Dena menuju lobi untuk pergi ke kantor cabang yang akan diresmikan. "Bun, kapan kita ke pantainya?" tanya Langit di sela-sela makan. "Bagaimana kalau besok pagi kita ke sana" tukas Mutia. "Asyikkkk" teriak Langit dengan ceria.
Mutia memenuhi janjinya mengajak Langit ke pantai. Karena masih pagi suasana masih agak sepi. Angin yang berhembus sedikit kencang, menambah hawa dingin. Tapi semua itu tidak menyurutkan keinginan Langit untuk bermain istana pasir bersama bunda nya. Istana yang telah dibangun itu hancur seketika ketika disapu ombak lautan. Langit tertawa senang. "Ayok bun kita bikin lagi" serunya. Mutia pun mengikuti yang diinginkan Langit. Saat matahari mulai terik, barulah Langit mau diajak beranjak dari bibir pantai itu. "Kita kembali ke hotel ya?" ajak Mutia. "Oke bun" sahut Langit menuntaskan suapan terakhir makan ikan segar bakar itu.
Mereka ketemu di lobi dengan Dena yang telah bersiap. "Kak, aku duluan ya. Ntar kalau sudah oke persiapannya aku kabari" ucapnya bergegas menuju mobil jemputan. Mutia dan Langit naik lift menuju kamar. "Langit, bobok dulu ya. Abis bobok ikut bunda lagi!!" tawar Mutia. "Ikut di acara bunda ya? Oke Bun, Langit akan menjaga kemanapun bunda pergi" sahut Langit penuh semangat. "Makasih tampan" puji Mutia dengan memeluk Langit.
Mutia bergegas bersama Langit, sejenak setelah menerima panggilan telpon dari Dena. Mobil yang menjemput mereka pun telah siap. Tiba di tempat acara, suasana meriah telah menyambut kedatangan sang pemilik usaha itu. Para kolega juga nampak telah hadir. Ada binar kebahagiaan di mata Mutia. Hal itu tidak lepas dari semua pandangan putra semata wayangnya. Suatu saat kelak aku harus bisa membahagiakan bunda, batin Langit. Langit duduk tenang saat Mutia memberikan sambutan di atas podium. Bunda ku cantik, puji Langit dalam hati. Acara dilanjutkan dengan pengguntingan pita. Mutia puas dengan hasil yang disiapkan oleh Dena dan tim. Acara berlangsung sukses. Acara dilanjutkan dengan ramah tamah dengan para kolega-kolega yang hadir.
Langit yang merasa bosan dengan acara orang dewasa itu, beranjak dari tempat duduknya. Dia berjalan keluar dari tempat acara bunda nya. Ternyata di depan outlet tempat acara berlangsung, tampak area playground. Dengan semangat Langit pun menuju ke sana. Karena tidak membawa uang dan tidak ada pendamping, serta merta Langit ditolak untuk masuk ke arena playground itu.
Langit berjalan gontai di tempat yang ternyata sebuah mall besar di kota S itu. Langit duduk di sebuah kursi kosong sebuah foodcourt. Karena hanya asal duduk, Langit pun tidak memperhatikan sekeliling. "Hai anak tampan, kenapa mukanya ditekuk?" sapa seorang laki-laki dewasa yang duduk tepat di depan Langit. Seorang laki-laki yang ternyata telah memperhatikan Langit yang datang sendiri tanpa orang dewasa yang mendampingi. Langit pun memandang seseorang yang menyapanya. Deg, batin laki-laki dewasa itu. Kenapa dia sangat mirip denganku waktu kecil, batinnya. "Hai Om tampan " sapa Langit mengikuti sapaan laki-laki itu terus kembali menekuk mukanya. "Kok mukanya ditekuk lagi" lanjut laki-laki itu. "Abis mau mainan di playground nggak dibolehin sama kakak-kakak yang di sana. Langit nggak bawa uang om" Langit mulai berkaca-kaca. "Jadi namamu Langit? Kenalin nama Om, Sebastian" sapa laki-laki dewasa itu mengulurkan tangannya. Langit pun menyambut uluran tangan itu, "Langit Putra Ramadhan" sebutnya. "Wah nama kita ada yang sedikit sama nih, Sebastian Putra" ujar laki-laki itu.
"Gimana kalau Langit makan dulu, abis itu Om anter ke playground" Sebastian menawari. "Langit ingin makan apa?" lanjutnya. "Ayam goreng" suara Langit mulai semangat. "Tunggu sini ya, Om pesankan dulu" Sebastian bangkit menuju outlet ayam goreng terkenal itu. Sekembalinya Sebastian mencoba mengorek tentang Langit yang sendirian itu. "Langit, kenapa sendirian di tempat seperti ini??" tanya Sebastian. "Aku bosan Om, acarnya bunda membosankan" gerutunya. Langit memang sering diajak Mutia kalau ada acara pembukaan cabang. "Om sendiri ngapain di sini. Sendiri juga seperti Langit?" Langit mengembalikan pertanyaan ke Sebastian. Sebastian sebenarnya sedang memantau perkembangan mall yang dijunjunginya kali ini. Mall saat ini dia berada adalah mall milik keluarganya. "Main aja, bosan di rumah sama seperti Langit yang lagi bosan juga" Sebastian terkekeh. "Sama dong Om" Langit mulai menyuap makanan yang baru diantar. Langit sangat lahap makan ayam goreng yang merupakan makanan kegemarannya.
Nampak seorang laki-laki menghampiri mereka berdua, "Tuan, sudah waktunya kita kembali ke kota J. Pesawat juga sudah siap di bandara" ujar orang itu. "Kamu undur aja jadwal kita Dewa" perintah Sebastian. Dewa Anggara, yang ternyata asisten Sebastian itu mengernyitkan alisnya. "Sudah undur saja, jangan banyak pertanyaan" ulang Sebastian. Dewa mangangguk, tapi pandangan Dewa tak luput memandang anak laki-laki yang sedang lahap makan itu. Sebuah pertanyaan aneh terlintas di otaknya, mirip sekali dengan tuan Sebastian waktu kecil. Tapi Dewa segera menepis pikiran itu. Mana mungkin tuan nya yang masih single mempunyai seorang anak. Dewa Anggara telah mengikuti Sebastian selama lima tahun terakhir, menggantikan ayahnya yang juga merupakan asisten ayah Sebastian juga. Tak nampak seorang wanita pun yang dekat dengan tuan Sebastian, pikirnya.
to be continued 🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
George Lovink
Awal awal anda tulis mantap kok mau akhir bab ini anda mulai sembarangan saja nulisnya.Nggak ada jeda n pisah kan dong percakapannya,numpuk kek karton gitu
2025-03-08
1
Sandisalbiah
wah langit ketemu deddynya..
2023-11-12
1
~¥^D^~
Sebastian ini ayahnya langit ya Thor .. gimana nanti ceritanya langit bisa tw ayahnya Thor???
2023-11-05
2