Lenyapnya Buku Pusaka

Eliya dengan enggan melangkahkan kaki dari panti asuhan. Ia melihat ke sekelilingnya. Masih sama, batinnya. Warga lalu lalang tampak terlihat cemas dan tegang, pastinya mengenai pertemuan di balai kota. Anak-anak berlarian sambil tertawa-tawa dan saling menjahili satu sama lain.Hari ini yang Eliya tahu adalah hari terakhir anak-anak sekolah, sebelum ada pertemuan balai kota, sedangkan sekolah Eliya sudah seminggu belakangan diliburkan. Eliya memperhatikan seorang anak dengan mantel warna pink yang sedari tadi terus-menerus menatap Eliya. Eliya mencoba memberikannya senyuman. Tetapi ia kebingungan melihat tingkah anak tersebut yang tiba-tiba tersenyum tulus melihat Eliya. Sayangnya, anak tersebut kembali menolehkan wajahnya ke gedung tua di sisi sebelah kiri, gedung tua yang menurut Eliya mungkin sudah berdiri ratusan tahun.

Eliya langsung teringat pesan dari Nyonya Gerry. Eliya mempercepat langkahnya. Eliya memperhatikan lagi sekitar, melihat burung-burung cantik yang terbang bergerombol. Eliya teringat saat kecil ia dan kakaknya James senang mengejar segerombolan burung-burung hingga mereka sering tersesat di tengah hutan atau pabrik kosong. Eliya terhentak kaget karena ada kucing yang tiba-tiba lewat dan hampir menabraknya. “Ouh, hai,” sapa Eliya ke si kucing. Eliya sedikit menunduk dan memperhatikan kalung bertuliskan namanya di leher kucing tersebut. “Oh, kupikir kau tersesat, kucing manis ... dan sedikit luka ...” Eliya melihat ada sedikit darah di kaki kucing tersebut. Eliya melihat sekeliling tapi tidak ada orang. Eliya menarik napas, merasa kasihan melihat kucing tersebut. Kucing itu terlihat dipelihara dengan baik tapi sayangnya saat itu terlihat lesu karena terluka. “Dengar, bagaimana kalau kau menunggu di sini sampai aku kembali dari perpustakaan, kucing manis?” Eliya mengelus bulu kucing tersebut yang berwarna putih keemasan, dan tampaknya ia mengerti perkataan Eliya. “Kucing pintar.” Eliya kembali mengelus dan berdiri. Eliya berjalan lagi menuju pintu gerbang perpustakaan, baru mau melangkah ia melihat dua orang, pria dan wanita yang terlihat berjalan tergesa-gesa di trotoar dan mendekat ke Eliya. Ia merasa mengenal gadis itu. Ah ya, dia aktris, pikir Eliya. Eliya melihat mereka di poster pementasan untuk balai kota. Si pria tersenyum dan melambaikan tangannya ke Eliya. Eliya yang terdiam dengan ekspresi kebingungan balas melambai, sedangkan si aktris tampak angkuh berjalan di sebelah pemuda tersebut.

“Hai, aku Tom,” sapa si pria dan mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan, “dan dia …” Tom menunjuk ke wanita di sebelahnya. “Berhentilah berbasa basi, Tom. Cepat ambil kucing pemalas ini dan kita harus segera latihan,” kata gadis cantik di sebelahnya.

“Dia Angela,” kata Tom, mengulurkan tangannya ke Eliya dan tampak tidak peduli dengan Angela yang ketus.

“Well, terima kasih atas sopan santunmu terhadap gadis ini, Angela.” Tom terlihat sedikit kesal dengan Angela.

Ia menarik napas dan membetulkan topinya, kemudian menunduk dan menunjuk kucing depan Eliya. “Di mana kau menemukannya? Kami sudah mencarinya selama 2 hari. Ternyata ia ada di sini. Sepertinya ia bingung dengan jalan pulang.” Si kucing terdengar mengerang lemah, sementara Angela melihat kucing itu dengan jijik.

“Percepatlah Tom, aku kedinginan,” pinta Angela.

“Okay!” Tom berdiri menggendong si kucing, sementara Eliya terpaku melihat Angela yang begitu angkuhnya memandang Eliya dari atas hingga bawah,

“Aku akan membawa kucing ini, terima kasih sudah menjaganya,” kata Tom.

Eliya ingin memotong, “Sebenarnya …” Tom mengangkat alis. “Siapa namamu?” tanya Tom. “Eliya ....” Eliya tersenyum dan rasanya wajahnya panas saat memandang Tom. Tom ikut tersenyum, sedangkan Angela memandang Eliya dengan pandangan makin tidak suka.

“Terima kasih, Eliya.” Tom menggendong kucing. Ia dan Angela beranjak pergi, sedangkan Eliya masih takjub dengan sikap Angela.

***

Di perpustakaan hari ini tidak begitu banyak pengunjung, hanya beberapa pemuda yang bergerombol di sudut ruang baca. Eliya memperhatikan, mereka setidaknya berumuran remaja, sedangkan para cewek berada di tengah-tengah ruang baca, terlihat sengaja ingin kelihatan menonjol. Sesekali mereka terdengar cekikikan sambil melempar pandang ke arah pria yang bergerombol diujung jendela.

Eliya kembali fokus dengan buku yang dipesan oleh Nyonya Gerry. Eliya kembali melihat list-nya, “Ouh, kurasa aku keliru.” Eliya kembali mencari buku mengenai pemerintahan di rak-rak ujung dengan posisi agak ditengah, dekat dengan para cewek yang cekikikan. Beberapa kali Eliya melihat Miss Loren melirik ke mereka sambil melemparkan tatapan tajam. Entah kenapa Eliya merasa sangat menyukai Miss Loren meski para pengunjung tidak menyukainya karena wajahnya memang tidak terlihat ramah. Tetapi ia ramah padaku, pikir Eliya. Menurut Eliya, wajah Miss Loren terlihat sempurna. Kacamata model burung hantu yang sering ia pakai, , itu menambah kesan bahwa ia tidak bisa dipandang rendah, dan memiliki prinsip yang kuat dan berkualitas meski orang-orang memandang ia hanya petugas perpustakaan. Rambutnya keriting cokelat, selalu disanggul seadanya. Hari ini ia terlihat layaknya petugas perpustakaan yang sigap. Namun, Eliya merasa sesuatu yang berbeda dengan Miss Loren. Miss Loren merasa diperhatikan oleh Eliya. Eliya tersenyum, pun Miss Loren.

”Hai, Eliya,” Miss Loren sedikit berbisik, “ada yang bisa kubantu Eliya?” tanya Miss Loren, berjalan mendekati Eliya yang berada di rak ujung.

“Yah, ada satu buku pemerintahan yang aku kebingungan mencarinya. Aku sudah mencoba keliling rak buku perpustakaan tapi tidak menemukannya,” kata Eliya terdengar pasrah. Miss Loren mengulurkan tangannya meminta kertas yang sedang dipegang oleh Eliya tanpa melepas tatapan tajamnya ke Eliya. Eliya terlihat salah tingkah, buru-buru memberikan secarik kertas titipan Nyonya Gerry.

“Ini,” kata Eliya. Miss Loren mengernyitkan alisnya, melihat Eliya, menatap catatan Eliya, makin mengernyitkan alisnya dan kembali melihat Eliya lagi.

“Buku ini tidak di sini.” Ia menjawab singkat dan terdengar galak. “Apa kau yakin ini adalah buku pemerintahan?” tanyanya lagi. Eliya agak bingung menjawabnya. Sebenarnya, ia lebih bingung dengan pertanyaan Miss Loren.

“Kurasa Nyonya Gerry yakin buku ini di sini hingga menyuruhku ke perpustakaan ini, tapi kalau ...,” Miss Loren merobek secarik kertas yang bertuliskan judul buku tersebut. Ia menarik lengan Eliya, menoleh ke sekelilingnya, lalu berbisik ke Eliya “Jangan pernah memberitahu orang lain kau mencari buku ini Eliya, berjanjilah,” kata Miss Loren masih memegang lengan Eliya.

Eliya heran, mengecilkan matanya, terlihat berani dan berkata sedikit menantang “Miss Loren, aku tidak mengerti apa yang kau maksud. Tapi, kupikir ...,” Miss Loren makin mengencangkan tangannya hingga Eliya merasa tangan kanannya kesakitan. Eliya pun menjawab, “Oh, oke baiklah ...,” Miss Loren sedikit mengendorkan pegangannya.

“Dan katakan pada Nyonya Gerry, buku ini sudah tidak di sini, dan tidak akan ada di sini. Dan katakan padanya untuk tidak mencarinya lagi karena buku ini tidak untuk umum.” Eliya memandang Miss Loren. Bintik-bintik wajah Miss Loren makin terlihat. “Baiklah, aku akan menyampaikan ke Nyonya Gerry.”

“Dan jangan beritahukan pada orang lain jika Nyonya Gerry mencari buku ini,” kata Miss Loren, matanya tajam menatap Eliya. “Kau mau berjanji, kan?” gumam Miss Loren namun tetap menatap Eliya tajam.

“Oke, baik.” Jawab Eliya datar, meski sejuta pertanyaan ada di benaknya.

***

Malam itu Nyonya Gerry yang baru saja pulang dari urusan di balai kota memanggil Eliya untuk menanyakan bukunya. Nyonya Gerry memandang Eliya untuk kesekian kali seolah minta Eliya untuk mengatakan hal yang jujur tapi ia tidak bisa lagi mengorek Eliya lebih dalam. Eliya sendiri tidak nyaman di kondisi saat ini. Ia pikir ini pertama kalinya ia membuat Nyonya Gerry kecewa padanya. “Eliya ....” Suaranya berat dan dalam, dan terdengar sedikit flu. Jam yang berdetak di dinding sampai kedengaran, sudah sekitar 15 menit Nyonya Gerry hanya memperhatikan Eliya, mondar mandir di mejanya, berpikir, tampak khawatir.

“Apakah benar yang kau katakan? Buku itu sudah tidak ada?” Eliya tampak putus asa, mata besarnya terlihat lelah. “Aku sudah mengatakannya berkali-kali, Nyonya Gerry. Aku turut menyesal Anda tidak bisa mendapatkan buku itu. Tapi aku sudah mengatakannya. Hanya itu yang Miss Loren katakan ....” Eliya memperbaiki posisi duduknya.

Nyonya Gerry kembali memandang Eliya. “Ada yang aneh …,” Suaranya kembali merendah. “aku juga mendapat surat peringatan, hmmph.” Nyonya Gerry tampak berpikir keras. “Kau boleh kembali ke kamarmu, Eliya. Sampai ketemu makan malam nanti.” Nyonya Gerry tersenyum, seraut wajah bingung tak bisa ia sembunyikan dibalik senyumannya.

Eliya diam sesaat, dan akhirnya menjawab “Sampai ketemu Nyonya Gerry, terima kasih.” Eliya beranjak dari kursi, kebingungan dengan buku Nyonya Gerry, dan penasaran dengan surat peringatan yang disebut. Dari siapa? Pemerintah? Atau orang lain? Apa maksudnya semua itu?

Eliya termenung hingga sampai di dalam kamarnya. Ia masih memikirkan perkataan dari Miss Loren, dan bagaimana Nyonya Gerry berulang kali menatapnya hampir selama satu jam di ruangannya, takjub dengan jawaban Eliya yang disampaikan oleh Miss Loren. Miss Loren seolah menginginkan Eliya punya jawaban tambahan, akan tetapi ia tidak bisa mendapatkannya karena hanya itulah jawaban yang ia dapatkan dari Miss Loren. Jangan pernah mencari buku itu lagi.

Apa yang salah?

Ada Apa dengan buku itu?

Apa ada hubungannya dengan pertemuan di balai kota, karena Nyonya Gerry mengatakan bahwa ia butuh referensi dengan meminta Eliya untuk ke perpustakaan?

Eliya yang melamun dikagetkan mendengar suara ranting yang mengetuk kaca jendelanya. Angin di luar cukup kencang. Eliya bangkit mau mengambil selimut baru, tapi ia tidak menemukannya. Sepertinya Nona Fugan belum datang menaruhnya disini. Eliya tiba-tiba terhenyak dengan sesuatu yang ada di tempat tidur Keyla.

Eliya bangkit dari tempat tidurnya, ia melihat dalam sebuah kotak kaleng, dan dari dalamnya keluar sinar yang tampak seperti kilat di senja hari. Eliya mendekat ke tempat tidur Keyla. Kotak tersebut seakan memanggil Eliya untuk mendekat, namun Eliya dilema antara ingin mendekat atau tetap di tempat duduknya dan seolah ia tidak melihat apapun. Nyonya Gerry akan sangat marah jika mereka saling menyentuh barang masing-masing, apalagi Keyla adalah anak baru di panti asuhan ini. Ia ingat betapa marahnya Nyonya Gerry ketika dahulu Cherryl dengan sengaja mengambil cokelat Emmy dan memakannya, dan bagaimana si Cherryl kecil harus menjalani hukumannya. Nyonya Gerry sangat penyayang, tapi ia tahu kalau Nyonya Gerry orang yang sangat disiplin. Namun, Eliya, untuk pertama kalinya benar-benar tertarik ingin tahu apa yang berada dalam kotak di tempat tidur Eliya. Seolah tersihir, Eliya berjalan pelan menuju tempat tidur Keyla, sedikit takut namun penuh rasa ingin tahu, bahkan Eliya tidak terganggu dengan suara dahan ranting yang memukul-mukul jendelanya. Tangan Eliya sedikit gemetar, ketika cahaya dalam kotak kaleng seperti kaleng buah itu semakin bersinar. Eliya menjulurkan tangannya, sekarang semakin tegang, menutup matanya sedikit, tangan kirinya menggengam roknya sangat keras.

Braak !

Eliya kaget dan melihat ke pintu. Ia melihat Keyla berdiri dengan wajah menganga, menatap Eliya dan kembali menatap kotak kaleng buah yang penuh sinar itu. Eliya gugup, ingin mengucapkan sesuatu namun tertahan. Keyla bergegas mendatangi tempat tidurnya, memegang kaleng itu erat-erat, menyenggol Eliya dengan kasar sebelumnya.

“Apa yang kau lakukan?” teriak Keyla ke Eliya.

“Aku ...” Eliya tergagap, bingung.

“Apa yang kau lakukan?” Keyla kembali bertanya. Ia memicingkan matanya, melihat Eliya penuh selidik. Keyla berjalan semakin mendekat ke Eliya sambil memegang kaleng buah itu erat-erat, cahayanya sekarang tidak sekuat tadi, malah terkesan seperti lilin yang tertiup angin. Cahaya yang keluar dari dalam kaleng makin kurang fokus, sedikit meredup, hingga cahaya dalam kaleng tersebut akhirnya mati. Eliya tanpa sadar mundur satu langkah. Keyla semakin mendekat. Ia melihat Keyla yang berbeda dibanding pertemuan pertama mereka. Matanya tajam, penuh curiga, bintik-bintik wajahnya yang semakin memerah, namun tetap membuat Keyla cantik. Rambutnya yang tergerai tampak menyeramkan buat Eliya, dan Eliya sadar bahwa Keyla hampir setinggi dirinya.

“Aku melihatnya bercahaya …” Eliya menjelaskan lebih terdengar seperti gumaman kecil.

“Siapa kau?” Kali ini Keyla tidak teriak lagi, ia malah terkesan berbisik ke Eliya, “Apa kau menyentuhnya?”

Eliya menghembuskan napasnya setelah sempat menahan napasnya tadi. “Dengarkan aku dulu, Keyla. Aku tak melakukan apa pun, aku hanya ingin menutup gorden jendela karena di luar angin yang begitu kencang sedikit mengganggu konsentrasi,” Napas Eliya sekarang naik turun. “Kemudian cahaya keluar dari dalam kaleng buah itu, aku hanya ingin mengecek semua baik-baik saja ....” jelas Eliya. Keyla hanya terdiam mendengar Eliya. Keyla dengan pose matanya yang membelalak, masih memegang erat kaleng buahnya. Sedangkan, Eliya mulai sadar tangannya yang sedari tadi memegang roknya mulai kebas, dan tangannya yang kanan *******-***** jarinya. Ia mulai terpaku, untuk beberapa detik mereka terpaku dengan pose masing-masing.

“Selamat sore, gadis-gadis.” Nona Fugan berdiri di pintu memperhatikan Eliya dan Keyla. “Sepertinya aku mendengar sedikit teriakan, apa ada yang terjadi?” Nona Fugan memperhatikan Keyla dan Eliya secara bergantian, tampak makin sadar bahwa pose Keyla dan Eliya nampak seperti ingin saling menyerang, Nona Fugan menatap tajam ke Eliya.

“Eliya! Apa yang terjadi?” Nona Fugan mendekati Eliya sambil memegang selimut baru, “Apa kalian baik-baik saja?” Suara Nona Fugan mulai tampak bertanya seperti biasa.

“Tidak ada masalah apapun, Nona Fugan. Jangan khawatir.” Eliya terkejut mendengar suara Keyla, yang sedikit terdengar riang. Seperti dikomando, kepala Nona Fugan dan Eliya sama-sama menoleh ke Keyla. Untunglah, pikir Eliya. Keyla yang jarang bicara, baru pertama kalinya terdengar ramah dan bersahabat.

“Kurasa … kurasa, aku sedikit berteriak karena kaget melihat seseorang di kamarku.” Ia sedikit berdehem. “Ternyata Eliya.” Keyla memandang Eliya, tersirat dari matanya ia meminta bantuan jawaban. Eliya bantu menjawab “Well, yeah, kurasa Keyla kaget karena aku tiba-tiba berdiri menutup jendela dalam gelap dan Keyla masuk kamar, jadi …,”

“Baiklah, baiklah,” Nona Fugan memotong penjelasan Eliya. “Kesan pertama memang selalu canggung, tapi kurasa kalian sudah cukup besar untuk bisa saling mengakrabkan diri,” Nona Fugan berkata bijak. Nona Fugan berusia sekitar 35 tahun, memiliki wajah yang mungil, perawakan yang cukup tinggi, sigap, dan tegas. Sudah jelas ia adalah didikan dari Nyonya Gerry.

“Aku memberikan selimut baru untuk kalian.” Ia memberikan selimut ke Keyla kemudian menaruh selimut Eliya di tempat tidur. Keyla mengambilnya sambil terlihat waswas. “Dan kau ... Eliya, makan malam hampir siap. Pastikan adik-adikmu yang lain turun makan malam tepat waktu.” Pandangan Nona Fugan beralih ke Eliya. “Kalian sudah tahu, kan? Nyonya Gerry akan mengadakan pengumuman besar terkait dengan pertemuan warga balai kota. Sepertinya ini sangat berarti untuk kota ini.” Nona Fugan seolah bicara pada dirinya sendiri.

“Baiklah, aku akan segera turun. Terima kasih, Nona Fugan.” Eliya mengambil selimut dari Nona Fugan. Nona Fugan keluar sebelum matanya kembali sedikit mengawasi Eliya dan Keyla. Nona Fugan menutup pintu.

Brak!

“Berjanjilah kau tidak akan mengatakannya kepada siapa pun, atas apa yang baru saja kau lihat.” Keyla memecah keheningan dan memohon kepada Eliya. Setidaknya kesan itulah yang Eliya tangkap dari nada suara Keyla.

Eliya sempat terdiam, meski ia benar-benar ingin tahu kenapa kaleng itu bersinar. “Baiklah, tapi ... apa isi kaleng itu Keyla?” Eliya masih penasaran.

“Jangan pernah bicarakan soal isi kaleng ini lagi.” Keyla mengambil kopernya, menaruhnya ke dalam tumpukan baju, menutup koper dengan tidak sabar, menguncinya, dan mengalungkan kunci itu ke lehernya. “Aku tidak bisa memberitahumu.”

“Well, jujur saja, itu sangat membuatku penasaran.” Eliya mengatakan dengan polos.

“Tapi ... apa kau bisa dipercaya?” Keyla mendekat ke Eliya, tampak ragu. Ia tak kuat untuk menyimpan rahasia ini sendirian terlebih Eliya memiliki reaksi terhadap sesuatu yang ia miliki ini.

“Yah ... well, aku penyimpan rahasia yang baik.” Eliya memegang roknya, sedikit tegang karena ekspresi Keyla tiba-tiba kembali serius.

“Ini bukan sembarang rahasia ....” Keyla menatap Eliya, masih terdengar ragu dan dilema. Terdengar suara Nona Fugan memanggil Eliya dari bawah.

“Aku akan memberitahumu setelah pertemuan di balai kota, well , belum tentu, aku akan mempertimbangkannya.” Keyla kembali ke tempat tidurnya, tampak akan mengganti baju untuk persiapan makan malam. Eliya melemaskan bahunya, tidak bisa membantah atau nego lagi dengan Keyla. Eliya pun bergegas pergi meski masih dipenuhi rasa penasaran. Baginya, tampak banyak kejadian aneh akhir-akhir ini, menjelang pertemuan warga di balai kota. Ada apa sebenarnya? Eliya keluar kamar dengan mempercepat langkahnya, terutama karena Nona Fugan semakin teriak dari bawah dengan suara tidak sabar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!