Hingga akhir nya sang asisten rumah tangga nya datang dengan membawa minuman untuk Ziva.
"maaf sebelum nya non, untuk masalah ini jangan di beberkan ya. Hal ini sering terjadi di sini dan tolong bersikap biasa saja pada den Revan." ujar nya karena merasa bersalah telah membuat Ziva mendengar semua nya.
Dengan senyuman manis, Ziva pun menganggukan kepala nya.
"bibi tenang aja, saya bisa jaga rahasia kok."
"terima kasih non, kalau begitu saya permisi dulu. Saya harus memeberitahu den Revan kalo non Ziva ada di sini."
Ia segera berlalu menuju kamar Revan.
Tok tok tok
Klek
"kenapa bi?" tanya Revan dengan seragam yang masih melekat di tubuh nya.
"ada teman den Revan di bawah."
"cewek apa cowok?" tanya Revan pada sang asisten.
"cewek den, katanya dia mentor belajar nya den Revan."
"oh" ujar Revan, lalu kembali mengambil beberapa buku dan menuruni tangga.
"maaf siapa ya?" tanya Erna yang tak sengaja bertemu Ziva di ruang tamu nya.
"saya Ziva tante, mentor belajar nya Revan."
"oh gitu, kamu tunggu sebentar ya, nanti Revan nya turun."
"iya tante."
"Ziva makasih sebelum nya karna udah mau mentor belajar nya Revan. Semoga aja dia bisa berubah seiring berjalan nya waktu." lirih Erna dengan mata sayu nya.
"ii iya tante." angguk Ziva yang tak lama Revan datang dengan membawa beberapa buku.
"Revan nya udah datang, kalo gitu tante tinggal ya?"
"iya tante" sahut Ziva, kemudian Erna beranjak meninggalkan mereka yang hendak belajar.
"matematika dulu kan?" tanya Revan.
"iya" angguk Ziva singkat.
Ziva langsung mengajari Revan dari bab pertama buku itu, mengenai rumus penjabaran. Yang tak pernah Ziva sangka, Revan ternyata cepat tanggap. Meskipun terkadang jawaban nya itu bikin orang naik darah.
"ohh... Jadi abis di kali terus di bagi dengan angka yang di sebelah nya kan?"
"iya Van, kalo udah di bagi nanti kamu bakal dapet jawaban nya. Mudah kan?!" ujar Ziva yang tanpa sengaja melihat pipi Revan yang agak kemerahan akibat tamparan tadi.
"mudah mudah, dari hongkong... Gue rada puyeng tau." tandas Revan yang membuat Ziva tersadar.
"oke, bagian mana yang bikin kamu puyeng?" tanya Ziva.
"bagian ini" sahut Revan menunjukan bagian yang tak ia mengerti.
Ziva kembali menjelaskan bagian yang tak di mengerti oleh Revan.
"oh jadi gitu, oke ngerti." Revan segera mencoret coret buku nya dengan angka angka dan menggunakan rumus yang di beritahu Ziva tadi.
"gini kan?" Tanya Revan yang selesai mengerjakan satu soal di huku itu.
"nah iya ini bener."
"hai om" sapa Ziva saat melihat Adrian melewati nya.
"iya" senyum Adrian tipis.
"lagi ngajarin Revan ya?"
"iya om"
"bagus lah, biar anak ini sedikit pintar dan terbuka pikiran nya." tandas Adrian sebelum meninggalkan mereka berdua.
"udah gak usah di dengerin, anggep aja angin lalu." terlihat sekali kalau Revan sedang bad mood.
""apa mungkin Revan jadi begini karna keluarga nya sendiri? Kalo iya gue jadi kasian sama dia, dia pasti kesepian di rumah sebesar ini." batin Ziva merasa prihatin pada Revan.
""lo ngapain ngeliatin gue kayak gitu?" tanya Revan yang melihat Ziva menopang dagu dengan menatap ke arah nya.
"pipi lo..." seketika Ziva berhenti karena merasa ucapan nya terlalu lancang.
Saat itu juga Revan memalingkan wajah nya " tadi gak sengaja kepentok pintu."
"bohong" batin Ziva.
"oh gitu, sakit?"
"ehh pe'a, ya jelas sakit lah ogep ya kali merah gink gak sakit. Lo nanya yang warasan dikit napa" ujar Revan.
"dah nyesel gue kasian sama lo." batin Ziva jengah melihat tingkah Revan.
"bi masakin mi kuah donk, kayak nya enak makan yang anget anget pas lagi gerimis gini." ujar Revan saat melihat art nya melewati ruang tamu.
"oke den" angguk nya yang langsung ke dapur membuatkan pesanan majikan nya itu.
Sembari menunggu pesanan nya datang, Revan kembali mengejarkan beberapa soal yang diberikan oleh Ziva.
"ini udah bener belum sih!" tandas Revan sembari menyodorkan buku nya.
"anjirr!! Lo nanya gak usah ngegas juga kali, jantungan juga nih." batin Ziva.
"sini biar aku periksa" Ziva segera memeriksa buku Revan.
"salah satu."
"yang mana? Perasaan gue ngisi nya bener deh" heran Revan yang membuat Ziva mengelus dada nya, sebelum akhir nya ia menjelaskan kembali soal yang salah di kerjakan Revan.
Setelah beberapa saat, art Revan datang dengan sebuah nampan.
"ini, silahkan di makan" ujar nya sembari menyajikan dua mangkok mie instan.
"emmm wangi banget" pikir Ziva.
Kruyukkk
"kalo laper, makan jangan di liatin aja." ujar Revan sembari menyuapkan mie ke mulut nya.
"ii iya" Ziva mulai menyendokan mie namun tangan nya terhenti ketika sebuah tangan memegang kepangan rambut nya.
"rambut nya benerin dulu, untung gak masuk ke mie." tandas Revan yang membuat Ziva tertegun sesaat.
"makasih"
Mereka melanjutkan makan nya.
"gue semenjak tinggal di apartemen karna gak ada yang masakin jadi gue makan mie terus. Tapi di ras rasa ternyata enak juga. Jadi setiap pulang ke rumah gue slalu minta bibi buat masakin mie." ujar Revan.
"iya sih enak, tapi gak baik kalo makan mie terus."
"siapa yang peduli, lagian gue gak makan mie tiap hari juga. Ya kali gue makan mie aja, usus buntu gue."
"by the way, kenapa kamu tinggal di apartemen?"
"ya karna aprtemen gue deket dari sekolah, lagian bosen juga di rumah."
"apa mungkin Revan tinggal di apartemen karna gak betah di rumah. Apalagi denger bokap nya ngomel kayak nya Revan tertekan deh karna bokap nya lebih sayang anak yang satu nya." batin Ziva
Tiba tiba hidung Ziva mendadah nyeri, dan kepala nya mendadak sakit.
"Van, toilet di mana?"
"belakang pintu putih." sahut Revan menunjuk ke arah dapur.
Ziva langsung berlari ke arah yang di tunjukan Revan.
"kenapa tuh anak? Kebelet?" ujar Revan.
"eh Ziva." sapa Erna yang tak sengaja melihat Ziva menuju dapur.
"iya tante, Ziva mau ke toilet."
"jangan di sink, please!"batin Ziva.
"oh itu di sana"
Ziva langsung memasuki kamar mandi..
Tes
Darah segar mengalir dari hidung Ziva. Ziva langsung menghapus nya dan membasuh nya di wastafel.
Ziva menangis dalam diam, ia benar benar sudah sangat lelah. Lelah dengan keadaan tapi ia harus tetap bertahan sampai tujuan nya berhasil.
Setelah agak lama, Ziva keluar menuju ruang tamu.
"lo gak papa?" Revan terheran melihat wajah Ziva yang sedikit pucat.
"ah, gak papa kok."
Tiba tiba ponsel Ziva berdering.
"halo"
Ziva membiarkan orang di seberang sana bicara. Tanpa aba aba setetes air mata jatuh di pipi nya, ia segera menghapus nya. Meski itu percuma karena Revan telah melihat nya.
"Van gue pulang ya dah sore." ujar Ziva setelah menutup panggilan telpon.
"lo baik baik aja kan?" tanya Revan sedikit khawatir.
"setiap orang punya masalah yang beda beda. Jangan pernah bialng hidup kita paling menderita, karna di luar sana ada orang yang lebih menderita dari kita. Tapi orang utu terus tersenyum seakan bilang sama dunia, it's oke gue baik." ujar Ziva yang membuat Revan tercenung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments
Metro Kdw
🥺
2024-02-08
0