Kondisi Reno tidak lebih membaik setelah diminyaki oleh Mbak Lastri, dia masih terus menggigil bahkan wajahnya semakin pucat pasi dan malah terlihat susah bernafas. Sementara Savitri masih mengendong Reni yang masih menangis sambil membereskan meja makan yang berantakan. Sedangkan Gandi menyulutkan sebatang rokok lalu duduk di sofa dan menyalakan televisi dengan volume yang sangat tinggi.
“Bu.........” teriak Mbak Lastri dari dalam kamar Reno, sambil menggoyang goyang tubuh Reno. Namun Reno hanya diam saja. Savitri lalu dengan segera berjalan menuju ke kamar Reno, dan mendekat ke arah Reno.
“Kita bawa ke rumah sakit Mbak.” ucap Savitri saat melihat kondisi Reno yang masih menggigil dan kesulitan bernafas. Savitri lalu membantu Mbak Lastri meletakkan tubuh Reno di dalam gendongan Mbak Lastri. Mereka lalu dengan cepat keluar keluar kamar.
“Pa... Reno sakit.” ucap Savitri saat melewati Gandi yang masih duduk di sofa sambil merokok. Gandi hanya diam saja tidak merubah posisi duduknya. Malah menghisap dalam dalam satu batang rokok yang ada di mulutnya.
“Kamu menuduh dia sakit karena aku.” ucap Gandi dengan suara meninggi setelah melepas batang rokok di mulutnya.
Savitri tidak lagi mau lagi berdebat, yang dia pikirkan sekarang keselamatan Reno. Dia yang masih menggendong Reni terus berjalan memgikuti Mbak Lastri yang sudah keluar rumah. Savitri dengan segera membukakan pintu mobil untuk Mbak Lastri. Dan selanjutnya dia segera masuk mobil dan menyalakan mesin mobil. Mobil segera berjalan menuju ke rumah sakit.
Gandi tersenyum saat melihat semua orang pergi. Dia lalu mematikan nyala puntung rokoknya. Dia bangkit berdiri dan berjalan menuju ke meja makan untuk melanjutkan makannya.
“Lebih baik mereka semua pergi, aku bisa makan sepuas puasnya tanpa ada yang cerewet.” ucap Gandi sambil mengambil sepiring nasi.
Sementara itu Savitri terus melajukan mobilnya, dia menambah kecepatan agar segera sampai ke rumah sakit. Mbak Lastri yang duduk di belakang sambil memangku Reno terus mendekap tubuh anak laki laki itu dengan rasa kekecewaan dan kegelisahan. Tidak lama kemudian mobil sudah sampai di halaman rumah sakit.
“Mbak Lastri turun dengan Reno langsung daftar ya, biar segera dapat penanganan. Aku parkirkan mobil dulu.” ucap Savitri saat menghentikan mobilnya tepat di depan pintu masuk agar Mbak Lastri lebih dekat menuju ke tempat pendaftaran pasien.
“Ma atu itut tuyun, kasihan Kaka.” ucap Reni yang sejak tadi diam sambil memandangi Kakaknya yang tubuhnya selalu di dalam dekapan Mbak Lastri.
“Adik nanti sama Mama saja, hanya sebentar. Mbak Lastri repot kalau Adik juga ikut Mbak Lastri.” jawab Savitri.
Mbak Lastri yang sudah terbiasa ikut mengantar ke rumah sakit dengan cepat turun dari mobil lalu berjalan cepat menuju ke tempat pendaftaran pasien. Sedangkan Savitri juga dengan segera melajukan mobilnya ke tempat parkir dan setelahnya sambil mengendong Reni berjalan setengah berlari menuju ke tempat pendaftaran pasien menyusul Mbak Lastri. Dan tidak lama kemudian Deni segera mendapat penanganan dari Dokter.
“Dok, bagaimana kondisi anak saya?” tanya Savitri pada Dokter yang menangani Reno.
“Bu, anak Ibu sepertinya mendapat tekanan batin. Setelah kondisi fisiknya membaik harus mendapat pendampingan dari ahli psikolog.” ucap Dokter setelah memeriksa Reno.
“Apa keadaannya sudah mengkuatirkan Dok?” tanya Savitri lagi dengan cemas.
“Untung segera tertangani Bu, nanti kita lihat perkembangannya setelah mendapat terapi. Apa ada kejadian yang membuat dia menjadi stres?”
Savitri terdiam tidak menjawab pertanyaan Dokter. Pikirannya kembali pada peristiwa kematian Ardi, lalu Reno yang selalu dibully teman temannya karena tidak punya ayah tidak bisa diantar jemput dan jalan jalan dengan seorang ayah, Reno yang sering bolos sekolah karena bangun kesiangan akibat malam hari memgurus adiknya. Lalu pikiran Savitri sampai pada tingkah laku Gandi yang sering membentak bentak.....
“Baiklah Bu, yang terpenting sekarang kesehatan fisiknya dulu nanti mentalnya bisa diterapi oleh ahlinya. Tapi saya tetap sarankan jangan sampai tidak mendapat terapi sebab banyak kejadian anak tidak tahan mendapat tekanan sampai melakukan hal yang membahayakan dirinya sendiri.” ucap Dokter kemudian.
“Oooo iya Dok, maaf...” ucap Savitri sambil menghapus air matanya yang tidak terasa meleleh.
“Pasien masuk rawat inap ya Bu, sekalian mendapat pendampingan ahli psikolog di sini itu lebih baik Bu.” Saran Dokter. Savitri hanya mengikuti saja.
Mbak Lastri yang menunggu di luar ruang periksa bersama Reni. Mengambil hapenya lalu menceritakan semua kejadian yang menimpa Reno kepada Arya. Tidak lupa Mbak Lastri sambil menangis meminta maaf.
“Mba Lati atu juda calah itut menuluh Kaka biyang ke yumah Papa Ganyi telus Kaka dimayah ....” ucap Reni dengan nada sedih saat mendengar Mbak Lastri telepon ke Arya.
“Tidak, Adik tidak salah.” ucap Mbak Lastri lalu mengambil tubuh mungil Reni yang duduk disampingnya kemudian dipangkunya.
Savitri lalu keluar bersama Reno yang terbaring di brankar yang didorong oleh perawat, untuk menuju ke ruang rawat inap. Mbak Lastri dengan segera menggendong Reni dan berjalan mengikuti mereka.
“Bagaimana Bu?” tanya Mbak Lastri sambil berjalan mendekati Savitri.
“Sudah mendapat tindakan awal, nginap dan harus mendapat terapi.” jawab Savitri sambil terus berjalan. Mbak Lastri berusaha mendekati brankar lalu memegang tangan Reno, dirasanya sudah lebih menghangat, Mbak Lastri terlihat lega.
Sementara itu, Arya yang mendapat kabar kalau Reno dibawa ke rumah sakit langsung memberi tahu pada Oma dan Opa. Mereka bertiga langsung berangkat ke rumah sakit. Arya membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sebab tadi diberitahu Mbak Lastri kalau Reno tubuhnya dingin menggigil dan hanya diam saja dan lama lama seperti susah bernafas.
“Semoga cucuku baik baik saja.” ucap Oma sambil berderai air matanya.
Tidak lama kemudian mobil sudah sampai di halaman rumah sakit. Oma dan Opa langsung turun dan berjalan menuju ke tempat informasi. Sedangkan Arya membawa mobilnya menuju ke tempat parkir.
Pintu ruang rawat inap Reno terdengar suara ketukan. Mbak Lastri segera membukakan pintu dia pikir Arya yang datang. Namun saat pintu dibuka muncul sosok Oma dan Opa yang langsung menghambur menuju tempat Reno terbaring. Savitri tampak kaget dan takut saat melihat kedatangan Oma. Dan tidak lama kemudian Arya datang.
“Apa yang terjadi sampai Reno seperti ini?” tanya Oma sambil menatap tajam ke arah Savitri.
“Maaf Ma.” jawab Savitri sambil menundukkan kepalanya.
“Dibentak cama ditoyong tepayanya.” saut Reni sambil memegang kepalanya dengan kedua tangannya. Oma yang mendengar laporan Reni terlihat emosi.
“Laki laki pilihanmu itu yang membuat sengsara cucuku.” ucap Oma lagi. Terlihat Opa memegang pundak Oma agar Oma tidak emosi.
“Bagaimana kata Dokter, Vit?” tanya Opa dengan nada suara lembut untuk mendinginkan suasana.
“Setelah kesehatan fisiknya membaik, harus mendapat terapi dari ahli psikolog.” jawab Savitri.
“Apa? Jadi Reno selama ini mendapat tekanan jiwa!” teriak Oma sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya lalu terdengar suara tangisan Oma. Dan tidak lama kemudian Oma melihat data pasien di atas bed Reno, lalu Oma berjalan keluar kamar rawat Reno. Dia akan menghadap ke Dokter yang menangani Reno untuk menanyakan tentang kesehatan Reno.
Savitri hanya terdiam lalu dia teringat akan biaya perawatan Reno, saldo rekeningnya semakin menipis. Gandi kalau ditagih malah marah marah. Tapi kali ini dia akan mencoba menanyakan lagi pada Gandi, siapa tahu untuk keperluan kesehatan anak dia mau berusaha untuk mencari uang.
“Maaf saya keluar sebentar.” ucap Savitri ijin mau keluar kamar rawat untuk menelpon Gandi. Reni yang sudah di dalam gendongan Arya tidak menanyakan akan kemana Mamanya.
Saat sampai di luar kamar, Savitri mengambil hapenya lalu menelpon Gandi, dia menyampaikan kalau sedang butuh uang untuk perawatan Reno.
“Uangmu kan masih banyak. Aku belum punya uang.” jawab Gandi lalu mematikan hapenya agar tidak dihubungi Savitri lagi. Savitri menarik nafas dalam dalam. Uang banyak kalau diambil terus lama lama juga habis. Savitri terduduk lemas di kursi tunggu di depan kamar rawat.
Beberapa hari kemudian kondisi kesehatan Reno sudah membaik. Sudah bisa diajak berbicara dengan semua orang. Di awal awal hanya dengan ahli psikolog Reno mau menjawab pertanyaan pertanyaan. Dan di saat Reno sudah diijinkan pulang.
“Kak Vitri kamI akan membawa Reno dan Reni tinggal bersama kami.” ucap Arya pada Savitri.
“Tapi dia anakku.” ucap Savitri dengan suara meninggi karena tidak menyangka Arya akan membawa Reno dan Reni.
“Semua administrasi juga sudah aku lunasi Kak. Semua ini demi kebaikan anak anak. Kak Vitri kalau kangen bisa datang ke rumah, atau nanti aku antar anak anak untuk ke rumah Kak Vitri. Kalau anak anak sudah besar nanti dia biar memilih sendiri mau ikut siapa. Sekarang Reno juga masih butuh terapi.” ucap Arya. Savitri tidak bisa bicara apa apa hanya mampu menangisi nasibnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments