Gue dan teman gue menelusuri koridor sekolah dan sampailah di tempat parkiran. Gue mendekati abang gue yang udah duduk di motornya.
“Lama banget sih?” celetuk abang gue
“Emang kita yang mau apa?”
“Ya udah, kamu sama Macri gih!”
Gue menatap kak Macri sekilas dan menatap abang gue kembali. “Kok kak Macri sih? Emang abang kemana?”
“Dia yang mau. Lagian gue mau antar Angel”
“Kok gue? Gue ada yang jemput kok kak”
“Tadi udah disuruh pergi sama dia, katanya biar dia yang antar aja” jelas kak Nico.
“Ih kok gitu?” marah Angel.
“Udahlah sekali-kali gitu Jel” bujuk Febry.
“Ya udah deh”
“Feb... sama gue lagi berangkatnya?” tanya kak Nico.
“Enggak deh kak, gue sama pacar gue. Makasih sebelumnya kak”
“Mmm” mendongak kepala tanda mengerti.
Tak berselang lama, Bara datang dengan beberapa temannya.
“Lama nunggu?” tanya Bara menghampiri Febry
Febry hanya menggeleng dan tersenyum manis. Seakan Bara itu semat kebahagiaan bagi Febry.
Bara mengambil helm ping dan dipasangkan ke Febry. Memang keliatan pasangan yang sangat romantis sih. Tapi si Bara ini memang brengsek banget. Kalau bukan Febry yang sering curhat, gue yakin kalau gue juga akan percaya dengan hubungan romantis itu.
Setelah Bara naik, Febry juga menyusul naik dan memeluk pinggang Bara. Ia melambaikan tangan sebelum benar-benar pergi. Kita juga membalas lambaiannya dan tersisa kami berlima.
“Ya udah, gue duluan yah bro, Ri, Jel” pamit kak Nico yang mendapat anggukan dari kami.
“Masih ada urusan kak?” tanya Angel yang mendapat gelengan dari abang gue.
“Ya udah. Ngapain masih disini?” ketus Angel yang membuat abang gue tersenyum.
“Yok” ajak kak Macri yang membuat perhatian gue berpaling kepadanya.
Gue mendekati kak Macri dan seperti biasa, dia memasangkan helm ke gue. Gue antara malu sama senang nih sekarang. Gue naik dan tangan gue langsung ditarik untuk memeluk pinggangnya.
Kita pergi yang disusul bang Feli di belakang.
Gue memerhatikan setiap pemandangan jalan hingga_
“Eh kak. Ini bukan arah rumah gue” peringat gue ke kak Macri. Mana Tau dia lupa gitu.
“___” gue gak tau kak Macri bilang apa.
“Yang keras kak, soalnya gak kedengaran”
“Gue tau” ucapnya sedikit mengeraskan suaranya.
“Terus kenapa kita lewat sini?” tanya gue yang tidak mendapatkan jawaban.
Ya udahlah. Mungkin kak Macri ada urusan. Lagian gak mungkin juga dia berbuat hal negatif. Kan dia sahabat abang gue! Apalagi abang gue pasti hajar dia mati-matian kalau sempat dia mencelakakan gue.
Gue akhirnya memilih diam dan menyandarkan kepala gue ke punggung lebar milik kak Macri. Terserah deh kalau kak Macri mikir gue centil. Orang gue pegel, capek.
Punggung dan aromanya nyaman banget. Kenapa gue baru sadar yah? Gue merasa seperti ada yang manggil nama gue dan menepuk pipi gue lembut. Gue sedikit terusik tapi masih nyaman dan ngantuk.
“Lio...” sial, ini suara kak Macri kan?
Gue akhirnya membuka mata gue perlahan dan mendapati muka ganteng milik kak Macri. Andai aja gue bisa menatap wajah itu setiap gue bangun dari tidur gue. Pasti gue bahagia banget setiap hari.
“Bangun! Kita udah sampai.” Gue turun dari motor yang dibantu oleh kak Macri yang udah berdiri sejak gue masih tertidur tadi.
Gue menelusuri pandangan gue ke setiap sudut dan bisa gue pastikan kalau kami berada di pantai.
“Kita ngapain ke sini kak?” tanya gue yang kebingungan.
“Menurut lho?”
“Tapikan kita masih pakai seragam. Udah itu besok masih harus se__”
“Besok libur Lio!"
“Tapi besok masih hari selasa”
“Tapi tanggal merah”
“Emang iya?” tanya gue yang malah mendapat senyuman manis dari kak Macri. Walaupun tipis, tapi kalau dari jarak gue, keliatan jelas banget senyumnya.
Dia menarik tangan gue lembut dan menuntun gue ke salah satu pondok. Setelah ia bayar, kita duduk deh. Gue sebenarnya pengen main, tapi malu plus canggung juga. Kalau sama keluarga mah jangan ditanya.
“Gue tau lho suka pantai” ucapnya yang berhasil buat gue tercengang.
“Dan kalau lho mau main, main aja. Tapi jangan terlalu jauh. Gue bawa lho kesini bukan untuk membiarkan lho hanya memandang seperti ini. Dan pakai ini, supaya kulit lho gak terbakar” menyodorkan Sunscreen dan gue terima aja. Terus pakai deh.
Gue mulai beranjak dari pondok dan beralih ke pinggir pantai yang dimana sepatu gue udah gue buka dulu waktu masih di pondok tadi.
Gue bermain air dan pasir entah udah berapa lama. Tenggorokan gue yang meminta untuk diisi, akhirnya gue balik ke pondok dan terlihat kak Macri dengan beberapa makanan dan minuman di depannya.
Gue menghampiri kak Macri dan duduk di sebelahnya. Walaupun masih banyak jarak yang gue sisain.
“Nih makan!” menyodorkan makanan ke arah gue.
Dia sedikit menggeser kan duduknya hingga tidak ada sisa jarak diantara kami. Sebenarnya gue canggung, apalagi jantung gue yang tidak bersahabat lagi. Tapi berhubungan gue lapar, gue tepis aja semua itu.
Gue memakan dengan tidak hikmat, karena gue gak bisa menikmati makanan gue.
Setelah perut gue dirasa kenyang, gue mengambil jus mangga dan menyedotnya sampai kandas.
Gue betul-betul kenyang banget.
Saat gue mau mengucapkan terima kasih, tiba-tiba kak Macri mengusap mulut gue dengan tisu.
“Te-terima kasih”
“Lho gak pakai Sunscreen nya?”
“Pa-pakai kok”
“Terus kenapa muka lho merah?”
“Ohh... itu,,, itu karena eh panas aja iya karena panas hehehe” jawab gue bohong. Ya kali gue bilang karena baper.
“Ohh” ucapnya lalu beralih memandang pantai.
Terik matahari ditemani angin sepoi-sepoi, tercipta keributan disekitar tapi tidak dengan kami berdua. Hanya ada keheningan tanpa ada yang membuka pembicaraan. Entah udah berapa lama keheningan diantara kami, hingga kak Macri membuka suara.
“Lio...” panggilnya lembut
“Ya” jawab gue memandang ke arahnya dan mematikan smartphone yang kumainkan tadi.
“Gue tau sebenarnya lho gak sebodoh itu sampai gak sadar tentang perasaan gue selama ini”
Anji*r malah confess lagi. Gue belum siap. Apalagi gue masih bingung sama perasaan gue. Gimana kalau gue salah ambil tindakan.
“Lio... lho pasti tau kalau gue suka sama lho kan? Bukan. Bukan suka melainkan cinta”
Gue gak tau mau ngomong apa. Nih mulut seakan diam membisu.
“Li gue cinta sama lho, lho mau kan jadi pacar gue?” sembari menggenggam tangan gue lembut.
Sebenarnya gue luluh dan senang, tapi seperti ada sesuatu yang kurang.
“Maaf kak Mac, tapi gue___”
“Bukannya lho juga suka sama gue? Buktinya lho gak menolak ciuman gue semalam”
Gue bisa melihat mata kak Macri yang udah berkaca-kaca. Sebenarnya gue gak tega, tapi gue sendiri masih bingung sama perasaan gue. Gimana kalau gue gak suka dan malah berujung membuat kak Macri sakit hati?
“Maaf tapi untuk saat gue belum bisa kak”
Tunggu sampai gue menemukan jawabannya kak. Gue pasti secepatnya menemukan jawaban.
Kak Macri terlihat mengigit bibir bawahnya dengan senyuman yang dipaksakan.
“Gak papa. Yang penting lho udah tau. Kalau lho udah suka bilang yah, akan ku tunggu sampai lho cinta sama gue”
Gue mengangguk dan tiba-tiba badan gue dipeluk dengan erat. Bisa gue rasakan air mata yang menetes di bahu gue. Gue semakin merasa bersalah.
“Kita pulang yah” ucap kak Macri setelah melepaskan pelukannya. Dan entah kapan dia udah menghapus jejak air matanya.
Gue mengangguk dan kak Macri mengantar gue ke rumah. Walaupun ada senyuman di bibirnya, tapi gue bisa melihat mata yang penuh kesedihan.
Dia melajukan motornya hingga tak terlihat dan gue memasuki rumah dan masuk ke kamar gue.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments