Chap 8

Bel istirahat telah berbunyi.

Gue merenggangkan tangan gue yang malah diganggu sama Febry.

Kalian pasti tau kan gimana gak enaknya diganggu saat lagi enak-enaknya melakukan rutinitas yang tidak bisa terlepas dari badan. Gue gaplok aja tuh kepalanya si Febry dengan kekuatan hero.

“Anj*r lho Ri, sakit tau”

“Gue lebih sakit tau, sampai sekarang gak enak banget perasaan karena lho ganggu gue. Padahal kan badan gue pegel semua, apalagi ****** gue mati rasa jirr”

“Makanya kalau guru sedang menjelaskan tuh diperhatiin, bukan malah tidur”

“Kek lho gak gitu aja” roasting Angel membereskan peralatan belajarnya yang dibalas tawa terbahak-bahak dari gue.

Febry memanyunkan bibirnya kesal.

Kita keluar dari kelas dan seperti biasa, kita ke kantin dan geng para pria tampan sudah berkumpul di meja pojok tempat seperti biasa.

Kita mengambil posisi duduk dan kali ini kak Macri yang duduk sendiri di sebelah kiri.

Abang gue langsung menarik tangan Angel untuk duduk disampingnya. Dasar abang gue, pendekatannya gini amat.

Angel juga, jelas-jelas abang gue udah nunjukin perasaan dia tapi gak ada peka-pekanya nih gadis satu. Giliran ngomongin gue aja juara satu nih anak. Padahal lebih jelas abang gue dalam menunjukkan perasaannya daripada kak Macri.

Disaat gue lagi enak-enaknya merhatiin abang gue sama Angel, tiba-tiba Febry mendorong gue untuk duduk disebelah kak Macri.

Gue terkejut dong. Gue bertanya ‘kenapa harus gue?’ Dengan bahasa isyarat. Febry yang mengerti akhirnya menjawab.

“Sorry pacar gue posesif” ucapnya mengangkat alis dengan senyuman manis.

Padahal gue tau kalau itu hanya akal-akalnya aja. Biasanya juga gak pernah. Dasar pebrut.

“Mau makan apa?” tanya kak Macri menatap gue.

“ehem... hanya Ria nih yang ditanya?” usil Angel.

“Emang lho mau apa” tanya abang gue dimana Angel langsung mengalihkan pandangannya ke arah abang gue.

Angel melipat tangannya dan menyandarkan dibawah dagunya dengan tumpuan siku diletakkan di meja tanpa mengalihkan pandangannya dari bang Feli.

Abang gue jelas banget nahan salting ditutupi dengan perasaan bingung.

“Emang kak Feli gak tau maunya gue apa? Biasanya juga kak Feli lebih tau kesukaan gue” senyum Angel seakan ingin menggoda bang Feli.

Bang Feli-nya juga cepat banget tergoda. Terlihat dari tenggorakan abang gue yang menelan saliva-nya kuat. Dasar abang gue bandar 21+.

Eits... kenapa gue bisa tau? Karena gue pernah memergoki abang gue lagi nonton begituan.

Dan jangan salah, muka polos-polos gini juga gue sama kayak abang gue bandar begituan. Bahkan kami pernah tukaran link dan DVD.

Memang paling enak punya abang yang satu frekuensi. Enak juga jadi teman curhat walaupun malah diejek atau diketawain. Tapi kalau memang gue lagi sedih banget, pasti berbagai cara abang gue lakuin untuk menghibur gue. Walaupun besoknya malah diejek cengeng. Tapi setidaknya gue udah melewatkan kesedihan gue karena bantuan abang gue.

“Ya udah tungguin, biar gue pesan dulu” ucap abang gue berlalu.

Kak Macri masih setia menatap gue lagi.

“Gue mau nasi goreng aja kak” ucap gue malu-malu.

Tanpa membalas, kak Macri berlalu begitu saja meninggalkan kita.

“Yah... kok gitu sih? Masa iya gue sendirian buat mesan?” kesal Febry sedikit berteriak.

“gak usah, gue aja yang mesan. Mau bakso kan?” kak Nico berdiri dari tempat duduknya.

“Mmm... tapi gak ngerepotin kakak kan?”

“Gak kok”

Saat kak Nico mulai beranjak, Febry memanggil kak Nico.

“Kak Nico, minuman gue___”

“Jeruk peras dinginkan?”

Lagi-lagi Febry mengangguk dan terlihat bahagia.

“Sama___”

“Gak boleh makan pedas, nanti lambungnya kambuh” lagi-lagi kak Nico memotong ucapan Febry.

“Tapi...”

“Gak ada tapi-tapi. Suka boleh, tapi jangan terlalu bodoh dengan keinginan yang akan membuat sakit yang tak tertahan. Jangan hanya karena kenikmatan sementara, lho mengalami sakit yang tidak setara” Kak Nico meninggalkan kami setelah mengucapkan kalimat itu.

Wajah Febry sedikit kusut, seakan kata kak Nico tadi telah menyakiti hatinya. Padahal Kan cuma ngingetin aja supaya Febry gak makan pedas. Karena yang dibilang kak Nico itu benar. Tapi kok Febry keliatan sedih yah.

Tapi kenapa kak Nico bisa tau sebanyak itu tentang Febry? Masa iya kecurigaan gue selama ini benar?

Tapi gak mungkin deh. Karena Febry udah punya pacar yang sangat ia cintai.

Tapi gak menutup kemungkinan kak Nico menyimpan rasakan sama Febry kan?

Tapi aneh, kenapa gue biasa aja saat membayangkan kak Nico suka sama Febry? Biasanya gue cemburu dan menutup semua kemungkinan kalau kak Nico suka sama Febry.

Kenapa sekarang gue malah agak senang kalau kak Nico suka sama Febry? Kayak mereka itu cocok gitu. Pasti mereka bahagia karena kak Nico perhatian dan peka. Gak kek Bara yang selalu nyakitin Febry.

Kalau beneran kak Nico suka sama Febry, gue harap Febry juga suka sama kak Nico.

Aneh banget gue hari ini. Apa jangan-jangan betul yah yang diomongin Angel sama Febry kalau gue sebenarnya udah suka sama kak Macri.

Tapi masa sih? Emang bisa secepat itu berpaling? Atau gue cari cara aja untuk membuktikan kalau gue suka atau gak sama kak Macri.

“Guys...”

Kedua teman gue menoleh ke arah gue dengan ekspresi seakan mengatakan ‘apa?’.

“Gue mau minta tolong gimana caranya gue bisa tau kalau gue suka sama kak Macri?” tanya gue to the point.

“Ya ela gitu aja”

“Emang gimana jel?” tanya Febry.

“Tinggal cium aja, kalau lho ngerasa enak berarti lho suka, kalau lho ngerasa agak gimana berarti lho gak suka”

Dasar teman laknat, dikira gue cewek apaan gitu.

“Kenapa? Lagian kan kalian juga udah pernah ciuman”

“Terlalu brutal jel. Lagian gak selamanya ciuman itu jadi patokan. Gimana kalau dia ngerasa enak karena nafsu bukan karena cinta?” gue mengangguk setuju sama besti gue yang satu ini.

“Betul juga, terus gimana dong?”

“Gue tau, lho nyaman gak sama perhatian kak Macri sama lho?” tanya Febry yang mendapat anggukan ragu dari gue. Bukan karena ragu sih, tapi lebih ke malu.

“nah berarti lho suka sama dia. Eh tapi gimana kalau itu cuma rasa nyaman?”

Febry nampak berpikir hingga.

“Aha, gue tau. Lho harus cemburu dulu. Kalau lho cemburu dia sama cewek lain berarti lho suka sama dia begitu juga sebaliknya”

“Nah, kalau yang ini gue setuju” timpal Angel

“Terus ceweknya siapa? Lho aja kali Feb, kayak pegang tangan atau peluk dia gitu. Kalau gue cemburu berarti gue suka sama kak Macri”

“Ya gak bisalah, gue punya pacar juga”

“betul juga, kalau lho Jel?”

“Ya ampun Ri. Lho bego apa gimana sih? Ya jelas lho gak cemburu lah kan lho udah tau kalau gue sengaja dekati kak Macri bukan karena gue suka sama dia”

“Betul juga, terus siapa dong?” gue makin cemberut karena belum mendapat jawaban.

“udah... udah, nanti aja bahas nya. Mereka udah datang tuh”

Gue berbalik dan benar saja mereka udah datang dengan makanan dan minuman di tangan mereka. Terpaksa deh gue harus menyimpan rasa penasaran gue.

“kenapa tuh muka ditekuk?” tanya abang gue dengan alis yang mengerut menyatu.

“gak papa”

“Betulan gak papa” tanya kak Macri dengan raut wajah khawatir.

“Mmm” mengangguk tanda kalau gue dalam keadaan baik.

“Udah. Mending kita makan aja” sambung Febry memecah suasana kekhawatiran.

Semua duduk dengan nyaman dan memakan makan dan minuman sampai habis. Dan setelah bel berbunyi, kami segera beralih ke kelas untuk melanjutkan pelajaran.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!