Chap 7

Gue udah siap nih dan waktu menunjukkan pukul 07.20 yang artinya, tinggal sepuluh menit lagi waktu kami supaya gak terlambat.

Tapi aneh, biasanya abang gue paling heboh teriak kalau gue agak terlambat. Tapi sekarang gue udah terlambat tapi damai aja tuh. Mungkin dah tobat kali yah.

Gue buru-buru menutup pintu agak kasar dan menuruni tangga yang entah mengapa ingin ku musnahkan.

Setelah gue sampai di meja makan, gue cuma liat ayah sama bunda. Abang gue mana anji*g?

“Bun, abang mana?” tanya gue dengan nafas terengah-engah

“Udah pergi duluan” jawab bunda santai.

“Kok pergi duluan sih bun? Terus aku gimana berangkatnya?” kesal gue.

Pantas aja abang gue gak ribut.

“Tadi Macri datang, katanya mau jemput kamu, makanya abang pergi duluan”

“Hah? Kak Macri? Dimana?” tanya gue menganga menelusuri setiap inci ruangan.

Tapi gue gak lihat batang hidung kak Macri tuh.

“Di kamar mandi. Lagian kamu-nya lama banget sih. Kasihan orang ganteng harus nungguin kamu”

Ya ela bun, gue putri cantik bunda loh.

Gue melihat kak Macri keluar dari kamar mandi dengan senyuman yang,,, ya Tuhan indah sekali ciptaan mu ini.

“Udah?” tanyanya lembut.

Gue gak tau kapan gue suka suara dan senyuman itu.

“Lio?” lambaian tangannya di muka gue menyadarkan gue.

“I-iya kak” kok gue mendadak jadi gagap gini sih.

“Ya udah ayok, ini dah terlambat loh”

Gue mengangguk dan mencium tangan ayah dan bunda di susul kak Macri terus kami berdua keluar.

Dia mengambil helm penumpang warna biru dengan paper elsa. Dan memakaikannya ke kepala gue.

Sebenarnya gue mau ketawa sih. Bisa-bisanya laki maco kayak kak Macri punya helm kek gini.

Tapi gue sadar, dia perhatian banget. Bahkan disaat gue selalu mengabaikan dia, dia tetap selalu perhatian walaupun kadang ngeselin. Tapi karena gue selalu saja mengambil sisi negatifnya, jadinya sikap baiknya tertutupi dan gue semakin benci deh sama dia.

Coba aja yang gue ambil sisi perhatiannya, pasti gue udah lama jatuh cinta sama dia.

Ih... kok gue mikirnya gitu sih? Gak boleh gak boleh. Pokoknya gue gak boleh berpaling dari kak Nico.

“Ada apa?” tanyanya yang mungkin melihat gue menggeleng kepala brutal dengan ekspresi yang gak banget.

“Gak papa kok kak” bohong gue dengan cengiran yang dipaksakan.

Dia berdehem dan memakai helm hitamnya dan naik motornya Kawasaki Ninja 250R.

Kenapa gue bisa tau merk-nya? Soalnya motornya sama dengan abang gue Cuma beda warnanya aja. Kalau abang gue warna hijau, kak Macri warna hitam dan jangan lupakan satu lagi kak Nico warna merah.

Selain nama, mereka juga punya motor yang sama bahkan bukan cuma itu, mobil, baju, celana dan hampir semua barang mereka sama. Jangan sampai istri mereka sama nanti

.

“Naik”

Gue naik ala-ala princess.

“Pegangan”

“Gak usah kak lagian...”

“Gue bilang pegangan yah pegangan” ucapnya dingin tapi begitu soft banget masuk ke telinga. Gue akhirnya memegang bajunya.

“Bukan disitu?” Gue akhirnya memindahkan tangan gue ke bahunya.

Terdengar suara decakan kak Macri dan memindahkan tangan gue yang di bahu ke pinggangnya.

Oh my god, cobaan apalagi ini!

Ayolah jantung berdamai dulu napa? Untung ribut jadi kemungkinan besar gak kedengaran, tapi kemungkinan kecil juga kedengaran.

Huh... stabil stabil dan stabil. Jangan sampai kak Macri dengar. Bahaya soalnya.

.

.

.

Akhirnya sampai juga.

“Makasih kak Mac”

“Hmm”

Singkat banget. Untung aja dia bantuin gue tadi, kalau gak udah ku tampol tuh muka.

Tapi dia hebat sih, bisa membujuk satpam supaya buka gerbang dan pastinya para OSIS centil. Masa hanya kak Macri tebar pesona, mereka langsung bebasin kita dengan muka kek babi rebus.

Gue akhirnya berlari ke kelas dan untung guru belum masuk. Gue langsung duduk aja ke kursi gue dengan nafas sisa setengah.

“Tumben banget lho bro terlambat?” tanya Angel yang udah dari tadi berbalik badan menghadap meja kami.

“Iya tumben banget, padahal kak Feli dah sampai dari tadi. Gue kirain lho gak masuk”

Gue mau jawab tapi malu. Masa iya gue bilang gue terlambat bangun karena terjaga bayang-bayangan kak Macri.

“Ya ela. Santai aja kali. Kek kita siapa aja”

“Hooh, kita kan dah sering curhat, jadi aman aja”

“Bukan masalah gak amannya, tapi gue malu jirr"

“Ini soal kak Nico lagi?” tanya Febry dengan muka sok polos padahal isinya mah 18+.

Gue menggeleng kepala dengan cemberut.

“Terus?” kali ini si Angel dengan muka tengilnya.

Gue menghela nafas panjang dan mendekatkan muka gue ke tengah. Mereka juga sama dan jidat kami pun menyatu.

Dengan bisikan maut, gue mengungkapkan semua isi hati gue.

Pokoknya semua dan mereka sempat terkejut karena gue bilang kak Macri cium gue. Tapi gue tunda dulu terkejut mereka terus lanjut cerita deh.

“Gue gak terlalu kaget sih, karena memang keliatan banget kak Macri suka sama lho, lho nya aja yang gak peka. Hanya saja gue gak nyangka kalau kak Macri langsung cium lho secepat itu”

“Mmm, gue setuju sama lho Feb!”

“Hah? Masa sih kak Macri udah lama suka gue? Tapikan kalau dia suka harusnya bersikap romantis bukan malah ngeselin”

“ ya ela. Setiap orang itukan punya cara tersendiri untuk mengungkapkan perasaannya.” ucap Febry yang mendapat anggukan dari Angel.

“Tapikan harusnya dia itu gak ngeselin! Kan gue jadi benci sama dia”

“Tapi pada akhirnya lho juga suka kan?”

“Si-siapa ya-yang bilang gue suka? O-orang gue masih suka sama kak Nico”

“Ya ampun Ri, sampai kapan sih lho membohongi diri lho kek gini? Gua aja tau kalau lho sebenarnya suka sama kak Macri bukan kak Nico. Lho itu hanya kagum dan disaat kak Macri jail sama lho, dia selalu aja belain lho. Makanya lho pikir lho itu cinta sama kak Nico padahal gak sama sekali” jelas Febry yang mendapat anggukan antusias dari Angel lagi.

“Kok jadi kalian yang atur sih? Kan yang rasain gue” kesal gue

“Terserah aja deh Ri, tapi kalau lho membohongi diri lho kek gini terus, gue takutnya lho bakal nyesel karena kehilangan kak Macri. Karena saat kita kehilangan, disitulah kita akan mengetahui perasaan kita yang sebenarnya. Tapi kita gak bisa buat apa-apa lagi. Gue harap lho mendengarkan kata hati lho sebelum lho menyesal”

“Iya... iya. Gue akan pikirin lagi deh”

“Nah gitu dong!” ucap mereka serempak sembari tos ria.

Gue senang sih bisa cerita sama mereka. Setidaknya beban gue berkurang aja gitu. Walaupun solusinya agak gimana, tapi ada benarnya juga sih mereka karena kita gak tau masa depan kek gimana.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!