Gue udah di rumah dan kejadian yang tadi masih terngiang dipikiran gue. Kejadian yang begitu indah dalam waktu sekejap. Gue masih hanyut dengan bibir manis kak Macri. Tapi gue masih ingat dimana dia menyender di bahu gue dan_
*Flashback*
Macri merasa sangat senang karena Ria tidak menolak ciumannya dan malah membalas. Kesedihan Macri sirna seketika, karena ia bisa mencium orang yang dicintainya. Saat Macri melepaskan ciumannya karena Ria yang memukul dadanya, ia tersenyum bahagia menatap perempuan yang ia cintai.
Mungkin karena Ria yang terpaku diam, membuat suasana jadi canggung. Macri mengambil tindakan dengan duduk di sofa yang tersedia di ruangan itu, dan menepuk sofa menandakan Ria untuk duduk di sampingnya. Dengan perasaan gugup, Ria berjalan dan duduk di samping Macri.
Ria menatap lekat lelaki yang di sampingnya, karena sudah beberapa menit terlewatkan tapi lelaki itu belum juga membuka suara.
“Lho gak mau ngomong apa gitu?” kesal Ria yang udah menunggu terlalu lama bagi Ria.
Macri menghela nafas panjang.
“Gue egois gak sih, kalau gue belum terima bokap gue menikah lagi? Gue masih belum terima nyokap gue digantikan oleh wanita lain. Gue belum siap manggil mama sama orang yang udah bokap gue nikahi sekarang.” Macri menundukkan kepalanya dengan tangan yang bergandengan kuat.
“Gue gak tau perasaan lho gimana sekarang, karena gue belum pernah diposisi lho. Tapi gue yakin, hati lho tau mana yang terbaik. Seperti sekarang, lho gak menghambat pernikahan bokap lho sekarang, yang dimana lho udah setuju_”
“_Belum menerima bukan berarti gak menerima kan? Gue yakin keputusan yang lho ambil saat ini adalah yang terbaik. Lho gak egois kok, karena memang berat menggantikan orang yang kita sayangi bahkan cintai. Gue juga yakin kok bokap lho gak melupakan nyokap lho yang di surga, tapi mencintai perempuan lain dengan menempatkan nyokap lho ditempat yang seharusnya. Nyokap lho sudah ada tempat tertentu di hati bokap lho_”
“_Dan lho juga bisa menerima nyokap baru lho tanpa melupakan semua kenangan dan cinta tentang nyokap lho. Gue yakin lho dapat menerima nyokap dan saudara tiri lho, asal lho gak menutup hati aja. Gue yakin lho dapat bahagia dengan cara dan situasi yang berbeda, tapi perasaan lho akan merasakan kebahagiaan yang sama dengan orang yang berbeda”
“Gue yakin, disaat mereka liat lho terpuruk seperti ini, pasti hati mereka lebih sakit dari pada yang lho rasain saat ini. Karena mereka akan menganggap tindakan mereka itu salah dan perasaan seperti itu benar-benar gak enak. Gue juga yakin mereka memikirkan hal yang sama seperti lho bahkan lebih, tapi mereka gak menunjukkannya saja, tetapi disimpan dalam hati”
“Apa lho pikir saudara tiri lho gak berpikir seperti itu juga? Tapi dia menutupinya dengan senyuman dan mampu menerima lho, sekalipun lho sangat cuek. Dia berusaha mendapatkan hati lho sebagai saudara, yang bahkan jika tidak dilakukan juga sama aja, karena dia tetap akan menjadi saudara lho. Coba pikir seberapa sakit hatinya saat dia benar-benar tidak diterima, padahal dia juga bersusah payah berdamai dengan hati dan pikirannya untuk menerima lho.”
“Lho gak egois tapi hanya kurang terbuka saja. Gue harap, lho dapat membuka hati dan merasakan kebahagian baru. Gue harap lho gak terpuruk lebih lama dan dalam lagi karena gue yakin tidak ada yang menyukainya bahkan almarhum nyokap lho yang di surga, kecuali musuh lho. Dan gue yakin, ini adalah satu cara yang Tuhan kasih dan nyokap lho harapkan, supaya lho mendapatkan kebahagiaan yang sudah lama lho gak rasakan”
Ucapan itu terucap begitu saja dari mulut Ria, yang bahkan ia sendiri tidak tau dari mana dia dapat pemikiran seperti itu.
Macri benar-benar mendengarkan setiap inci perkataan Ria, hatinya benar-benar lega karena perempuan dambaannya itu. Ia tidak menyesal dan bahkan tidak akan pernah menyesal karena telah mencintai perempuan yang duduk di sampingnya itu.
Ia memeluk tubuh mungil Ria dan mendekapnya erat. Air matanya menetes kembali. Sungguh ia mencintai perempuan ini.
Ria hanya terpaku dengan detak jantung yang tidak karuan lagi. Otaknya kosong seakan berpindah dari tempatnya.
Macri melepas pelukannya dan menyandarkan kepalanya ke bahu kecil Ria, memeluk pinggang ramping milik Ria dan memejamkan mata menikmati tempat ternyaman yang akan menjadi candu baginya.
*Flashback off*
Gue menghempaskan tubuh gue yang capek banget tanpa melepas balutan gaun dari tubuh gue. Selain tubuh gue yang capek, gue juga capek dengan pikiran dan hati gue yang berlawanan. Entahlah, yang pasti gue hanya ingin memejamkan mata sebentar dan menghilangkan rasa capek gue.
.
.
.
Tak terasa gue udah tertidur selama dua jam. Sekarang pukul sembilan malam. Gue bergegas mandi dan memakai piyama warna biru kesukaan gue.
Menuruni tangga dan bergegas ke meja makan karena perut gue yang keroncongan minta diisi.
Gue memakan makanan dengan lahap. Gue tau kalau keluarga gue udah siap makan, karena waktu makan kami udah terlewat lama.
Setelah kenyang, gue mengambil susu dan menuangkannya ke gelas. Dirasa cukup, gue berjalan ke kamar dengan gelas yang berisi susu di tangan kiri gue.
Membuka pintu dan duduk di meja belajar mengerjakan tugas dan mencatat pelajaran yang terlewatkan karena tidur di kelas. Entah kenapa, gue lebih suka belajar di rumah daripada di sekolah.
Dirasa badan gue seperti mati rasa karena kelamaan duduk, gue merenggangkan otot-otot gue dan rasanya tuh enak banget. Gue melihat jam sudah menunjukkan 00.24.
Gue merapikan buku dan peralatan lainnya, dan membiarkan gelas kosong tetap di meja. Soalnya takut menyimpan karena dah jam tinggi, lagian gue udah ngantuk. Besok aja disimpannya.
Gue menaiki Kasur empuk gue dan menarik selimut. Tanpa waktu lama gue udah menelusuri mimpi.
.
.
.
Gue menggeliat gak enak dan berusaha mematikan alarm dengan mata yang masih terpejam, seakan enggan untuk terbuka.
Gue kembali tidur, sampai terdengar suara ketukan pintu dan memanggil nama gue.
Dengan malas gue akhirnya bangun dan membuka pintu yang gue udah tau kalau orang yang menggangu tidur gue adalah bunda.
“Ya ampun, anak gadis bangun jam segini? Kebo banget padahal dah dari tadi loh bunda panggil” ceramah bunda seperti biasa.
“Emang dah jam berapa sih bun?” Tanya gue menguap yang masih mengumpulkan nyawa yang tertinggal di alam mimpi.
“Dah jam tujuh, abang kamu aja udah siap. Sekarang cepat mandi dan makan, nanti abang kamu marah karena kamu nya kelamaan”
Tanpa menjawab pertanyaan bunda, gue langsung lari ke kamar mandi dan membersikan diri secepat kilat.
Gue dah telat banget anjir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments