Ahh… lega banget, akhirnya keluar juga air terjun setelah ditahan agak lama. Untung perut gue gak sakit karena nahan pipis. Biasanya juga langsung sakit banget nih perut. Tau aja nih perut kalau lagi ditempat rame.
Gue pergi ke lantai 2 buat ambil angin alias mau istirahat bentar. Capek juga ternyata, padahal gak ngapa-ngapain. Gimana pekerja di sini yah? Pasti mereka capek banget dari tadi kerja tanpa istirahat.
Gue yang berjalan menyusuri dunia yang fana ini tanpa sengaja mendengar suara tangisan atau lebih tepatnya isikan. Masa iya ada kuntilanak di sini, ih… seketika gue merinding. Tapi kalau kuntilanak, kok suaranya gak kek cewek yah, kayaknya suara cowok yang nangis deh. Masa iya gondorowo berubah profesi, kan gak mungkin.
Gue periksa kali yah. Tapi gue takut, tapi kalau gak, gue penasaran. Ya Tuhan berikanlah petunjuk mu.
Giliran kek gini aja, baru gue ingat Tuhan. Mau gue, tapi heran.
Wah… wah… suaranya makin keras cok, makin merinding gue kalau gini.
Gue akhirnya memberanikan diri mengetuk salah satu pintu, yang gue yakini tempat orang menangis tersebut. Karena suaranya makin terdengar.
“Jangan ganggu gue…” bentak lelaki itu dengan suara serak khas orang menangis.
Tapi gue kayaknya kenal sama suara ini. Ini kayak suara kak Macri. Tapi bukannya dia harus di bawah berpesta yah. Masa nangis di sini, kan gak mungkin. Mungkin gue salah kali yah.
Tapi gimana kalau itu beneran kak Macri, kan kasihan dia gak ada yang tau lagi nangis.
“Lho kak Macri yah?” gak ada jawaban yang gue dengar.
“Kalau lho kak Macri, ini gue Ria”
“Kakak mau gak buka pintunya?” kekeh gue, mana tau beneran kak Macri. Tapi kalaupun kak Macri, gak mungkin juga dia mau buka pintunya, emang gue siapanya. Kekasihnya bukan.
Buktinya dia gak nyahut sama sekali, menyebalkan. Padahal Kan gue cuma mau nenangin dia aja, walaupun nantinya gue malah buat masalah karena dia emosi liat muka gue.
Saat gue hendak beranjak dari tempat gue berdiri, pintunya terbuka dong. Dan yang buat horor, ruangannya gelap. Untung ada cogan yang keluar, jadi gak merinding.
Gue bisa melihat mata sembab dan hidung yang udah memerah banget karena nangis. Tapi dia tetap ganteng njirr.
Sadar Ria sadar, lho harus tetap pendirian dengan mencintai kak Nico saja.
“Ada apa?” tanyanya yang berusaha tenang tapi suara seraknya tidak bisa menipu.
“Gak papa, gue hanya lewat dan dengar suara isak. Karena gue penasaran, gue ketuk deh. Eh kakak bicara, karena gue agak kenal suara kakak, makanya gue ketuk lagi dan akhirnya kakak keluar” jelas gue
“Mungkin lho salah dengar” kekeh nya meyakinkan gue kalau dia dalam keadaan baik.
“Salah dengar apanya? Gue dengar jelas banget kali. Lagian mata, hidung sama telinga lho gak bisa bohong. Semua terlihat jelas bahkan jelas banget. Gak usah sok cool deh. Kalau ada masalah tuh cerita, setidaknya dapat mengurangi beban lho walaupun sedikit”
Gue gak mendengar jawaban dari dia. Dia hanya menatap lekat diri gue. Gue auto salting dong diliatin begitu. Bukan karena suka yah, tapi salah tingkah aja gitu.
Saat gue mau membuka suara lagi, dia menempelkan jari telunjuknya di bibir gue, pertanda gue harus diam. Ya gue diam dong, gak mau cari masalah.
Tapi entah kenapa, muka gue rasanya panas banget diginiin sama kak Macri, mungkin muka sama telinga gue udah merona karena perlakuan kak Macri.
Tangannya agak lama berada di bibir gue, padahal kan gue udah diam dari tadi.
Dengan perlahan tangannya turun dan dengan segera menggenggam tangan gue dan menyeret gue masuk ke dalam.
Dia menghempaskan gue ke dinding, gak terlalu kasar tapi tetap aja sakit. Dia mengunci pergerakan gue dan…
.
.
.
Bibirnya menempel dengan bibir gue. Gue auto melotot dong dan jantung gue rasanya melompat entah kemana. Jantung gue yang tiba-tiba diam, dengan seketika berdetak di atas rata-rata. Gue mau nafas aja susah rasanya.
Setelah agak lama ia menarik bibirnya dari bibir gue dan gue masih diam ditempat dengan otak yang masih memproses apa yang dilakukan kak Macri barusan.
Ya, walaupun itu hanya kecupan yang agak lama, tapi…
“Ciuman pertama gue” pekik gue gak terima
“Itu juga ciuman pertama gue kali, santai aja, lagian cuma kecupan.” Ucapnya santai, seakan yang kita lakukan itu hal yang udah biasa.
“Tapi gue mau ngasih itu ke kak Nico, kok lho rebut sih?”
“Kan gue juga Nico”
“Beda anjir…”
“Heh? Mulutnya yah” tampar nya lembut ke bibir gue.
“Huaa...gak mau, kembalikan ciuman pertama gue” pukul gue pelan ke dadanya beberapa kali.
“Mau dikembalikan?” tanyanya yang mendapat anggukan antusias dari gue.
“Oke"
Dia mendekatkan wajahnya ke muka gue, sampai gue bisa merasakan nafas hangat yang menerpa muka gue.
Lagi lagi... gue dibuat bengong dan terpaku, karena dia menempelkan bibirnya dan bukan Cuma itu, gue bisa merasakan ada lum*tan lembut di bibir gue. Jantung gue makin gak aman. Muka gue seakan boom yang akan meledak sebentar lagi.
Sungguh gue gak tau apa yang terjadi sama diri gue dan gue juga gak tau apa yang dipikirkan kak Macri, sampai dia berbuat seperti ini.
Tapi rasanya enak.
Gue yang merasakan manis pada bibir kak Macri, mulai memejamkan mata menikmati belaian lembut bibir kak Macri yang memanjakan bibir gue yang tidak tau harus bagaimana.
Gue bisa merasakan pergerakan bibir kak Macri yang mulai menuntun dan mulai terbiasa, tidak seperti tadi yang masih kaku. Mungkin karena masih pertama.
Dia menggigit bibir gue pelan yang mendapat erangan lembut dari gue. Gue bahkan gak nyangka akan mengeluarkan suara yang menjijikkan seperti itu.
Dapat gue rasakan bibir kak Macri yang menungging ke atas, mungkin dia sedang tersenyum, tapi gue gak peduli karena gue mau ciuman ini lebih lama.
Gue bisa merasakan lidahnya yang masuk ke mulut gue, dan mengabsen semua benda yang berada di mulut gue, hingga...
Lidahnya bermain di sana dan mengajak lidah gue menari.
Gue gak menolak dan malah meladeni setiap perbuatannya di mulut gue. Gue mulai terbiasa dan mulai membalas ciumannya, walaupun masih kaku karena ini masih pertama kalinya bagi gue.
Setelah dirasa gue kehabisan nafas, gue memukul dada bidangnya. Dan dia yang mungkin tau, menjauhkan wajahnya dan mengelap bibir gue yang basah dengan ibu jarinya.
Gue menggambil nafas dengan tidak sabaran, seakan udara yang akan gue hirup sebentar lagi pergi jauh.
Gue menatap lekat cowok yang sudah mengambil ciuman pertama gue dan dia hanya memberikan senyuman manis kepada gue.
Gue masih malu dan malu banget, rasanya gue pengen menghilang dari dunia ini. Dan anehnya, kenapa tadi gue gak menolak dan malah gue mau lagi. Kayaknya ada yang salah sama gue.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments