Chap 4

Hari ini gue akhirnya tau kalau kak Macri selama ini bad mood karena papanya akan nikah lagi sama cewek yang mempunyai putra yang seumuran dengan gue. Katanya putranya ini agak culun, tapi dia ganteng agak imut juga sih katanya, hanya ditutupi culunnya aja. Ditutupin culunnya aja masih terlihat ketampanannya, apalagi kalau dia gak culun. Mungkin gue udah klepek-klepek sama dia. Tapi enggak deng, gue orangnya setia sama kak Nico.

Katanya hari ini hari pernikahan bokap nya, makanya semalam dia gak sekolah. Dan adik tirinya akan sekolah dan sekelas sama gue. Kalau kalian tanya kenapa gue bisa tau, karena abang gue yang kasih taulah. Ya kali gue tau sendiri.

Katanya kak Nico mau gue datang ke sana, makanya abang gue ngajak gue juga. Dan tak lupa gue juga mengajak teman gue, karena gue gak mau jadi kayak anak orang hilang karena gak ada temannya. Karena gue yakin, abang gue pasti ninggalin gue nanti.

Gue udah berdandan rapi nan cantik, dan waktunya capsus bareng abang gue, kali ini gak pakai motor. Masa iya udah dandan cantik-cantik, pakai gaun yang cantik dan abang gue juga udah ganteng dengan setelan kemeja putih dan tampilan yang cantik. Jadi kami pakai mobil abang gue. Abang gue sih ada mobil, dikasih sama ayah waktu ulang tahunnya yang ke 18, tapi jarang dipakai karena abang lebih suka bawa motor.

Setelah melewati rintangan maut yang mematikan, canda jangan serius amat.

Gue sama abang gue akhirnya sampai ke tujuan dengan selamat. Jangan lupa bersyukur.

Gue turun dari mobil dan melihat pemandangan yang sangat indah dimata gue. Pokoknya desain nya cantik banget. Gue sampai bingung mendeskripsikannya bagaimana, yang pasti gue terpesona bahkan gue rasa, muka gue udah merona padahal hanya terpesona saja.

Gue dan abang gue menunggu teman kita pada datang, biar sama-sama masuk gitu. Dan setelah menunggu dengan waktu yang agak lama, kami akhirnya berkumpul dan masuk dengan disambut dua perempuan dan dua laki-laki yang cantik dan tampan.

Setelah gue memasuki gedung yang dihiasi itu, gue masih harus dikejutkan oleh pesona luar biasa dari kak Macri. Dia ganteng banget cok. Dengan setelan jas putih dan dasi kupu-kupu di kemeja putihnya. Pokoknya dia tampan banget, gue hampir ngiler nengok nya. Dan di sampingnya ada cowok asing yang belum pernah gue temuin sebelumnya. Kayaknya dia itu saudara kak Macri deh. Karena setelan mereka sama tapi kak Macri tampaknya kurang bersahabat. Padahal lelaki itu udah mencoba mendekati kak Macri. Gue ngerti sih perasaan kak Macri gimana.

Pasti dia sakit hati banget, walaupun keluarga barunya sebaik apapun, tetap aja ada luka yang melekat dihatinya, ketika kenangan ibunya yang di surga membayangi setiap pikirannya saat ini. Gue juga tau perasaan saudaranya yang dicueki sama kak Macri, pasti dia juga merasa apa dia kurang pantas atau kurang baik sampai dengan segitunya tidak diterima. Pasti dia sakit hati, karena udah banyak usaha dilakukan, tetap aja gak digubris sama kak Macri.

Dan gue juga yakin pasti ada perasaan tidak rela kalau ibunya akan menikah lagi, tapi dia bersikap lebih dewasa untuk kebahagiaan ibunya juga. Makanya dia tidak menyerah sama saudaranya yang satu itu. Gue gak bilang kak Macri gak dewasa, hanya saja saudaranya lebih mementingkan perasaan yang lain dan menutupi perasaannya dengan lekat, yang berbanding terbalik dengan kak Macri.

Daripada memikirkan perasaan mereka, mending gue memikirkan perut gue yang keroncongan.

Gue berjalan ke tempat makanan dihidangkan yang entah kapan teman gue sama abang dan kak Nico udah di sana. Ya ampun, jadi gue ditinggal nih ceritanya. Dan gue dengan bodohnya gak sadar gitu.

“Oh, dah siap mengagumi pangerannya yang tampan?” Angel menaik-turunkan alisnya dengan senyuman yang gak gue suka, senyum mengejek.

“Lho pada tega banget ninggalin gue sendiri, kalau gue diculik gimana?” kesal gue kepada mereka yang malah mendapat tawa dari mereka, kesal banget deh pokoknya.

“Lho yang budek karena pesona Macri, kenapa kita yang disalahin?”

“Tau tuh. Kita udah manggil nama lho, tapi lho tetap kekeh menatap kak Macri tanpa peduli sama kita” timpal Febry setelah abang gue.

Dan yang paling gue gak suka adalah saat kak Nico yang ikut tertawa tanpa ada rasa cemburu. Apa gak ada rasa kak Nico sama gue walaupun hanya sedikit aja? Entah mengapa hati gue sakit saat melihat senyuman indah kak Nico. Baru kali ini gue benci senyuman itu.

Senyuman yang selama ini gue nanti dan gue rindukan, mendadak menjadi senyuman yang paling gue hindari saat ini.

“Ya udah, maaf deh abang salah karena kurang keras memanggil kamu. Janji gak ditinggal lagi adik gue yang imut ini. Jangan cemberut lagi dong” alih-alih abang tau rasa sedih gue, kayaknya dia sedikit menghibur.

Dia mengambil makanan terus dikasih deh sama gue.

Yah, rasa sedih gue sedikit mereda akan perlakuan abang gue ini. Walaupun nyebelin tapi selalu jadi orang yang menghibur dikala sedih. Selalu menjadi orang yang mencairkan suasana dikala dibutuhkan. Gue sayang banget sama abang gue yang nyebelin banget ini.

Gue makan dengan lahap tanpa memperdulikan hati gue yang sakit tadi. Sekarang gue udah melupakannya, secepat itu gue melupakan rasa sakit yang bahkan baru saja menimpaku.

Mungkin begini yang dirasakan Febry kepada Bara. Tapi gue kasihan sama Febry, karena Bara itu terlalu sering buat dia sakit. Dan dengan bodohnya dia terus memaafkan, sebanyak apapun kesalahannya.

Gue meminum minuman warna merah yang lumayan pekat, mungkin jus gak tau jus apa. Tapi rasanya enak banget. Manis pakai banget deh pokoknya. Gue belum pernah merasakan minuman seenak ini. Dan gue udah menghabiskan dua gelas.

Dan pada saat gelas ketiga sudah berada diujung tanduk bibir, abang gue malah menarik gelas dan meletakkannya di atas meja. Gue jelas bingung dong, padahal kan Cuma jus dan rasanya enak banget pakai banget.

Abang gue yang sepertinya tau gue kebingungan, menjawab.

“Nanti kamu mabuk, udah jangan minum lagi” ucapnya menyodorkan minuman mineral.

“Tapi enak, gue ma…”

“Gak, minum ini jangan minum itu lagi ngerti?” tegasnya memotong omongan gue dan kalau dia udah bersikap seperti itu, berarti gak boleh dibantah.

Gue akhirnya menuruti permintaanya dengan berat hati dan meminum air mineral yang dibawa entah dari mana ia dapatkan.

“Pintar” mengelus kepalaku gemas dengan senyum yang memukau.

Gue akui, abang gue ini memang tampan walaupun gue gak pernah bilang, gue selalu ejek dia jelek karena dia juga gak pernah muji gue, jadi gue juga gak pernah lah muji dia.

Dipuji banyak orang aja senangnya bukan main, apalagi kalau gue muji dia, pasti udah melayang tinggi tuh dia.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!