Chap 3

Dah lima hari, tapi kak Macri masih diam aja, gak kayak biasanya. Bahkan saat ini gue gak liat kak Macri menunggu seperti biasanya, hanya kak Nico aja yang nunggu. Gue menelusuri setiap inci, mana tau kak Macri di tempat lain. Mungkin karena kak Nico peka kalau gue sedang mencari kak Macri, ia langsung menjawab gue tanpa gue tanya dulu.

“Dia gak masuk”

“Kenapa?” tanya gue canggung karena agak malu juga sih. Orang yang selalu gue hindari dan selalu bersikap ketus, malah gue cari.

“Kenapa gak tanya langsung aja?” jawab kak Nico mengangkat bahunya tak acuh.

“Gimana caranya?”

Kak Nico sama abang gue nampak menahan tawanya. Gue jadi malu, lagian ngapain juga sih gue tanya kek gitu, kayak pacar yang sedang gelisah aja karena pacarnya gak masuk.

“Kan ada telpon adik gue tersayang” bang Feli mengelus rambut gue.

“Ih… kusut tau…” gue hempaskan aja tangan abang gue kasar. Kan rambut gue yang uda tertata rapi malah kusut lagi karena abang gue ini.

“Ya ela gitu aja” ucapnya yang mencubit pipi gue gemas.

Walaupun cubitannya gak sakit, tapi tetap aja gue gak suka. Malu tau, banyak orang yang liat. Kayak gue anak kecil aja, padahal kan udah besar.

Gue mengelus lembut pipi gue yang udah merah karena cubitan abang gue. Bahkan kuping gue juga kayaknya dah memerah seperti biasa kalau habis dicubit abang gue.

Kak Nico hanya tertawa kecil melihat tingkah kami.

Terdengar suara motor yang tak lain milik Bara. Gue liat Febry turun dari motor Bara dan membuka helem nya. Gue liat Febry tersenyum manis sama Bara dan hanya dibalas senyum tipis yang hampir tidak terlihat. Saat gue dengan sengaja beralih melihat kak Nico, entah mengapa raut wajah kak Nico tidak seperti tadi, kayak ada rasa kecewa atau cemburu mungkin. Tapi mungkin cuma perasaan gue doang, gak mungkin juga kan kak Nico suka sama Febry.

Febry menghampiri kami dan Bara udah capcus duluan. mungkin ke kantin atau ke kelas atau kemana ajalah, gue gak peduli.

“Hi girl, kak Nico double” sapanya melambaikan tangan dengan senyuman manis dan alis yang dinaikturunkan.

Gue membalas dengan senyuman juga pastinya. Begitu juga dengan kedua cowok yang bersama gue ini.

Gue menatap kak Nico dimana tatapannya masih tertuju menatap lekat Febry, seakan dia tidak mau sahabat gue ini pergi dari hadapannya.

Entah itu hanya perasaan gue doang atau gak, yang pasti hati gue seakan ditusuk-tusuk. Tapi gue menepis semua pikiran gue itu dan mengubahnya menjadi pikiran yang positif. Seperti mungkin aja kak Nico hanya menganggap Febry sebagai adik yang disayanginya, mungkin. Hahaha.

“Ayok Ri… kita ke kelas” ajak Febry menggenggam tangan gue. Gue hanya mengangguk tanda mengiyakan.

“Kami duluan yah kakak-kakak tampan”

“Yoi…” ucap abang gue dan kak Nico hanya tersenyum. Kami berlalu meninggalkan mereka.

“Lho murung bae, jeng” canda Febry yang mungkin melihat kusut wajah gue.

“Gak tau, gue lagi gak mood aja” jawab gue dengan ekspresi yang masih sama.

“Lho beberapa hari ini kenapa sih? Selalu aja bilang gak mood. Lho ada masalah?” tanyanya yang mungkin khawatir.

“Entahlah, gue juga bingung”

“Oh, iya… lho tau gak kenapa kak Macri gak masuk hari ini?” lanjut gue.

“Ya ela, karena kak Macri toh, kirain ada masalah. Gak tau tuh, gue aja tau kak Macri gak masuk dari lho barusan.” jawabnya santai.

“Kayaknya kak Macri ada masalah deh, soalnya dah lima hari dia cuekin gue, gak biasanya aja dia kek gitu. Terus hari ini malah gak sekolah. Kan aneh?”

“Ulu…ulu.. Ada yang kangen dijahili kak Macri toh!” mencubit hidung gue dengan ekspresi yang gak gue suka banget.

“Apaan sih, kan gue Cuma aneh aja gitu”

“Ya ela, bilang aja lho kangen. Gak usah gengsi deh”

“Siapa juga yang gengsi” gue berjalan mendahului dia dengan kaki yang dihentak-hentakkan. Abisnya kesal banget sama dia.

.

.

.

Ahh… akhirnya pulang juga. Bosan banget, padahal ini sabtu, dimana kita lebih cepat pulang dari hari biasa, kecuali jumat yah. Jumat tuh cepat banget pulangnya, makanya gue suka.

Gue bersama dua teman sejoli, pergi ke parkir. Dan tumben banget abang gue belum di sini. Biasanya dia yang nungguin kita.

Dan setelah lima menit menunggu, akhirnya abang gue nongol dengan kak Nico. Untung aja teman gue ini pada baik ikutan nunggu juga.

“Hello cewek cantik, dah lama nunggu yah” ucap kak Nico menengahi gue dan Febry dengan lengannya yang berada di bahu kita berdua.

“Gak kok kak” jawab gue malu.

“Gak apanya, dah lima menit ini, lama tau…” ketus Angel yang pinggangnya dapat siku tangan gue.

“Maaf yah baby girl…” usap tangan abang gue ke rambut Angel. Dan seperti biasa pasti di geplak sama Angel. Keras banget lagi tuh, pasti sakit banget. Kan secara besti gue ini tomboy.

“Kasar amat, hati-hati loh entar cinta sama abang” goda abang gue, yang menurut gue alay banget. Pengen muntah gue dengarnya.

“Dih.. geer banget jadi orang” ketus Angel.

“Udah jangan pada berantem, nanti bucin akut baru tau rasa” ejek kak Nico menengahi.

“Oh iya, lho pulang bareng siapa Feb?” tanya kak Nico menatap lekat Febry.

“Mungkin naik angkot kalau gak ojek aja, soalnya Bara udah duluan, ada urusan katanya” balas Febry menghela nafas panjang.

“Ya udah, bareng gue aja. Sayang uangnya”

“Tapi nanti ngerepotin kak Nico”

“Gak kok, lagian kalau ngerepotin, gak mungkin gue tawar kan?” terlihat tawa kecil dari kak Nico seperti menahan gemes.

Dan seperti biasa, hati gue kek ada yang nusuk. Sakit banget rasanya, padahal gue yakin sahabat gue ini gak akan mengkhianati gue, karena dia cinta banget sama Bara.

“Ya udah deh, kalau gitu” ucap Febry girang, tapi gue liat gak ada rasa cinta di sana. Hanya bahagia aja karena ada yang gratis.

Padahal dia kaya, tapi kalau ada yang gratis pasti matanya langsung berbinar. Apalagi soal makanan gratis jangan ditanya deh, padahal dia bisa saja dengan mudah mendapatkannya, tapi katanya beda aja rasanya. Oh iya, tentang dia yang naik ojek atau angkot, bukan karena dia gak ada kendaraan, dia udah punya mobil malah, hanya saja papanya gak ngizinin Febry bawa kendaraan, karena masih dibawa umur. Dah tau dibawah umur malah dikasih mobil, dasar papanya Febry.

Dan sebenarnya Febry ada supir, tapi dia gak mau karena supirnya ini genit, bahkan supirnya ini kadang dengan lancang mengelus tangan febry. Kalau kalian Tanya kenapa gak dipecat aja? Karena papanya gak terlalu percaya, karena kalau sama papanya, pasti supirnya ini bersikap sangat tegas dan sopan dan satu alasan lagi papanya enggan memecat dia, karena supirnya harus membiayai istri dan tiga anaknya yang masih kecil.

Setelah jemputan Angel datang, kami berangkat bersama. Walaupun masih kurang terima kalau Febry dibonceng sama kak Nico.

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***