Mahabbah Cinta Sang Mantan ~ 5

Arion hanya menganggukkan kepalanya mendengar cerita kakek Ramdhan. Namun alam pikirannya masih mengembara berusaha menggali memorinya tentang nama itu. Sebuah nama yang mampu menyita seluruh perhatiannya. Arion tak habis pikir dengan daya ingatnya kali ini terlalu lemah.

'Huffftt ,,, mengapa tak ada bayangan sedikitpun ?' Batin Arion frustasi.

Di waktu yang bersamaan namun berbeda tempat. Aruna pun tiba di rumah dan disambut oleh nenek Sarah. Wanita tua itu tak sabar ingin mendengar cerita cucunya.

“Maafkan nenek gak cerita tentang tempatmu bekerja tapi kalau kamu merasa tersiksa, berhenti saja. Nanti nenek yang bicara pada Ramdhan. “ Ucap nenek Sarah membuka pembicaraan.

“Gak apa-apa kok nek, untuk sementara biar Runa kerja di sana sambil melamar di perusahaan lain. Runa sudah menutup lembaran masa lalu. Lagi pula pria itu gak ingat siapa Runa. Tujuan Runa kan hanya kerja untuk cari nafkah nek.” Balas Aruna lembut. Walaupun hatinya bergemuruh penuh amarah pada pria itu namun tak mungkin ia perlihatkan pada nenek Sarah.

“Syukurlah nak.” Nenek Sarah tersenyum lega.

Cucunya ternyata sudah mampu mengendalikan diri dan melupakan masa lalunya. Setiap kali melihat wajah cantik cucunya, nenek Sarah selalu diliputi rasa bersalah. Jika saja dulu ia tak mendandani Aruna hingga terlihat dekil mungkin saat ini cucunya sudah bahagia. Dan tidak pernah merasakan sakit hati seperti enam tahun lalu.

Perubahan wajah Aruna memang membuat pangling. Bahkan nenek Sarah pun hampir tak mengenalnya. Beruntung nenek Sarah mengenali mata bulat nan bening milik Aruna. Namun jika teman-teman SMA nya melihat Aruna saat ini pastilah mereka mengira jika Aruna operasi plastik.

“Nenek gak usah memikirkan kejadian yang dulu. Saat itu kan Runa masih remaja dan belum melihat dunia yang maha luas ini. “ Aruna terkekeh mengingat masa-masa labilnya yang hampir setiap hari protes dengan wajahnya yang teramat jelek.

“Oh ya, nenek masih menyimpan foto Runa tanpa dandan dekil, kan ? Buat jaga-jaga aja sebagai bukti kelak jika Runa gak melakukan operasi plastik. “ Sejak kedatangannya, Aruna belum sempat menanyakan hal itu karena keesokan harinya nenek Sarah langsung menyuruhnya segera bekerja di perusahaan PT. Glo_Tech.

“Tentu sayang, sebentar nenek ambilkan. “ Nenek Sarah kemudian meninggalkan Aruna yang berbaring di sofa melepas penatnya.

Nenek Sarah kemudian kembali dengan sebuah album ditangannya. Aruna pun bangun dan menerima album tersebut. Sebuah senyuman terbit menghiasi wajah cantiknya.

“Lho, kenapa di keluarin, sayang. “

“Buat simpan di dompet, nek. Lumayan buat kenang-kenangan. “ Aruna terkikik geli melihat penampilannya yang dekil di balut seragam putih abu-abu, sementara foto yang tanpa dandanan dekil memakai gaun berwarna peach nampak cantik dan anggun.

Ingatan Aruna kembali ke masa lalu dimana saat ia memakai gaun peach sambil menunggu pria yang akan bertunangan dengannya secara resmi. Saat itu Aruna baru saja lulus Sekolah Menengah Atas. Namun hingga tengah malam dan para tamu sudah pulang akan tetapi pria tersebut sama sekali tak menampakkan batang hidungnya. Hanya sebuah pesan yang mempermalukan dan menjatuhkan harga dirinya. Aruna masih mengingat pesan itu dan menjadikannya sebuah motivasi untuk menjadikan dirinya sebagai seorang wanita yang kuat dan tangguh serta memantaskan diri untuk dicintai.

Nenek Sarah menyentuh punggung tangan Aruna. Nenek Sarah tahu perasaan cucu satu-satunya yang ia miliki. Bunda Aruna adalah anak tunggal Nenek Sarah dan Aruna pun hanya anak semata wayang dari kedua orang tuanya.

“Maafkan nenek dimasa lalu, sayang. Jika saja nenek tidak ketakutan, pasti kamu sudah bahagia saat ini. “ Ucap nenek Sarah sendu.

“Bukan salah nenek, takdir Aruna memang sudah seperti ini nek. Yang penting sekarang semua baik-baik aja dan kak Arion pun tak mengenaliku.” Aruna tersenyum bijak menenangkan nenek yang sangat ia sayangi.

Rasa sayangnya pada sang nenek membuat Aruna tak akan pernah bisa membantah setiap keputusan yang nenek Sarah ambil untuknya. Aruna sangat menyadari rasa sayang sang nenek padanya melebihi apapun. Semua hanya untuk kebahagiaan Aruna.

“Runa mandi dulu nek, gerah seharian diluar. “ Lanjut Aruna seraya mencium pipi nenek Sarah.

“Jangan lama-lama di kamar mandi nanti telat jodoh “ Teriak nenek Sarah sebelum Aruna menghilang.

Aruna hanya mendelik tanpa membalikkan badannya mendengar teriakan sang nenek. Setelah Aruna menutup pintu kamarnya, nenek Sarah pun ke dapur meminta bi Tika menyiapkan makan malam.

Selesai dengan segala ritual mandinya, Aruna lalu keluar dan mengistirahatkan tubuhnya sejenak. Seharian ia tak menyapa kasur dan bantalnya. Saat matanya mulai meredup, ingatan tentang seseorang di Inggris sana mengganggu tidurnya. Sejak tiba di tanah air pria yang mengisi hari-harinya setahun belakangan ini hanya satu kali memberinya kabar. Aruna juga tak mungkin selalu meneleponnya karena perbedaan waktu dan kesibukannya sejak bekerja.

Aruna hanya bisa menarik napas panjang dan memasrahkan segalanya pada Sang Pemilik Kehidupan. Ia hanya bisa berharap yang terbaik untuknya. Aruna selalu berpikiran positif setiap hal yang terjadi dalam hidupnya.

Terdengar ketukan di pintu kamarnya membuat Aruna membatalkan pelayanannya ke pulau mimpi. Melirik jam diatas nakas yang menunjukkan waktu makan malam. Ia bergegas bangun dan membuka pintu kamar sebelum ketukan berikutnya.

"Non, nenek Sarah sudah menunggu di meja makan." Ucap wanita yang seumuran dengan nenek Sarah.

Aruna tersenyum manis dan menganggukkan kepalanya. Sejurus kemudian ia xudah menggandeng lengan bi Ina menuju meja makan. Seperti haknya nenek Sarah, Aruna pun sangat menyayangi bi Ina. Hanya mereka yang Aruna miliki di kota ini.

"Mesra banget. " Senyum nenek Sarah melihat keduanya.

"Harus dong, nek." Balas Aruna menarik kursi di depan sang nenek.

"Makan yang banyak agar kekuatannya pulih untuk menghadapi esok hari yang mungkin akan sangat melelahkan. " Ucap nenek Sarah lembut.

"Tentu saja, nek. Lagipula Runa kan bukan gadis yang harus menjaga berat badan. Makan sebanyak apapun tak akan membuatku kelebihan berat badan." Aruna mulai menggerakkan tangannya mengambil berbagai macam lauk kesukaannya.

Selama kurang lebih enam tahun hidup di negeri orang, ia selalu merindukan masakan bi Ina yang sangat memanjakan lidahnya. Kini saatnya ia memenuhi segala keinginannya untuk menikmati masakan Indonesia. Sejak tiba di tanah air, setiap hari bi Ina memasakkan makanan kesukaannya.

"Nikmat mana lagi yang engkau dustakan." Gumam Aruna dengan mata berbinar.

Nenek Sarah hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat bagaimana lahapnya Aruna menyantap makan malamnya.

"Pelan-pelan, sayang. Nenek hanya makan sedikit kok. " Ucap nenek Sarah terkekeh di ujung kalimatnya.

Cucunya benar-benar penikmat segala jenis makanan. Entah perutnyante4buat dari apa dan makanan yang dimakannya pun entah kemana.

🌺🌺🌺🌺

S3LAMAT PAGI READERS ,,,

MAAF UPNYA SEDIKIT TELAT

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***