Teman-teman baca sampai selesai, ya. Kemudian kasih like dan komentar. Semoga hari ini kalian bahagia.
***
Bab 14
Aulia dan Annisa duduk dengan manis di jok belakang sedangkan Fathir menyetir di depan. Hari ini mereka berencana pergi ke mall yang jaraknya sekitar 13 kilometer dari pesantren. Aulia jarang sekali jalan-jalan ke kota. Paling dia pergi ke pasar bersama Nenek Halimah. Atau pergi ke minimarket yang dekat rumah, itu juga untuk mengantarkan pesanan dagangannya.
Meski itu merupakan kota kecil, di sana banyak warga yang melakukan transaksi jual beli. Kota Sukahening merupakan kota kecil yang mayoritas penduduknya adalah pedagang dan petani. Hanya sebagian kecil yang merupakan pegawai negeri. Selain itu penduduk juga merupakan buruh pabrik industri rumah tangga. Kelebihan warga di sana mereka itu tidak suka jadi pengangguran, makanya memilih berdagang.
"Ternyata banyak pedagang yang jual barang dagangannya di sini?" tanya Aulia kagum melihat orang-orang yang sedang melakukan tawar menawar di sepanjang jalan alun-alun kota.
"Ya, mereka jualan di sini hanya seminggu dua kali biasanya. Hari Kamis dan Minggu dari jam delapan pagi sampai jam tiga sore. Namun, selama satu Minggu ini semua bebas jualan dari jam tujuh pagi sampai jam lima sore. Ini dalam acara ulang tahun pendirian kota suka hening. Kalau kamu mau, ada juga festival di kecamatan sebelah. Nanti kita jalan-jalan ke sana," jelas Annisa.
"Aku harus pulang sebelum waktu Ashar," ujar Aulia dengan rasa bersalah karena terlihat jelas kalau Annisa begitu bersemangat.
"Ya, nggak apa-apa. Kita jalan-jalan di mall saja," kata Annisa.
"Penduduk kota ini banyak yang jadi pedagang?" tanya Aulia.
"Hmm, mungkin lebih tepat penduduk desa menjadi pedagang di kota. Biasanya mereka menjual hasil bumi milik kebun pribadi atau membeli langsung ke petani tanpa perantara," jawab Annisa.
"Warga di kampung kita juga rata-rata pedagang. Ya, apa kamu tahu alasan mereka memilih menjadi pedagang?" tanya Annisa dan Aulia menggeleng.
"Karena dalam Islam, profesi menjadi pegang itu mulia. Rasullullah dan banyak dari para sahabat menjadi seorang pedagang hebat. Mereka handal dalam berbisnis," jawab Annisa dan membuat Aulia menatapnya dengan penuh kagum.
"Asal jadi pedagang yang amanah dan jujur," lanjut Fathir ikut dalam obrolan.
"Seperti dalam hadis juga juga disebutkan, 'Pedagang yang jujur dan terpercaya akan dibangkitkan bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan para syuhada'." Fathir menjelaskan secara lebih terperinci.
"Lia, sekarang kamu juga sudah jadi pedagang keripik ubi, singkong, dan talas, 'kan?" Annisa tersenyum pada temannya itu.
"Iya. Nenek Halimah sering mengingatkan aku saat menimbang keripik-keripik itu, agar jangan sampai kurang timbangannya. Aku sampai beberapa kali menimbang karena takut kurang," jawab Aulia jujur.
"Dosa besar jika seorang pedagang melakukan kecurangan dalam berdagang. Misalnya menjual barang rusak atau mengurangi takarannya," ujar Fathir.
"Oh, iya. Bukannya ini juga ada dalam Alquran. Surah apa, ya? Aku pernah baca terjemahannya yang ada kata-kata jika takaran untuk dirinya sendiri minta dipenuhi, tapi jika dia menakar untuk orang lain dia mengurangi," tanya Aulia sambil mengingat-ingat.
"Itu Surah Al Muthoffifin, yang bunyinya: 'Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)!. (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dicukupkan, dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi.' itu ayat satu sampai tiga," jawab Fathir.
Aulia menatap punggung Fathir, rasa kagum akan sosok laki-laki itu semakin bertambah. Selain mempunya paras yang tampan, hati dan akhlak yang baik, juga suara yang indah. Pemahaman akan agama juga yang membuat Aulia menyukai pemuda ini.
Jantung Aulia sering dibuat berdebar jika mendengar ayat-ayat suci. Dia yang masih fakir akan ilmu agama, selalu haus akan mendapatkan ilmu.
"Insha Allah, Aulia termasuk pedagang yang amanah dan jujur," ucap Annisa sambil merangkul pundak Aulia.
"Insha Allah, Aamiin Ya Rabbal Alamin," balas Aulia sambil tersenyum malu.
***
Ketiga orang itu pun mendatangi baju yang menjual busana muslim. Bahkan Annisa membelikan baju yang senada untuk Aulia. Hanya potongannya saja yang berbeda. Bahkan Fathir pun dipaksa beli baju untuk couple mereka. Baju berwarna hijau tua dan warna biru dongker. Mereka membeli 2 baju untuk masing-masing orang. Dikarenakan sedang ada harga promo dalam menyambut ulang tahun Kota Sukahening.
"Ning, ini terlalu berlebihan untuk aku," kata Aulia saat Annisa memberikan 2 setel gamis dan khimar.
"Enggak. Ini karena harga baju sedang murah. Dan juga tidak berlebihan. Aku tahu kamu tidak punya banyak baju gamis. Jadi, terimalah!" Annisa memberikan paper bag pada Aulia.
"Terima saja Aulia. Itu rezeki dari Allah untukmu lewat Annisa," ucap Fathir. Sebenarnya dia juga ingin membelikan gamis juga untuk Aulia. Mumpung lagi murah, tetapi pasti itu akan membuat Aulia tidak enak hati. Jadi, dia mengurungkan niatnya itu.
"Ning, terima kasih, ya. Semoga menjadi ladang pahala untuk kamu. Dan semoga Allah semakin melapangkan rezeki untuk kamu," kata Aulia mendoakan kebaikan untuk Annisa.
"Aamiin. Yuk, sekarang kita makan sebentar lagi masuk waktu Dzuhur," ajak Annisa.
"Sebaiknya kita sholat Dzuhur dulu setelah itu baru makan. Eh, lesehan di pinggir sawah itu, masakannya enak," ucap Fathir. Akhirnya mereka pun sholat Dzuhur di tempat mereka makan siang.
Acara jalan-jalan di mall dan membeli baju, membuat Aulia senang. Dia tahu betapa ramainya kota di sana. Aulia juga baru tahu kalau kota tempat tinggalnya itu ternyata terkenal akan home industri mukena dan baju busana muslim yang akan dikirim ke kota-kota besar yang ada di pulau Jawa dan Sumatra.
***
Sore hari seperti biasa sehabis pulang dari pengajian di mesjid Al-Ikhlas. Aulia akan membungkus keripik-keripik yang tadi pagi sampai siang dia buat. Sore harinya baru di bungkus. Aulia mengolah hasil kebun milik Kakek Yusuf dan hasil keuntungannya dibagi dua. Tiap dua hari sekali mereka dapat uang sekitar 200.000 tiap orang. Aulia menyisihkan sebagian untuk keperluannya, dan sebagian lagi di sedekahkan.
"Kakek, katanya malam ini mau mengisi pengajian di RT sebelah?" tanya Aulia.
"Iya. Ada apa?" tanya Kakek Yusuf sambil tersenyum.
"Ini tolong bagikan untuk anak yatim, piatu atau orang jompo," pinta Aulia sambil menyerahkan beberapa amplop yang sudah diisi dengan uang yang sama rata.
"Alhamdulillah. Semoga Allah membalas kebaikan yang kamu lakukan ini, Nak." Kakek Yusuf membelai kepala Aulia sambil tersenyum.
"Alhamdulillah, Kek. Jualan tiap hari selalu habis. Jadi, punya uang untuk bersedekah," ucap Aulia tersenyum bahagia.
"Itulah janji Allah. Setiap harta yang kita sedekahkan, maka akan berkali lipat digantikan. Asal kita tulus dan ikhlas niatnya karena Allah," kata Kakek Yusuf lagi.
Nenek Halimah yang melihat itu selalu menitikkan air matanya. Dia senang Aulia termasuk anak yang mau berubah demi kebaikan masa depannya. Meski kadang Aulia masing sering menangis karena teringat akan dosa-dosanya.
"Assalamu'alaikum. Ustadz Yusuf … Ustadzah Halimah!" panggil seseorang dari depan rumah.
"Wa'alaikumsalam," balas Kakek Yusuf sambil berjalan ke arah pintu.
"Siapa yang datang mau menjelang magrib?" Nenek Halimah bertanya-tanya.
***
Siapa yang datang? Ada apa, ya, kira-kiranya? Tunggu kelanjutannya, ya!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Mut Mainah
selalu ku tunggu
2022-11-08
3
🌷💚SITI.R💚🌷
cerdas banget aulia smg allah berikn jidoh yg trbaik..
2022-08-31
1
Anha Ruheni
kenapa yg ini sepi komentar yah ,padahal bagus loh ceritanya
2022-08-17
1