Malam itu, walaupun Dea dan Julian berada di tempat yang sama. Namun, orang-orang di sekitar mereka tidak membiarkan mereka bersama. Seperti saat ini, ketika para wanita tengah asik menonton Dea yang sedang melakukan berbagai macam ritual untuk menyambut hari esok, Julian datang menghampiri.
Lelaki itu masih penasaran soal pembicaraan mereka yang belum selesai kemarin sore. Bukan hanya itu, Julian juga penasaran kenapa gadis itu tidak ingin menerima panggilan darinya.
"Dea, boleh aku--" Belum habis lelaki itu berucap, para wanita yang sedang duduk mengelilingi tubuh Dea, segera mengusirnya.
"Hush! Hush! Sana-sana!" ucap salah satu dari mereka sambil tertawa renyah.
"Iya, mempelai prianya sudah tidak tahan," celetuk yang lain, yang kemudian disambung dengan gelak tawa mereka.
Mendengar ocehan serta tertawaan para wanita-wanita yang mengelilingi Dea layaknya pengawal pribadi, membuat Julian malu dan mengurungkan niatnya mendekati gadis itu. Ia berjalan mundur dan pergi dari tempat itu sambil tersenyum kecut.
"Sudah lah, Julian. Bersabarlah, besok 'kan kalian akan segera bertemu di pelaminan," goda sahabatnya sambil menepuk pelan pundak Julian.
Julian terkekeh pelan. "Ya, kamu benar."
"Ngomong-ngomong, Dea terlihat semakin cantik saja, ya."
Julian refleks menoyor kepala sahabatnya itu sambil menekuk wajahnya. "Apa kamu bilang?"
Lelaki itu tergelak. "Ya ampun, Julian. Aku 'kan cuma bilang Dea semakin cantik saja. Aku tidak bermaksud apa-apa, kok. Lagi pula mana mau Dea sama aku yang jelek ini!"
"Ingat, ya! Dea hanya milikku, hanya milikku!" celetuk Julian sambil menekuk wajahnya.
"Iya-iya, baiklah!"
-
-
-
Ke esokan harinya.
Acara pernikahan nan meriah itu pun akhirnya dilaksanakan. Para tetangga menyambutnya dengan sangat antusias. Pagi-pagi sekali mereka sudah berkumpul dan membantu pihak keluarga Julian mempersiapkan segala-galanya.
Para wanita sibuk menata berbagai macam menu hidangan di atas sebuah meja berukuran besar, yang akan disuguhkan untuk para tamu undangan. Sementara para lelaki sibuk mengangkat makanan dan minuman tersebut dari dapur menuju halaman, di mana pesta pernikahan Julian dan Dea digelar.
Bukan hanya para tetangga, Susi serta anak dan suaminya pun begitu antusias menyambut pernikahan mereka. Pagi-pagi sekali Susi sudah minta didandani kepada tangan kanan perias pengantin agar ia tampil cantik. Maklum saja, hari ini ia dan Herman akan duduk di pelaminan, tepatnya di sisi pengantin, bersama kedua orang tua Julian.
"Bagaimana? Ibu cantik 'kan, Virna?" tanya Susi kepada anak perempuannya.
"B aja, sih!" celetuk Virna sambil terus menenteng ponselnya ke depan wajah dan melakukan berbagai macam pose selfie.
"Ish, kamu! Ibu tidak akan kasih uang jajan lagi, ingat itu!" kesal Susi dengan wajah menekuk sempurna.
Setelah mendengar ancaman dari Sang Ibu, Virna pun terpaksa berbohong dan mengatakan bahwa Susi terlihat sangat cantik hari itu. "Iya, maafkan Virna. Ibu cantik, kok! Sangat cantik! Benar 'kan, Yah?"
Virna mencoba meminta dukungan kepada Herman, yang sejak tadi hanya diam sambil menatap kosong ke arah pelaminan megah yang belum berpenghuni tersebut.
"Ayah! Ayah dengar aku tidak?" kesal Virna karena Herman tidak juga menjawabnya.
"Ah, ya, Nak. Iya, kamu benar," sahut Herman sambil tersenyum tipis.
Sementara itu, di sebuah ruangan yang digunakan khusus untuk merias mempelai wanita.
Dea baru saja selesai dirias. Gadis itu terlihat sangat cantik dengan balutan gaun pengantin berwarna putih bercampur silver. Make up yang kini menghiasi wajah cantiknya, membuat Dea terlihat menjadi sosok mempelai wanita yang sempurna tanpa cela sedikitpun.
Begitu pula Julian. Lelaki itu terlihat berbeda dari biasanya. Dengan mengenakan setelan jas lengkap berwarna senada dengan gaun pengantin milik Dea, lelaki itu terlihat seperti seorang pangeran.
Selesai dirias, Sang Perias Pengantin pun segera menuntun Dea ke pelaminan. Begitu pula Julian. Lelaki itu menyusul dan kini berjalan di belakang calon istrinya itu.
Setibanya di pelaminan, Dea dan Julian segera duduk di singgasana mereka dengan posisi berdampingan. Sementara kedua orang tua Julian duduk di samping kanan dan di samping kiri ada Herman dan Susi sebagai wali dari pihak mempelai wanita.
Tidak ada obrolan yang berarti di antara Dea dan Julian. Selama di pelaminan, Dea terus bungkam dan hanya sesekali tersenyum jika fotografer memintanya untuk tersenyum.
Terlihat janggal di mata Julian saat itu. Apa lagi beberapa kali ia melihat Susi menghampiri Dea dan sepertinya terus mengancam gadis itu dengan kata-katanya.
"Dea, sebenarnya apa yang terjadi padamu? Kenapa kamu terlihat aneh beberapa hari ini?" ucap Julian dengan setengah berbisik ke pada Dea yang duduk di sampingnya dengan kepala tertunduk.
Dea tidak menjawab. Bibirnya yang di poles dengan lipstik berwarna pink tersebut tampak terkunci rapat. Hanya terdengar suara hembusan napas panjang yang keluar dari hidungnya.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
Ratu Gibah,,😝
kenapa ngk ada ijab kabul ny?🤔🤔
2022-11-15
0
Rinnie Erawaty
hiks🤧 bingung mo komen apa
2022-11-11
0
Kendarsih Keken
tinggal menunggu gong nya sajah dan semua nya hancur leburrr 😪😪😪
2022-09-27
2