"Bolehkah aku minta waktunya sebentar, Tuan Kusuma? Ada yang ingin aku bicarakan bersama Ervan," ucap Tuan Harry kepada ayahnya Ervan.
Tuan Kusuma pun mengangguk pelan. "Tentu saja, Tuan Harry. Silakan," sahutnya.
Tuan dan Nyonya Kusuma pun segera keluar dari ruangan tersebut dan memberikan kesempatan untuk Tuan Harry bicara bersama anak mereka. Sepeninggal Tuan dan Nyonya Kusuma, kini di ruangan itu tinggal Tuan Harry, Ervan dan David.
David meraih sebuah kursi kemudian meletakkannya ke samping tempat tidur pasien yang sedang ditempati oleh Ervan. Setelah itu David pun mempersilakan Tuan Harry untuk duduk di sana.
"Silakan, Tuan."
"Terima kasih," sahut Tuan Harry.
Lelaki paruh baya itu segera duduk di kursi tersebut seraya mengembangkan sebuah senyuman tipis menatap Ervan yang masih syok. Syok setelah mengetahui bagaimana keadaan kedua sahabatnya pasca kecelakaan yang mereka alami.
"Ervan, apa kamu masih ingat apa yang terjadi pada saat itu?" tanya Tuan Harry dengan begitu serius. Ia menatap lekat kedua bola mata pemuda itu dan berharap Ervan bisa membagi informasi yang benar soal kejadian tersebut.
Ervan mengangguk pelan dengan kedua mata yang tampak menerawang. Ia mencoba mengingat-ingat kejadian tragis itu. Dan benar saja, kejadian itu terekam jelas di kepalanya. Bahkan ia teringat akan berbagai kejadian sebelum terjadinya kecelakaan tersebut.
"Ya, saya ingat, Tuan." Mata Ervan terlihat berkaca-kaca untuk sepersekian detik, hingga akhirnya ia tidak bisa menahan buliran bening tersebut dan akhirnya lolos dari pelupuk matanya.
Lelaki itu sesenggukan. Tubuhnya bergetar dan tampak jelas sebuah penyesalan yang amat sangat di raut wajahnya saat itu.
"Ya Tuhan!" gumam Ervan sembari menutup wajahnya dengan kedua tangan.
"Tidak apa, Ervan. Lepaskan saja," ucap Tuan Harry sembari menepuk pundak Ervan dengan lembut.
Setelah beberapa menit kemudian, tangis Ervan pun mulai reda. Lelaki itu menyeka air mata dengan menggunakan sebuah tisu yang diberikan oleh Tuan Harry kepadanya.
"Sekarang kamu sudah tenang?" tanya Tuan Harry dan Ervan pun mengangguk pelan.
"Ya, Tuan."
Sebelum kembali melanjutkan pertanyaannya, Tuan Harry sempat menarik napas dalam dan menghembuskan nya secara perlahan.
"Sebenarnya apa yang kalian lakukan di Desa Nelayan itu? Dan apa yang membuat Alfa nekat mengemudikan mobilnya dalam keadaan mabuk?" tanya Tuan Harry penuh selidik kepada Ervan.
Menurut Tuan Harry, walaupun Alfa adalah anak yang sangat bandel, susah diatur dan suka membantah ketika dikasih tahu. Namun, ia tahu bahwa anak lelakinya itu paling anti mengemudikan mobil saat dirinya dalam keadaan mabuk. Dan anehnya, kali ini pewaris tunggalnya itu malah nekat mengemudikan mobil dalam kondisi seperti itu.
"Ehm, itu ...." Ervan menghentikan ucapannya. Wajahnya mendadak panik, apa lagi setelah ia ingat peristiwa sebelum kecelakaan itu terjadi dan apa alasan Alfa nekat mengemudikan mobilnya dalam kondisi mabuk.
Namun, tidak mungkin ia berkata jujur kepada Tuan Harry bahwa saat itu mereka mencoba melarikan diri setelah berhasil memperkosa salah satu gadis di Desa Nelayan tersebut. Ervan yakin, jika ia berkata jujur maka permasalahan mereka akan berbuntut panjang. Lagi pula, ia dan kedua sahabatnya itu sudah berjanji akan merahasiakan kejadian itu sampai kapanpun.
"Sebenarnya malam itu kami berniat menghabiskan waktu kami di pantai yang ada di desa itu, Tuan Harry. Dan seperti biasa, kami meminum-minuman memabukkan itu. Minuman yang memang sudah kami persiapkan sebelumnya. Ternyata beberapa Nelayan di sana merasa terganggu dengan kegaduhan yang kami ciptakan. Mereka marah kemudian mengusir kami dari pantai tersebut. Karena ketakutan, kami pun segera pergi dan Alfa nekat mengemudikan mobilnya. Hingga kecelakaan itu pun terjadi," tutur Ervan bohong.
Walaupun di dalam hati kecilnya menolak untuk berkata bohong kepada Tuan Harry, tetapi Ervan terpaksa harus melakukannya. Ia tidak ingin perilaku buruknya bersama kedua sahabatnya itu ketahuan oleh siapapun, apa lagi oleh Tuan Harry.
"Sekarang kalian tahu akibatnya, 'kan?! Aku sudah sering mengingatkan kalian soal efek minuman itu. Tetapi kalian semua tidak pernah peduli! Kalian bahkan tidak peduli dengan ucapanku!" kesal Tuan Harry.
Ervan menundukkan kepalanya. Apa yang dikatakan oleh Tuan Harry memang benar. Lelaki tua itu sering sekali memperingati mereka bertiga soal efek minuman beralkohol tersebut. Namun, sayang tak satupun dari mereka peduli. Termasuk Alfa, anak lelakinya Tuan Harry sendiri.
"Ya, Tuan Harry. Aku menyesal, sungguh-sungguh sangat menyesal," lirih Ervan.
"Seandainya kami mendengar kata-kata Anda, mungkin kecelakaan ini tidak akan pernah terjadi dan sampai sekarang kakiku pasti akan baik-baik saja." Ervan memperhatikan kakinya yang buntung dan masih terbalut perban dengan tatapan sedih.
Menyesal pun sudah tiada arti. Nasi sudah menjadi bubur. Kakinya yang diamputasi tidak akan mungkin bisa kembali normal. Begitu pula nyawa Arman dan kesucian gadis nelayan yang sudah direnggut oleh Alfa tidak mungkin kembali lagi.
"Ya, sudah. Sepertinya aku harus segera kembali." Tuan Harry melirik jam tangan mewah yang melingkar di pergelangan tangannya.
Ervan pun mengangguk pelan. "Baik, Tuan Harry."
Setelah berpamitan, Tuan Harry pun segera keluar dari ruangan itu dan diikuti oleh David dari belakang. Ia harus segera kembali ke ruangan Alfa dan Nyonya Kharisma yang juga masih membutuhkan perawatan.
Setelah beberapa saat, Tuan Harry tiba di ruangan Nyonya kharisma dirawat. Wanita itu tersenyum ketika dirinya datang mendekat.
"Bagaimana kondisi Alfa, Sayang? Apa dia sudah sadar?" tanya Nyonya Kharisma kepada Tuan Harry yang kini duduk di samping tempat tidurnya.
Pertanyaan itu hampir tiap hari keluar dari bibir Nyonya Kharisma. Bukan mengkhawatirkan kesehatannya sendiri, wanita itu malah lebih mengkhawatirkan kondisi Alfa yang masih stuck atau jalan di tempat dan tidak ada kemajuan sama sekali.
Tuan Harry menghela napas berat kemudian mencoba tersenyum kepada istrinya itu. "Masih sama seperti kemarin, Kharisma. Sebaiknya kita berdoa saja, semoga Alfa bisa sembuh dan kembali seperti sedia kala."
Ekspresi wajah Nyonya Kharisma kembali murung. Ia sedih karena hingga saat ini kondisi anak semata wayangnya itu masih sama dan tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa Alfa akan segera membaik.
"Setiap hari, setiap menit dan dalam setiap detik ku, tak pernah sekali pun aku absen mendoakan kesembuhan untuk Alfa. Tapi kenapa sampai sekarang Tuhan masih saja tidak mendengarkan doaku ini, kenapa?" ucap Nyonya Kharisma dengan setengah kesal.
Tuan Harry meraih tangan Nyonya Kharisma dengan erat kemudian bicara kepada wanita itu. "Hush! Jangan bicara seperti itu. Aku yakin suatu hari nanti Alfa pasti akan sembuh. Entah itu bulan depan, minggu depan atau pun besok, tidak ada yang tahu jika Tuhan sudah berkehendak, Sayang."
Nyonya Kharisma hanya bisa terisak di atas tempat tidur.
"Sudah, jangan terlalu dipikirkan." Tuan Harry mengelus lembut puncak kepala Nyonya Kharisma.
"Jika kamu terus seperti ini, yang ada kondisi kesehatanmu pun akan ikut memburuk, Kharisma. Apa kamu tidak kasihan denganku? Bukankah selama ini kamu sudah berjanji bahwa kamu akan terus menemaniku. Hingga kita tua dan menjadi grandpa serta grandma untuk cucu kita nanti?" lirih Tuan Harry.
Nyonya Kharisma menatap mata sendu Tuan Harry sambil menganggukkan kepala. "Maafkan aku," lirihnya.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
Anita Anita
Uda dapat karma Masi aja ngak mau jujur
2023-12-01
0
Samsuna
jujur saja Ervan😠
2023-05-04
0
Juline Kuhuwael
si ervan itu minta d kasih karma yg baru lagi tu thor... biar bisa jujur... kaki satu udah hilang msh tetap aja bohong..😤
2023-03-13
0