Malam itu Dea tidak bisa tidur karena memikirkan perkataan kakak iparnya tadi sore. Ia benar-benar ketakutan. Takut jika apa yang dikatakan oleh wanita itu benar-benar menjadi kenyataan.
"Ya, Tuhan! Cobaan yang Engkau berikan padaku sudah sangat-sangat berat dan janganlah Engkau berikan aku cobaan yang lebih berat dari ini," ucap Dea sambil menitikkan air matanya.
Dea melirik ke arah perutnya kemudian menyentuh bagian itu dengan perlahan. Tiba-tiba ada sebuah getaran yang ia rasakan bahkan getaran itu terasa sampai ke dalam hatinya. Getaran yang begitu kuat, hingga membuat Dea tersentak kaget.
Dea refleks memindahkan tangannya dari bagian perut dan sekarang wajah gadis itu tampak memucat. "Tidak! Itu tidak boleh terjadi! Tidak boleh," gumam Dea sambil menggelengkan kepalanya dengan cepat.
Jika Dea tengah mencemaskan masa depannya yang semakin suram, Julian tengah berbahagia karena pernikahannya bersama Dea sudah berada di depan mata.
"Bilang sama Dea, setelah menikah tidak usah menunda-nunda kehamilan. Lebih cepat, lebih baik. Lagi pula Ayah dan Ibu sudah tua, Julian. Kami sudah tidak sabar ingin menimang cucu pertama kami. Benar 'kan, Yah?" ucap Ibu Julian.
Ayah Julian pun tersenyum. Sama seperti yang dikatakan oleh istrinya, seperti itu pula yang ia rasakan saat ini. Ia pun sudah tidak sabar ingin menimang cucu pertama mereka.
"Ya, apa yang dikatakan oleh Ibumu benar, Julian. Ayah pun sudah tidak sabar ingin melihat bagaimana tampannya cucu laki-laki Ayah nantinya," sahut Ayah Julian.
"Lah, bagaimana kalau nanti yang lahir malah bayi perempuan?" tanya Julian kepada Sang Ayah yang begitu yakin bahwa cucu pertamanya nanti adalah seorang bayi laki-laki.
"Ya, tidak masalah. Walaupun yang lahir pertama adalah cucu perempuan, bagi Ayah sama saja," jawab Sang Ayah mantap.
Julian pun menghela napas lega. Ia senang karena ternyata Sang Ayahnya tidak mempermasalahkan baik itu cucu perempuan maupun cucu laki-laki. Ia tersenyum kemudian menghampiri kedua orang tuanya tersebut.
"Terima kasih, Ayah, Ibu. Aku berjanji kepada kalian bahwa aku akan tetap menjadi anak yang berbakti walaupun aku dan Dea sudah menikah," ucap Julian yang kini berjongkok di hadapan kedua orang tuanya tersebut.
"Aminn, selalu ingat kata-katamu ini ya, Julian." Lelaki paruh baya itu mengelus lembut puncak kepala Julian dengan mata berkaca-kaca.
"Ya, Ayah," sahut Julian mantap.
***
Beberapa hari kemudian.
Di Rumah Sakit.
"Bagaimana kondisi anak saya, Dok? Apakah sudah ada perkembangan?" tanya Tuan Harry kepada salah satu Dokter yang bertugas menangani Alfa.
Dokter itu menggelengkan kepalanya pelan dan wajahnya terlihat lesu. "Masih belum ada kemajuan yang berarti, Tuan Harry. Kondisi Tuan Muda Alfa masih sama seperti sebelumnya."
Tuan Harry menghembuskan napas berat. Jawaban Dokter tersebut membuat hatinya semakin sedih. Apa lagi kondisi Sang Istri yang sekarang ini juga ikut-ikutan menurun setelah mengetahui kondisi anak semata wayangnya tersebut.
"Ya, Tuhan! Berikan lah satu kesempatan lagi untuk anakku. Semoga setelah ini hidupnya bisa berubah menjadi lebih baik lagi," gumam Tuan Harry sambil terus memperhatikan tubuh Alfa yang lemah tak berdaya.
"Ehm, maaf, Tuan Harry. Saya permisi dulu soalnya masih ada pasien yang harus saya tangani," ucap Dokter itu sambil tersenyum kepada Tuan Harry yang masih tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Ucapan Dokter itu membuyarkan lamunan Tuan Harry. Tuan Harry segera membalas senyuman hangat Dokter tersebut kemudian menyahutnya. "Baik. Terima kasih banyak, Dokter."
Setelah Dokter pergi, David pun segera menghampiri majikannya tersebut. "Tuan Harry, apa Anda ingin mengunjungi Ervan Hardy Kusuma? Katanya, pemuda itu sudah sadar," ucap David kepada Tuan Harry yang masih terpaku menatap kondisi anaknya.
Tuan Harry sempat terdiam sambil berpikir. Setelah beberapa saat, ia pun menganggukkan kepalanya. "Baiklah. Ajak aku ke ruangan pemuda itu. Ada beberapa pertanyaan yang ingin aku tanyakan padanya," sahut Tuan Harry.
"Baik, Tuan." David pun segera menuntun lelaki paruh baya itu menuju ruangan di mana Ervan dirawat.
Beberapa meter sebelum mereka tiba di ruangan pemuda itu, terdengar suara jeritan yang begitu memilukan dari ruangan itu. Jeritan yang keluar dari bibir Ervan. Lelaki itu menjerit histeris setelah tahu bahwa kakinya sudah diamputasi oleh Dokter.
Ervan tidak bisa menerima kenyataan pahit itu dan ia terus mencaci-maki tim medis serta kedua orang tuanya yang ada di ruangan tersebut.
"Kenapa kalian mengambil keputusan ini sebelum meminta izin kepadaku, hah!" teriaknya dengan wajah memerah. Ia menatap satu-persatu wajah semua orang yang ada di ruangan itu, termasuk Ayah dan Ibunya.
"Kami terpaksa mengambil keputusan ini, Tuan Ervan. Sebab kondisi kaki Anda sudah tidak bisa dipertahankan lagi," jelas Dokter yang menangani Ervan.
"Apa yang dikatakan oleh Dokter itu memang benar, Nak. Kakimu sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Kami sudah melihat dengan mata kepala kami sendiri bagaimana kondisi kakimu saat itu. Dan demi kebaikanmu, kami pun terpaksa mengizinkan Dokter untuk melakukan tindakan operasi tersebut," tutur Ibunya Ervan.
Ya, pada saat kecelakaan, kaki Ervan terjepit body mobil. Bahkan team rescue pun kesulitan saat mencoba mengeluarkan tubuh Ervan dari dalam mobil milik Alfa yang sudah tidak berbentuk tersebut.
"Seharusnya kamu bersyukur, Nak. Tuhan masih sayang kepadamu. Kamu masih diberikan keselamatan. Kamu masih bisa menarik napas hingga sekarang. Coba lihat dua sahabatmu yang lainnya, Alfa dan Arman," lirih sang ayah dengan wajah sendu menatap ke arah puteranya, Ervan.
Seketika Ervan berhenti menjerit. Ia menatap lekat kepada Sang Ayah kemudian bertanya. "Memang apa yang terjadi pada mereka?"
Sang ayah membuang napas berat. "Arman meninggal di tempat, Van, dan ia sudah dimakamkan di samping makam Ayahnya. Sementara Alfa, Alfa masih ...." Belum habis Ayahnya berkata-kata, Tuan Harry dan David tiba di ruangan itu.
"Kondisi Alfa masih kritis dan sampai sekarang ia belum sadarkan diri," sela Tuan Harry sembari menghampiri tempat tidur Ervan.
Ervan terdiam dengan raut wajah kusut. Ia benar-benar tidak menyangka bahwa tragedi di malam itu sudah membuat salah satu sahabatnya harus kehilangan nyawa. Dan bukan hanya Arman, ia dan Alfa pun turut mendapatkan sebuah hukuman yang teramat berat.
"Terima kasih sudah bersedia mengunjungi kami, Tuan Harry. Mari, silakan duduk," ucap Ayah Ervan yang begitu antusias menyambut kedatangan Tuan Harry.
"Tidak masalah, Tuan Kusuma. Malah sebaliknya, tujuan saya ke sini adalah untuk meminta maaf karena kelalaian putra saya, putra Anda pun harus ikut merasakan akibatnya," sahut Tuan Harry dengan tatapan penuh penyesalan menatap lelaki sebayanya itu.
Tuan Kusuma menarik napas dalam kemudian menghembuskannya secara perlahan. Ia meraih tubuh Tuan Harry kemudian memeluknya dengan erat.
"Tidak, Tuan Harry. Yang salah di sini bukan hanya Alfa, tetapi juga anak saya," jawabnya.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
Sarini Sadjam
balasan allah melecehkan anak yatim..
2022-10-13
4
Kooki
coba ja dikehidupn nyata bs spt itu lnsung kna karma.
2022-10-04
0
Kendarsih Keken
itu karma kalian karena sydah jahat ke gadis lugu seperti Dea , gadis ystim piatu yng kalian leceh kan 😡😡😡😡😡
2022-09-27
1