Di saat Julian menciumnya, Dea hanya diam dan membiarkan lelaki itu melakukan keinginannya. Setelah puas menikmati bibir mungil milik Dea, Julian pun kembali tersenyum sambil menatap kedua bola mata nan indah milik gadis itu.
Namun, beberapa detik berikutnya, ekspresi wajah lelaki itu tiba-tiba berubah setelah menyadari ada sesuatu yang aneh di kedua sudut bibir Dea. Ia menyentuh sudut bibir Dea yang terlihat agak membiru tersebut dengan lembut dan hal itu membuat Dea memekik kesakitan.
"Aw!" Dea menepis tangan Julian.
"Ehm, maafkan aku." Julian tampak cemas kemudian kembali berkata.
"Sebenarnya apa yang terjadi padamu, Dea? Siapa yang sudah melakukan ini? Apa ini perbuatan Mbak Susi?" tanya Julian, sambil menatap lekat kedua netra gadis itu.
Dea menggeleng pelan. "Bu-bukan, Mas."
Alis Julian mengkerut. "Lalu siapa yang sudah berani melakukan hal ini kepadamu? Katakan padaku," lanjutnya.
Dea menundukkan kepala sembari menghembuskan napas berat. "Sebenarnya yang melakukan hal ini adalah Kak Herman. Dia kesal dan marah padaku karena aku sudah melakukan kesalahan," lirih Dea.
Julian terdiam sejenak. Ini pertama kalinya ia mendengar bahwa Herman melakukan kekerasan terhadap Dea. Padahal sebelumnya Julian tahu bahwa Herman tidak pernah berbuat kasar kepada adik perempuannya tersebut.
"Dea, apa ini ada hubungannya dengan malam itu? Jika itu benar, itu artinya ini semua adalah kesalahanku. Seharusnya aku tidak memintamu datang," lirih Julian sembari meraih wajah Dea yang tertunduk.
Dea sempat terdiam untuk beberapa saat. Tidak mungkin ia berkata jujur soal tragedi memilukan itu kepada Julian untuk saat ini. Bisa-bisa Susi mengamuk lagi kepadanya dan dengan sangat terpaksa Dea pun akhirnya memilih berbohong. Ia menganggukkan kepala tanpa berani membalas tatapan elang Julian.
"Ya, ini soal permintaanku kepada Kak Susi sore itu. Kak Susi tidak mengizinkan aku menemuimu. Namun, aku tetap bersikeras dan akhirnya Kak Herman pun ikut kesal kemudian refleks memukulku," sahut Dea bohong.
Julian menghela napas berat dan membawa gadis itu ke dalam pelukannya. "Maafkan aku, Dea. Seharusnya aku tidak meminta hal yang aneh-aneh kepadamu. Seandainya aku tidak memintamu menemuiku malam itu, mungkin kamu akan baik-baik saja," ucap Julian dengan penuh penyesalan.
"Ingin sekali rasanya pernikahan ini dipercepat, agar aku bisa membawamu pergi dari rumah yang seperti neraka itu. Kita akan bahagia di sini, Dea. Aku, kamu dan anak-anak kita nantinya. Tidak ada lagi Susi Si Pemarah, tidak ada lagi Virna Si Pengadu domba. Hanya kita dan masa depan kita," tutur Julian sambil mengelus lembut puncak kepala Dea yang kini bersandar di dada bidangnya.
Untuk sesaat Dea dapat melupakan beban beratnya. Pelukan hangat Julian saat itu membuatnya merasa aman dan nyaman. Dea ingin terus seperti itu, walaupun ia tahu hal itu rasanya sangat tidak mungkin.
Tak terasa, sore pun menjelang. Dea bersiap-siap kembali ke kediaman kakaknya. Sementara Julian berniat mengantarkan gadis itu kembali. Setelah membersihkan tubuhnya di kamar mandi yang baru ia bangun, Julian pun segera mengajak Dea untuk pergi bersamanya.
"Mari," ajak Julian sembari mengulurkan tangannya ke hadapan gadis itu.
Dea segera meraih tangan Julian kemudian mereka pun berjalan bersama sambil bergandengan tangan. Beberapa kali Julian melirik Dea yang tengah berjalan di sampingnya. Ia heran karena gadis itu terlihat berbeda dari biasanya. Jika biasanya Dea selalu tampak riang gembira, tetapi kali ini tidak. Gadis itu lebih banyak diam dan selalu terlihat murung.
"Dea, kamu beneran baik-baik saja, 'kan?" tanya Julian penuh selidik.
Pertanyaan Julian yang tiba-tiba membuat lamunan Dea buyar seketika. Ia menoleh ke arah lelaki itu, masih dengan tatapan sendunya. "Ya, aku baik-baik saja, Mas," sahut Dea lirih.
Julian tersenyum. "Syukurlah kalau begitu. Entah kenapa aku begitu mengkhawatirkan keadaanmu, Dea. Aku takut terjadi sesuatu padamu," balas Julian lagi.
Dea hanya bisa tersenyum getir kemudian kembali fokus pada langkahnya.
Setelah beberapa saat kemudian, mereka pun tiba di depan kediaman Susi dan Herman. Kebetulan saat itu Susi sedang berada di halaman rumahnya. Wanita itu terlihat sibuk mengangkat jemuran ikan-ikan kering miliknya.
"Selamat sore, Mbak," sapa Julian kepada Susi yang sempat melirik ke arahnya dengan ekspresi wajah malas.
"Bagaimana rumah kalian? Sudah rampung semua?" tanya Susi, berbasa-basi.
"Tinggal sedikit lagi, Mbak. Masih ada ruangan yang harus dirapikan sebelum kami menempatinya," jawab Julian dengan mantap.
Melihat Susi yang sibuk merapikan jemuran ikannya, Dea pun tidak tinggal diam. Ia segera menghampiri Susi dan membantunya memasukkan semua ikan-ikan tersebut ke dalam rumah mereka.
Setelah pekerjaannya ditangani oleh Dea, sekarang Susi berdiri di hadapan Julian sambil menatapnya lekat. Ia menyilangkan tangan di dada dengan tatapan serius menatap calon adik iparnya tersebut .
"Heh, Julian! Kenapa acara pernikahan kalian tidak dipercepat saja, sih? Dari pada seperti ini! Nanti tidak enak kelihatan para tetangga dan warga desa lainnya," ucap Susi.
Julian tersenyum tipis mendengar ucapan wanita itu. "Sebenarnya aku juga menginginkan hal itu, Mbak Susi. Tapi, mau bagaimana lagi? Semuanya sudah diatur, lagi pula pernikahan kami tinggal dua minggu lagi, 'kan?" sahut Julian.
Susi memutarkan bola matanya karena agi-lagi alasan Julian seperti itu. Susi merasa hidupnya tidak akan pernah tenang selama Dea dan Julian belum menikah. Selain untuk menutupi aib Dea, ia juga sudah bosan tinggal bersama gadis itu. Susi ingin Dea secepatnya hengkang dari rumah sederhananya itu.
Dea yang baru menyelesaikan pekerjaannya, kembali menghampiri Susi dan Julian yang masih berdiri di depan teras rumah Susi. Melihat Dea yang datang mendekat, Susi pun segera meminta Julian untuk pulang.
"Sebaiknya kamu segera pulang, Julian. Lagi pula ini sudah hampir gelap," ucap Susi sambil melirik Dea dengan wajah masam.
"Baiklah. Aku pamit dulu." Julian melirik Dea sambil tersenyum hangat dan ia pun segera pergi meninggalkan tempat itu dan kembali ke kediaman kedua orang tuanya.
Sepeninggal Julian, Susi mendorong tubuh Dea agar segera masuk ke rumahnya. "Aku sudah tidak sabar menunggu hari pernikahan kalian. Biar semuanya beres! Dan semoga saja tidak akan muncul masalah baru. Hih, amit-amit jabang bayi," celetuk Susi.
"Masalah baru? Maksud Kakak apa?" Dea tersentak kaget dan ia bingung apa maksud Susi berkata seperti itu kepadanya.
"Ya, aku harap kamu tidak akan hamil anak lelaki bajungan itu. Bisa saja 'kan hal itu terjadi. Apa kamu tidak pernah dengar berita yang sering terlihat di televisi? Seorang gadis hamil setelah diperkosa," jawab Susi dengan gamblang tanpa memikirkan bagaimana perasaan Dea saat itu.
"Kakak! Kenapa Kakak bicara seperti itu?" Mata Dea berkaca-kaca dan hatinya seakan kembali diobrak-abrik.
"Heh, aku 'kan hanya mengingatkanmu, dasar gadis bodoh! Bukan berarti aku mendoakanmu hal yang tidak-tidak," gerutu Susi.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
perjuangan ✅
dasar ipar laknut mulut nya pedes betul...KLO km tahu anak yg lahir itu anak konglomerat,, baru tahu km Susi..
2022-11-29
0
Sarini Sadjam
susi similikiti pengen gw bebek aja mulut nya
2022-10-13
2
Kendarsih Keken
si Susi mulut nya minta di kruwesss 😠😠😠
2022-09-26
0