Sore itu, setelah menyelesaikan semua pekerjaan rumahnya, Dea memberanikan diri menghampiri Susi yang sedang asik bercengkrama bersama putri kesayangannya, Virna, di ruang televisi. Dengan sangat hati-hati, Dea mengutarakan maksudnya kepada kakak iparnya itu.
"Kak, boleh aku izin keluar?" tanya Dea yang kini berdiri di samping sofa, di mana Susi dan Virna sedang duduk.
Susi dan Virna sontak menoleh ke arahnya. "Memangnya pekerjaanmu sudah selesai?" ketus Susi sembari memalingkan wajahnya kembali ke arah televisi.
"Sudah, Kak," sahut Dea perlahan.
Susi memutarkan bola matanya. "Cucian piring, cucian baju kotor, memasak, kamar mandi?"
Dea kembali mengangguk pelan. "Sudah semuanya, Kak."
Susi kembali menoleh ke arah Dea. "Memangnya kamu mau ke mana lagi, ha?" tanya Susi sambil memindai tubuh dea dari ujung kepala hingga ujung kaki dan tidak ada bagian yang terlewat sedikit pun.
"Aku ingin menemui Julian, Kak, di rumah kami. Dia bilang ingin meneruskan pengerjaan rumah itu," sahut Dea dengan kepala tertunduk.
Setelah mendengar jawaban gadis itu, Susi segera meraih tangan Dea dan membawanya duduk di sofa tersebut.
"Ingat apa yang aku katakan, Dea! Jika kamu ingin hidupmu berjalan sebagai mana mestinya, ikuti samua perkataanku! Jangan sampai kamu memberi tahu Julian sebelum hari pernikahan kalian. Kamu mengerti!" tegas Susi dengan wajah serius menatap Dea.
Dea pun menganggukkan kepala dengan perlahan sembari menghela napas beratnya "Ya, Kak. Baiklah," jawab Dea.
"Bagus!" Susi menepuk pelan pundak Dea sambil tersenyum sinis. "Sekarang pergilah!"
Dea pun segera bangkit dan berpamitan kepada Susi kemudian melenggang keluar dari ruangan tersebut.
"Memangnya ada apa sih, Bu? Memang apa yang terjadi pada Tante Dea?" tanya Virna yang mulai penasaran dengan permasalahan Dea serta kedua orang tuanya itu.
"Hush! Diam! Anak kecil tidak boleh tahu," kesal Susi sambil menekuk wajahnya menatap anak perempuannya itu.
"Selalu saja begitu! Semuanya tidak boleh. Ini-itu tidak boleh," celetuk Virna.
Susi terkekeh pelan mendengar keluhan sang anak. Ia mengelus lembut puncak kepala Virna sambil tersenyum.
"Nanti kalau kamu sudah besar, jangan tiru Tante Dea, ya! Lihat dia, rasanya percuma saja Ayah dan Ibu menyekolahkannya, ternyata dia masih bodoh dan suka membangkang," sahut Susi.
Virna masih menekuk wajahnya. Ia kesal saat rasa keingintahuannya di batasi oleh sang ibu. Padahal ia begitu penasaran apa yang membuat keluarga kecilnya itu mulai di serang kepanikan mendadak. Bahkan Ayahnya yang tidak banyak tingkah pun, sekarang mulai terlihat aneh di mata gadis kecil itu.
Sementara itu.
Dea terus melangkah menuju tempat di mana Julian sudah menunggu kedatangannya. Jarak antara rumah kakak ipar dengan rumah yang saat ini dibangun oleh Julian hanya berjarak beberapa ratus meter saja. Hanya beberapa menit jalan kaki, Dea pun tiba di tempat itu.
Gadis itu sempat menghentikan langkahnya dan memperhatikan Julian yang tengah sibuk dengan pekerjaannya dari kejauhan. "Ya Tuhan! Kuatkanlah hatiku!" gumam Dea sambil menggulung-gulung ujung bajunya.
Cukup lama Dea terdiam di tempat itu, hingga akhirnya ia pun memutuskan untuk menghampiri rumah tersebut. Rumah yang sengaja di bangun oleh Julian untuk mereka setelah resmi menikah.
Julian berjuang mengumpulkan uang dari hasil kerjanya sedikit demi sedikit. Hingga akhirnya uang itu bisa ia gunakan untuk membeli sebuah lahan yang cukup luas. Di mana ia bisa membangun rumah impiannya bersama Dea.
Sebenarnya Julian bisa saja membangun rumah impiannya tanpa harus bekerja keras. Tinggal bilang kepada kedua orang tuanya, semua keinginannya akan segera terkabul.
Ya, Julian berasal dari keluarga yang terpandang dan berkecukupan di desa tersebut. Namun, hal itu tidak membuat dirinya merasa bangga. Ia lebih bangga jika bisa membangun sebuah rumah impian dari hasil keringatnya sendiri.
Julian adalah sosok lelaki pekerja keras. Tidak pernah sekalipun terdengar keluhan yang keluar dari bibir lelaki itu. Seperti sekarang ini, setelah selesai bekerja menjadi nelayan di kapal milik orang tuanya sendiri, ia kembali melanjutkan pengerjaan rumah impiannya tersebut.
"Mas," panggil Dea yang kini tengah berdiri tepat di belakang Julian yang sedang sibuk menggergaji sebuah papan.
Julian sontak menoleh setelah mendengar suara panggilan dari pujaan hatinya tersebut. Ia tersenyum lebar saat bertatap mata dengan Dea yang kini berdiri tepat berada di hadapannya.
"Dea sayang? Oh syukurlah. Mas sempat mengira Mbak Susi tidak akan memberikanmu izin untuk menemui Mas hari ini," tutur Julian sembari menghampiri Dea yang masih terpaku di tempatnya berdiri.
Julian meraih tangan Dea kemudian menuntunnya masuk ke dalam rumah impian mereka tersebut. Rumah berukuran kecil, tetapi cukup nyaman untuk ditinggali. Ada dua buah kamar, ruang tamu dan tidak lupa ruang dapur, untuk Dea melakukan aktivitasnya nanti sebagai seorang istri.
"Bagaimana menurutmu?" tanya Julian sambil tersenyum puas menunjukkan hasil pekerjaannya kepada Dea.
Melihat kebahagiaan yang terpancar di wajah lelaki itu, hati Dea pun kembali sakit. Ia merasa bahwa dirinya sudah menjadi manusia bermuka dua yang menyimpan sebuah kebusukan. Ingin rasanya Dea mengakui semuanya, tetapi ancaman kakak iparnya barusan membuat nyali gadis itu kembali menciut.
"Dea? Kenapa kamu diam? Apa kamu tidak menyukainya?" tanya Julian kemudian. Julian menautkan kedua alisnya heran. Sebab sejak tadi Dea terlihat murung dan tak bersemangat seperti biasanya.
"Bu-bukan begitu, Mas." Dea terbata-bata. "Aku menyukainya, sangat!" jawab Dea sambil tersenyum kecut.
Julian menghembuskan napas lega. Ia lega karena ternyata Dea menyukai hasil pekerjaannya itu. Lelaki itu pun kembali bersemangat dan menjelaskan secara terperinci soal ruangan demi ruangan yang ada di rumah sederhana mereka tersebut kepada Dea.
"Ini kamar kita." Julian membuka pintu sebuah ruangan di mana jendelanya menghadap langsung ke arah lautan luas. "Aku harap kita bisa melewati malam pertama kita di sini. Di tempat ini," lanjut Julian sembari menyentuh pipi Dea yang kemerahan dengan lembut.
Dea kembali memperhatikan ruangan itu dengan seksama. Dulu, saat pertama kali Julian membangun rumah ini, ia begitu bersemangat dan banyak sekali impian dan harapan yang ia sematkan di tempat tersebut. Namun, setelah kejadian naas itu, semua pandangannya pun ikut berubah.
Ketertarikan dan antusiasnya terhadap rumah itu tidak lagi sama seperti dulu. Ia merasa ruangan itu hampa dan harapannya pun terasa ikut sirna.
Dea berjalan menghampiri jendela dan menatap kosong ke luar. Cukup lama ia berdiri di sana dengan tatapan kosong menerawang. Hingga akhirnya Julian kembali menghampiri gadis itu dan memeluknya dari belakang.
"Aku sangat mencintaimu, Dea," bisik Julian di samping telinganya.
Dea mengubah posisinya. Ia segera berbalik dan kini menghadap lelaki itu. Julian tersenyum sambil menatap bibir ranum favoritnya itu. Ia meraih wajah Dea kemudian melabuhkan sebuah kecupan hangat di bibir mungil gadis itu.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
Ica Susanti
jujur itu penting ya dea
2023-03-02
0
Sarini Sadjam
klo Julian bener2 cinta mau nerima tpi...
2022-10-13
0
Kendarsih Keken
kalau memang kamu benar mencintai Dea , semoga kamu juga bisa menerima keadaan nya Dea se utuh nya ( berharap ) 🤲
2022-09-26
1