Salma juga beranjak pergi untuk menemui Fiki.
Ponsel Salma berbunyi saat dia ingin melajukan motornya.
“Halo Bu?”
“Kamu di mana nak?, Gani kecelakaan, sekarang dia di rumah sakit, kami masih dalam perjalanan.” Ibu terdengar panik dari telepon.
“Aku akan segera ke sana.”
Salma bergegas pergi ke rumah sakit.
‘’’’’
Sesampainya di ruang perawatan.
“Dek kamu tidak apa-apa?” Salma melihat Gani yang duduk di ranjang pasien sambil menyuap makannya.
“Ini coba lihat” Gani menunjukkan sikunya yang diselimuti perban.
“Sama kaki masih terkilir.” Lanjutnya.
“Syukurlah.”
Ibu dan Bapa juga terlihat tenang duduk di samping ranjang yang ditempati anaknya.
Salma pun bertanya beberapa hal terkait kejadian yang menimpa Gani.
Selang beberapa saat.
“Ah”. Salma teringat sesuatu.
“Kenapa?” Tanya Ibu melihat Salma seperti baru menyadari sesuatu.
“Aku melupakan sesuatu.” Salma keluar ruangan.
‘’’’’
Fiki terus melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah hampir satu jam menunggu seseorang yang belum saja datang menemuinya.
Ponsel Fiki berbunyi.
“Halo Assalamualaikum Salma.” Ucap Fiki setelah menerima telepon.
“Wa'alaikumussalam kak Fiki, maaf aku belum bisa datang karena tadi adikku kecelakaan.”
“Oh tidak apa-apa, sekarang bagaimana keadaannya?”
“Alhamdulillah tidak parah, dia hanya luka ringan.”
“Syukurlah.”
“Maaf aku baru bilang sekarang dan membuat kakak menunggu.”
“Tidak masalah.”
“Sekalian ada juga yang aku urus disini.” Lanjut Fiki agar Salma tidak merasa bersalah.
“Aku masih di rumah sakit. Apa kita bisa bertemu sekarang?”
“Oh mungkin lain kali saja Salma.”
“Baiklah, maaf ya kak sekali lagi”
“Iya tidak apa-apa.”
“Ku tutup kak, wassalamualaikum.”
“Wa’alaikumussalam.” Panggilan berakhir.
Fiki menghembuskan nafasnya dengan kasar, ini tak berjalan sesuai rencananya.
‘’’’’
Sore ini, Gani sudah bisa pulang ke rumah. Dokter memintanya untuk tidak terlalu banyak bergerak dan kembali ke rumah sakit untuk melepas perban jika dirasa sulit untuk dilakukan tanpa bantuan dokter.
“Kakaknya calon dokter, sepertinya dia bisa membantu nanti.” Sahut Ibu.
“Oh bagus lah kalau begitu.” Ucap dokter sembari tersenyum.
“Terima kasih banyak dok.” Ibu dan Bapa mengucapkan terima kasih kepada para dokter sebelum pergi.
‘’’’’
Ibu dibantu Salma sedang sibuk di dapur mempersiapkan hidangan untuk hari raya. Terlebih karena kejadian kemarin, beberapa kue yang direncanakan di buat harus dikerjakan sekarang.
Setelah beberapa jam di dapur, hidangan ketupat telah siap dihidangkan. Mereka pun mencobanya sekaligus makan siang.
Seusai makan siang.
“Ini kak, tolong antarkan untuk bu Siti.” Ibu menyerahkan wadah yang berisi hidangan ketupat yang dibungkus dengan kantong plastik.
“Baik” Salma mengenakan jilbabnya dan pergi.
Saat di halaman rumah, Salma melihat Malik berjalan menuju arah pulang. Mereka tersenyum saat melihat satu sama lain.
Salma berjalan mengiringi Malik yang beberapa meter di depannya. Menyadari Salma ada di belakang, Malik memperlambat langkahnya.
“Mau ke mana?” Tanya Malik.
Salma sedikit terkaku mendengar pertanyaan Malik.
“Ke rumahmu.”
“Oh,,” Malik tersenyum dan mereka terus berjalan beriringan.
‘’’’’
Kemarin setelah Salma memberitahunya bahwa dia sedang berada di rumah sakit, Fiki berniat untuk segera pulang. Dia keluar kafe dan menuju mobilnya yang terparkir.
“Kak Fiki.” Terdengar seseorang memanggil.
Fiki melihat ke arah suara dan mendapati Nanda berjalan mendekat.
“Aku kebetulan mampir di toko sebelah. Tadi Salma baru memberitahuku bahwa adiknya kecelakaan.”
“Aku sudah tahu.” Balas Fiki datar.
“Oh syukurlah, aku hanya takut kakak masih menunggunya.”
Fiki hanya tersenyum mendengar ada seseorang yang mengkhawatirkannya.
“Baiklah aku duluan.” Lanjut Nanda berbalik ingin segera pergi.
“Tunggu.” Fiki menghentikannya.
‘’’’’
“Apa rencanamu setelah lulus?” Malik tiba-tiba bertanya.
“Hmm bekerja di suatu klinik atau rumah sakit.” Balas Salma.
“Bagaimana dengan menikah?” Malik kembali bertanya.
“Aku tidak bisa memutuskan itu, aku menyerahkan semua tentang pernikahan pada orang tuaku, kalau mereka menerima seseorang aku tidak akan menolaknya karena aku yakin mereka tahu yang terbaik untukku melebihi diriku sendiri.”
Malik mengangguk mendengar balasan dari Salma, dia merasa setuju kalau orang tua lebih mengetahui apa yang terbaik untuk anak mereka.
“Apa kamu punya tipe tertentu untuk menjadi suamimu?”
“Yang penting seseorang yang selalu melaksanakan kewajiban agama, bisa membimbingku menjadi lebih baik, bertanggung jawab, dan bisa dipercaya. Aku harap, aku bisa menikah dengan seseorang yang aku cintai.” Salma tersenyum dan sekilas melihat lawan bicaranya saat ini.
“Kamu? Apa ada sesuatu yang juga kamu rencanakan?” Salma balik bertanya.
“Oh kita sudah sampai.” Salma menghentikan langkahnya.
“Mari” Malik mengajak Salma untuk masuk ke rumahnya.
“Tidak perlu, ini.” Salma mengulurkan tangannya yang memegang bungkusan plastik.
“Kamu hanya ingin mengantar ini?” Malik terlihat heran.
Salma mengangguk.
“Aku pulang.” Salma berbalik ingin segera pergi.
“Rencanaku..” Ucap Malik membuat Salma menghentikan langkahnya.
“Aku ingin melamar calon dokter.” Lanjutnya.
Salma kembali melihat Malik dan mereka pun tersenyum satu sama lain.
‘’’’’
Setelah melaksanakan salat ied, Bapak mengundang warga kampung untuk datang ke rumah. Terlihat warga datang bergantian.
Malik juga bertamu ke rumah Salma. Bapak yang melihat kedatangan Malik, segera memanggilnya untuk duduk mendekat. Malik sebagai warga pertama yang meraih sarjana di kampung, bukan hanya membuat bangga orang tuanya tapi juga sebagian besar warga termasuk Bapak. Malik yang bukan dari keluarga berada dan berjuang tanpa seorang ayah mampu untuk mengejar mimpi menyelesaikan kuliahnya.
Bapak dan Malik terus berbincang, mereka terlihat akrab.
‘’’’’
Sepulang dari rumah Salma, Malik mendekati Ibunya untuk meminta maaf sekaligus meminta restu untuk melamar Salma. Bu Siti yang mendengar niat baik anaknya segera memeluk Malik. “Anakku sudah dewasa.” Gumamnya.
Bu Siti senang mendengar Malik menyukai perempuan yang juga baik menurutnya. Dia merestui dan mengizinkan Malik melanjutkan niatnya. Malik yang mendapat restu, merasa sangat senang dan berterima kasih pada ibunya.
‘’’’’
Malik akan kembali ke kota dua hari lagi, maka dari itu dia ingin segera meminta izin kepada orang tua Salma untuk melamar.
Sore ini (sehari setelah idul adha) Malik datang ke rumah Salma. Terlihat Bapak membuka pintu dan mempersilakannya masuk.
“Ada apa Malik?” Tanya Bapak saat Malik sudah duduk di depannya.
“Mohon maaf jika saya menganggu waktu istirahat Bapak.”
“Tidak apa-apa.” Bapak tersenyum.
“Kedatangan saya kesini, saya ingin meminta izin untuk melamar Salma pak.”
“Salma?”
“Iya, saya menaruh perasaan pada Salma.”
“Kamu tahu kan dia masih kuliah dokter?”
“Iya pak, saya bersedia menunggu jika bapak mengizinkan.”
Tiba-tiba Ibu datang dan ikut duduk untuk menghadap Malik.
“Malik ingin melamar Salma bu.” Bapak melihat Ibu.
“Masalahnya anak saya calon dokter dia sudah berjuang dari kecil meraih mimpinya itu, bukan hal yang mudah untuk bisa diterima di jurusan kedokteran.”
“Bukan saya merendahkan suatu pekerjaan tapi kamu hanya seorang guru yang ingin untuk seorang dokter.” Lanjut Ibu.
“Apa kamu tidak berpikir akan merusak kariernya?” Bapak kembali bertanya.
“…..”
Saat diperjalanan pulang, Salma melihat Malik dari kejauhan. Mereka yang sama-sama mengendarai sepeda motor akan berpapasan. Salma yang menyadari itu, merasa senang sekaligus gugup karena akan bertemu dengan seseorang yang istimewa di hatinya.
Salma dan Malik akhirnya berpapasan, namun ada yang berbeda kali ini, Malik tak melihat Salma.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments