Malik tersenyum melihat Salma.
“Bayam ada bu?”
Ibu dan Salma masih berdiri di teras. Nampaknya keberadaan Malik juga memberikan suatu kesan pada Ibu yang membuatnya belum beranjak.
“Berapa bu?” Tanya Malik setelah Bu Ati menyerahkan tiga ikat bayam yang terbungkus dalam kantong plastik.
“Buat kamu lima ribu aja.” Jawab Bu Ati sembari tersenyum.
“Wah, kalau begitu aku juga beli bayam.” Ibu setelah mendengar Bu Ati.
“Bu kades tetap dengan harga normal dua ribu seikat haha.”
“Aduh, kalau begitu Malik tolong belikan Ibu dong.” Ibu sedikit menggoda Malik yang diam-diam terus mencuri pandang melihat Salma.
“Baiklah haha.”
“…..”
Setelah Malik selesai membayar, dia beranjak pulang yang juga diikuti Ibu dan Salma.
“Bu, apa kabar?” Tanya Malik pada Ibu.
“Alhamdulillah baik, kalau kamu? Ya Allah lama sekali rasanya Ibu tidak melihatmu.” Ibu membalas.
“Alhamdulillah juga baik bu.” Malik tersenyum.
Ibu dan Malik terus berbincang, baik itu mengenai keadaan maupun hanya gurauan yang membuat mereka tertawa bersama, begitu pun dengan Salma yang juga mengikuti mereka. Meski pun sebenarnya dia merasa gugup karena berada di dekat orang yang disukainya.
Selang beberapa saat berjalan bersama, tiba-tiba Gani yang mengendarai sepeda motor berhenti di depan mereka.
“Ada teman Ibu di rumah.” Ucap Gani.
“Oh mungkin itu bu Rima, Ibu duluan ya.” Ibu pergi bersama Gani.
Sekarang tersisa Malik dan Salma di jalan kampung yang tak begitu ramai. Selain mereka, juga terlihat anak-anak yang bermain dan beberapa warga yang pulang bekerja dari sawah.
“Salma, bagaimana kuliahmu.” Ucap Malik setelah diam seribu bahasa meski berjalan bersama.
“Ya begitu lah, kadang mudah, kadang-kadang sulit.” Balas Salma lalu tersenyum.
“Mudahnya sekali, sulitnya dua kali ya? kadang mudah, kadang-kadang sulit”
“Oh iya, aku tak sengaja mengatakannya tapi memang benar begitu hehe.”
Malik juga tertawa.
“Kamu berapa lama di sini?” Salma balik bertanya.
“Mungkin enam hari, minggu depan sudah kembali sekolah”
“Oh libur seminggu ya?.”
“Iya.”
“Kalau kamu berapa hari libur kuliah?.” Malik kembali bertanya.
“Juga seminggu.”
“…..”
Malik sudah hampir sampai rumahnya.
“Aku duluan ya?” Malik melihat Salma dengan tetap memperhatikan jarak agar tidak begitu dekat.
“Ya” Salma mengangguk.
Malik berbalik melangkah menuju rumahnya, sedang Salma terus melihatnya hingga semakin menjauh.
“Oh iya Salma. Semangat kuliahnya, meski lebih banyak sulitnya aku yakin kamu bisa, sehat-sehat ya!.” Malik kembali melihat Salma.
“Baik, kamu juga.”
Mereka melihat satu sama lain dan tersenyum.
‘’’’’
Di lain tempat, Fiki duduk termenung setelah melakukan operasi. Bukan karena gagal melakukannya, dia sedang mengingat seseorang. Fiki adalah dokter spesialis bedah. Dia merupakan kakak kelas Nanda saat duduk di bangku SMA dan alumni kampus yang sama dengan Salma dan Nanda berkuliah sekarang. Fiki memiliki nomor ponsel Salma yang didapatnya dari Nanda beberapa waktu yang lalu, namun “Apakah dia masih sendiri?” Pikirnya.
Nanda dan Fiki memiliki hubungan yang cukup dekat. Dulu saat mereka bersekolah, mereka sering disandingkan untuk mengikuti olimpiade karena sama-sama memiliki nilai akademis yang baik. Dari situ lah mereka dekat meski tidak memiliki hubungan lebih dari seorang rekan.
Saat itu Nanda menanyakan alasan Fiki meminta nomor sahabatnya. Fiki beralasan hanya untuk berjaga-jaga kalau ada keperluan mengenai karir dan kuliah Salma karena mengambil jurusan yang sama.
Sebenarnya Fiki sudah dari lama tertarik dengan Salma. Dulu saat dia pernah mengulangi satu mata kuliah dan kebetulan sekelas dengan Salma. Saat itu dia melihat Salma yang pintar dan juga cantik. Selain itu, Salma yang ramah kepada siapa saja yang mungkin membuat Fiki ingin mengetahui lebih jauh tentangnya.
“Hai Salma ini aku Fiki” Fiki mengetik pesan yang akan dikirim ke Salma, namun setelah dipikir-pikir dia menghapusnya. “Aku Fiki, apa kamu ingat”, “Ah bukan” Pikirnya. “Salma aku Fiki kakak tingkatmu, kamu apa kabar”. Fiki kembali mengetik. Setelah berpikir beberapa saat,,tiba-tiba.
“Dokter Fiki, ada pasien yang harus segera diperiksa.” Ucap salah satu rekannya yang baru datang dari balik pintu.
Fiki segera beranjak dan mematikan layar ponselnya sebelum mengirimkan pesan apa pun pada Salma.
‘’’’’
Pagi ini, Salma memilih keluar untuk berjalan-jalan di sekitar rumahnya. Dia melihat Elsa sedang duduk di teras rumahnya sembari menimang Zahra anaknya pertamanya. Elsa tidak melanjutkan sekolahnya setelah lulus dari sekolah dasar. Setelah beberapa tahun bekerja sebagai penjaga warung di kota dia kembali ke kampung dan menikah dengan lelaki pilihannya yang dia temui di kota saat bekerja.
“Zahra” Salma sembari menepuk-nepuk tangannya di depan anak Elsa.
“Hei, kamu tau tidak Malik sudah kembali?” Tanya Elsa.
“Iya, kemarin aku melihatnya.” Salma tanpa melihat Elsa dan tetap bermain dengan Zahra.
“Bagaimana apa dia juga melihatmu?”
“Entahlah.”
“Kalian kan sama-sama belum menikah, siapa tahu ternyata kalian berjodoh.”
“Hmm.”
“Oh jangan-jangan kamu sudah punya pacar di kuliahan.”
“Zahra, mama kamu ini.” Salma seolah mengeluh pada Zahra.
“Sal, Malik.” Elsa merendahkan suaranya sembari menundukan seakan tidak membicarakan seseorang yang baru dilihatnya.
Salma berbalik dan melihat Malik sedang berjalan melewati rumahnya yang juga melihat ke arahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments