Mantan

“Hah?.”

Malik mengingat kejadian tiga hari yang lalu, saat dia berdiri di depan kelas, dia melihat ke arah Salma yang sedang bermain bersama teman-temannya di halaman sekolah.

“Hei.” Elsa mengagetkannya.

Malik terkejut dan mengalihkan pandangannya ke arah Elsa.

“Begitu amat, apa karena kamu menyukainya?.” Elsa sembari menunjuk Salma.

“Haha.” Malik hanya tertawa, lalu masuk ke kelas.

“…..”

Malik berpikir Beni mengatakan ini pasti karena Elsa yang mengada-ngada.

“Dasar.” Malik tersenyum sinis, lalu ingin beranjak pergi.

“Salma juga suka kamu, bagaimana kalau kalian pacaran?”

“Apa?.” Malik menghentikan langkahnya dan kembali menghadap Beni.

“Salma juga suka sama kamu. Bagaimana kamu mau pacaran dengannya?.” Beni kembali dengan lebih meyakinkan.

Satu tangannya memegang kepala, Malik tak begitu percaya dengan kalimat yang baru didengarnya. Selang beberapa saat, Malik menarik Beni dan mengajaknya duduk di tepi halaman sekolah.

“Memangnya apa bedanya pacaran atau tidak?”. Malik terlihat serius.

“Kalau pacaran kamu bisa bilang ‘ini pacarku’ jadi kamu bisa meminta yang lain untuk menjaga jarak dengannya, kamu bisa nganterin dia pulang hmm dan kalau kamu berani kamu juga bisa memegang tangannya.” Beni menjelaskan sembari memegang tangan Malik.

Malik segera melepaskan tangan Beni.

“Oh, kalau pacaran ada kemungkinan akan berpisah?”

“Kalau kalian tidak cocok atau tidak saling menyukai lagi, ya kalian berhenti aja pacaran, masih mungkin sekali berpisah.”

“Dan kamu tahu tidak? Kalau setelah kamu berhenti pacaran misalkan dengan Salma, maka dia akan jadi mantan kamu.” Beni melanjutkan.

“Mantan? Kaya presiden aja ada mantan.”

“Iya begitu..”

“Kalau sudah jadi mantan, apa yang akan terjadi? Maksudku apakah kami tetap bisa berteman?” Malik kembali bertanya.

“Kalau aku sih yang sudah punya dua mantan tidak lah, aku dan mantan-mantan ku di sekolah ku dulu sudah tidak berteman lagi, meski tidak bisa dibilang musuh tapi setahuku kamu tidak bisa berhubungan baik lagi dengan mantan kamu setelah putus.” Beni menjelaskan layaknya pakar cinta yang sudah berpengalaman, dia menjelaskan dengan bahasa yang tidak sebanding dengan usianya yang bahkan belum remaja.

Malik terlihat sedang berpikir. Sebenarnya dia sungguh menyukai Salma, namun mendengar tentang mantan dia tidak ingin Salma menjadi mantannya.

“Sepertinya aku tidak bisa.” Malik bungkam setelah beberapa saat.

“Hah?”

“Aku tidak mau pacaran sama Salma.”

“Kenapa? Dia cantik, pintar dan..”

“Bilang ke Salma aku juga menyukainya tapi aku terlalu malu kalau harus berpacaran.” Malik bangkit dari duduknya dan berlalu pergi.

“Hei!” Beni mencoba menghentikan Malik.

Malik mengabaikan Beni dan tetap melanjutkan langkahnya.

‘’’’’

Sepulang sekolah, saat Salma dan Elsa berjalan beriringan, Beni datang menyusul mereka.

“Eh Beni. Bukannya rumah kamu ke arah sana, kenapa mengikuti kami?.” Elsa terkejut melihat Beni berada tak jauh di belakangnya.

“Salma,,Malik.” Ucap Beni dengan nafasnya yang masih tersengal.

“Kamu habis lari?” Tanya Elsa lagi.

Beni mengangguk.

“Malik Sal.”

“Iya bagaimana? Kamu sudah bilang ke dia?” Salma terlihat bersemangat, namun di sisi lain dia juga merasa gugup.

“Dia tidak mau.”

“Hah, masa sih?”. Elsa tak percaya.

“Iya, katanya dia malu.”

“Malu?.” Elsa membelalakkan matanya.

“Begini ya Salma, tadi dia begitu setelah cukup lama berpikir lalu setelah bicara dia bilang bahwa dia benar menyukaimu tapi malu untuk berpacaran.” Beni mengatakan apa yang diminta Malik.

Elsa masih terlihat belum menerima alasan Malik tak mau berpacaran dengan Salma. Malu? Meski suka tapi tak mau berpacaran karena malu?, menurutnya itu bukan alasan yang masuk akal. Berbeda dengan Salma, dia terlihat tenang dan tak menanyakan apa pun lagi pada Beni mengenai Malik.

Seperti itu lah kisah percintaan masa kecil Salma dan Malik. Tidak ada hubungan yang terjalin di antara mereka. Tak terasa waktu berjalan dengan cepat, mereka bersekolah bermain dan lulus jenjang sekolah dasar.

Malik yang lulus lebih dahulu memilih sekolah menengah pertama di pinggir kota. Setiap pagi dia mengayuh sepeda dari kampung menuju sekolahnya.

Lain halnya dengan Salma, setahun setelah Malik, dia memilih bersekolah di luar kota di tempat pamannya tinggal. Salma pulang kampung saat libur sekolah saja.

‘’’’’

Setelah beberapa saat bergelut dengan pikirannya sendiri, akhirnya Salma memilih untuk membalas pesan Malik, “Oke sudah”. Lalu segera mengikuti balik akun Malik.

Tidak berapa lama, masuk pesan balasan dari Malik berupa emoticon jempol dan senyum. Salma membuka pesan itu dan melihatnya dengan tersenyum, namun tidak membalasnya lagi.

‘’’’’

Di tengah kesibukan Malik bekerja menjadi seorang guru dan Salma sedang menyiapkan tugas akhir kuliahnya selalu menyempatkan waktu untuk membuka sosial media mereka masing-masing. Jika Malik mengirimkan sesuatu di laman sosial medianya maka tak sekali pun Salma luput untuk memberikan like begitu pula sebaliknya. Meski tidak ada interaksi berbalas pesan tapi tanpa mereka sadari melihat dan dilihat sesuatu yang dikirimkan menjadi hal yang mereka tunggu.

Salma kembali ke kampung setelah lulus sekolah menengah. Meski kuliah di kota dan menempuh jarak sekitar lima belas kilometer dari rumahnya menuju kampus, dia memilih untuk pulang pergi.

‘’’’’

Setelah Salma menyelesaikan ujian praktek, Nanda teman kuliahnya mengajak makan sembari bersantai di sebuah kafe. Salma pun mengiyakan karena merasa tak enak hati karena sering menolak ajakan temannya yang meminta keluar terlebih hanya untuk bersantai. Sesampainya di kafe, mereka memilih menu dan setelah beberapa saat mereka pun menikmati menu yang mereka pesan.

“Bagaimana kakak kelas yang kamu ceritakan waktu itu. Apa dia ada mengirim pesan lagi padamu?” Nanda sembari mengaduk minumannya.

“Malik?”

Nanda mengangguk. “Memang ada yang lain?.” Nanda melihat Salma dengan tatapan meledek.

“Hmm, Bagaimana mengirim pesan. Dia aja tak punya nomorku.”

“Aduh Sal, kamu terlalu pintar sih, maksudku mengirim pesan di media sosial setelah minta ikuti balik kemarin itu.” Nanda merasa geram.

“Tidak ada.” Balas Salma singkat dan memaksa senyumnya.

“Ya ampun.”

“Eh apa kamu tak kepikiran untuk mengirim pesan padanya lebih dulu?” Lanjut Nanda

Salma melihat temannya itu.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!