Hari ketiga pasca operasi, tapi Bu Silvi tidak ada menunjukkan dia sadar. Sementara Siena tidak pernah meninggalkan Bu Silvi walau hanya sebentar. Hingga Siena harus mengambil cuti untu menjaga Bu Silvi yang telah membesarkannya. Semalaman Siena tidak tidur, akibat kelelahan dan merasakan tubuhnya pegal pegal dia pun tertidur di kursi dekat tepi tempat tidur.
Tak lama Keena datang membawakan makanan untuk Siena yang baru saja terbangun saat Keenan membuka pintu ruangan.
"Siena." Keenan masuk ke dalam kamar rawat dan tersenyum melihat Siena. "kau butuh sesuatu?"
Siena menggelengkan kepalanya dan kembali fokus memperhatikan Bu Silvi yang masih terbaring di ranjang rumah sakit. "Keenan..lihat." Siena menunjuk ke arah dada Bu Silvi yang naik turun semakin cepat.
"Ada apa?" Keenan berjalan mendekat ke arah mereka lalu berdiri di sisi tempat tidur. Menatap arah petunjuk Siena.
"Cepat panggil Dokter! Siena langsung berjalan dan menekan tombol untuk memanggil Dokter atau suster. Suara Elektrokardiagram terus berbunyi semakin cepat.
" Bertahanlah Ibu," bisik Siena di telinga Bu Silvi seolah olah dia mendengar ucapan Siena.
"Apa yang terjadu?" Dr. Bagas datang menghampiri Siena dan Keenan yang berdiri gelisah di samping ranjang Bu Silvi.
"Nafas Ibu naik turun dengan cepat Dok," ucap Siena panik.
"Sebaiknya kalian menunggu diluar." Dr. Bagas meminta Siena dan Keenan untuk menunggu di luar selagi Bu Silvi di periksa.
"Ada apa Dok..apa yang terjadi dengan Ibu saya?" Siena semakin bingung dan panik, Keenan dan Suster membawa Siena keluar dari ruangan.
"Keenan..apa yang terjadi dengan ibu?" Siena terpaku di depan pintu kamar. Keenan hanya bisa menenangkan Siena tanpa bisa berbuat apa apa.
"Kita tidak boleh berhenti berharap."
Siena menganggukkan kepala sesaat, "tapi Keenan.." Keenan merangkul Siena saat melihat Dr. dan Suster sibuk.
"Apa yang terjadi..ibu..bertahanlah" gumam Siena lirih.
Beberapa menit kemudian, mereka melihat Dokter melepas semua selang yang terpasang di tubuh Bu Silvi, Siena yang memperhatikan menjerit histeris.
"Keenan..?" ucap Siena menatap ke dalam ruangan. Keenan menundukkan kepala sesaat.
"Ibu!" Siena menubruk pintu ruangan langsung berlari ke arah ranjang. "Ibu!!"
"Siena!" seru Keenan berlari menyusul Siena.
"Dokter, apa yang terjadi dengan Ibu..kenapa semuanya di lepas? katakan Dokter..!" Dokter Bagas menundukkan kepala sesaat.
"Maaf Nona..kami tidak bisa menyelamatkan Ibu anda."
Siena menggelengkan kepala menatap Dr. Bagas sesaat, lalu beralih menatap Keenan. "Katakan itu bohong Keenan..Ibu masih hidup..ibu tidak mungkin meninggalkan aku" Air mata Siena turun saling memburu. Keenan langsung memeluk Siena.
"Siena..tenanglah" ucap Keenan. Siena mendorong tubuh Keenan lalu memeluk tubuh Bu Silvi.
"Ibu bangun..bangun Ibu!" Siena mengguncang tubuh Bu Silvi berharap dia bangun dan tersenyum kepadanya. Namun Bu Silvi sudah tiada dan tidak akan pernah Siena lihat lagi senyumannya.
"Siena.." Keenan merangkul bahu Siena. Namun Siena terus saja menangis memeluk tubuh Bu Silvi.
"Ibu bangun..bangun Ibu..jangan tinggalkan aku dan adik adik, siapa yang akan merawat kami lagi..bu bangunlah..Ibu!" Siena menangis sesegukan, ia hampir saja tak sanggup untuk bangun lagi. Sementara semua orang yang ada di dalam ruangan hanya menundukkan kepala ikut berduka atas apa yang telah menimpa Bu Silvi.
Kematian seperti sebuah bayangan diri kita sendiri, setiap saat kapan saja entah bagaimana akan datang menjemput tanpa melihat siapa dan bagaimana.
***
Proses pemakaman berjalan lancar, hujan rintik rintik mengiringi proses pemakaman Bu Silvi, dia meninggalkan Siena dan anak anak yang dia rawat sejak dari bayi. Separuh hidupnya ia dedikasikan untuk anak anak yang kurang beruntung di banding anak yang lain dengan penuh kasih sayang. Siena memeluk anak anak yang menangis karena telah kehilangan ibunya, terlalu cepat dia pergi dengan meninggalkan beban tanggungjawab yang harus Siena pikul sendirian.
"Kakak..kenapa ibu meninggalkan Sifa?" ucap Sifa di sela sela tangisnya. "Sifa janji tidak nakal lagi kak..tapi ibu jangan pergi." Kata kata yang diucapkan bocah berusia enam tahun itu serasa menusuk nusuk hati Siena. Siena hanya bisa memeluk adik adiknya dengan sangat erat.
"Tidak sayang, ibu pergi bukan karena Sifa nakal..tapi..Yang Maha Kuasa lebih menyayangi Ibu."
"Sifa ikut..mau ikut Ibu." Keenan yang sedari tadi diam memperhatikan, akhirnya ia angkat tubuh Sifa dari pelukan Siena dan menggendongnya.
"Sayang dengarkan kakak, kita doa kan Ibu ya..Sifa jangan menangis lagi, bukankah masih ada kak Siena?" Sifa menganggukkan kepala, ia meneluk erat Keenan.
Adik adik Siena yang masih kecil, belum paham apa yang sedang terjadi. Mereka masih polos, masih terlihat tawa dan senyum tersungging di bibir mereka saat warga sekitar menyapa mereka saat melayat.
"Siena, sebaiknya kau perpanjang cuti mu. Untuk sementara kau tenangkan dirimu dan adik adikmu yang lain."
Siena menganggukkan kepala, "terima kasih untuk semua bantuanmu," ucap Siena sambil menyeka air matanya dengan kerudung hitam yang ia kenakan.
"Kau jangan sungkan, aku sahabatmu..kesulitanmu adalah kesulitanku juga," Keenan mengusap punggung Siena. "Sudah sore, aku pulang dulu..besok aku datang lagi ke sini..kau jaga diri baik baik..tenangkan dirimu..kalau ada apa apa..hubungi aku secepatnya." Keenan berdiri menatap Siena sesaat, lalu ia balik badan melangkahkan kakinya keluar rumah panti.
Waktu terus berlalu malam pun tiba, Siena menutup semua jendela dan pintu rumah, ia berjalan masuk ke setiap kamar untuk memastikan anak anak sudah tertidur.
"Ranti? kau sedang apa?" tanya Siena melihat salah satu anak panti yang sudah berusia 12 tahun, tengah melamun di kamarnya menatap foto Bu Silvi di tangannya. Siena berjalan menghampiri Ranti dan duduk di sampingnya.
"Kakak.." Ranti memeluk Siena erat, ia terisak pilu di pelukan Siena. Ia masih belum bisa menerima kepergian Bu Silvi.
"Iklaskan sayang, supaya Ibu tenang." Siena memeluk dengan erat, ia pun tak kalah sedih dan bingungnya tapi Siena tidak boleh larut dalam kesedihan. Ada tanggungjawab yang harus ia pikul untuk menggantikan Bu Silvi untuk adik adiknya.
"Kenapa Ibu pergi begitu cepat..bagaimana nanti dengan kami..siapa yang akan merawat kami lagi kak.." ucanya terisak. Siena melepas pelukannya lalu menangkup wajah Ranti.
"Ada kakak." Siena tersenyum getir menatap lekat kedua mata Ranti yang basah oleh air mata.
"Kakak..jangan tinggalkan kami seperti ibu.. Ranti kembali memeluk Siena erat.
Siena mencium rambut Ranti berkali kali, " tidak sayang..kakak tidak akan meninggalkan kalian." Siena tersenyum getir, ia menangis dalam diam. Siapa yang menyangka jika hari ini adalah duka untuk anak anak panti asuhan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 196 Episodes
Comments
Kustri
kuat² siena
2021-03-29
2
nindi elsa
😐😐😐😐
2021-01-31
0
Wati Simangunsong
😂😣😂😣 mng sakit d tgl s org ibu
2020-12-28
5