"Sore ini, Keenan mengajakku pergi ke tempat Mas Karyo," ucap Siena duduk di kursi meja makan. Bu Silvi melirik sesaat, lalu kembali memasak oseng oseng tempe.
"Pulangnya jangan terlalu malam, kita malan bersama anak anak," kata Bu Silvi.
Siena mengangguk sambil mencicipi goreng pisang, "tidak Bu, aku pulang cepet," jawab Siena lalu berdiri menghampiri Bu Silvi. "Aku pergi dulu ya Bu." Siena mengulurkan tangan dan mencium tangan Bu Silvi. Kemudian ia berjalan ke luar rumah.
"Siena!" seru Keenan saat melihat Siena keluar dari rumah.
"Keenan?" ucap Siena, lalu ia menghampiri Keenan yang duduk di atas motor. "Sejak kapan kau ada di sini?" tanya Siena tersenyum.
Keenan turun dari atas motor, lalu ia letakkan helmnya, "sejak kau belum di lahirkan," celoteh Keenan. Lalu ia tertawa terbahak bahak saat melihat Siena cemberut. "Dari tadi Si.." ucap Keenan mencubit gemas hidung Siena.
Sejenak Siena diam, "bagaimana? jadi tidak?" tanya Siena. Keenan mengusap kasar rambutnya sesaat.
"Sory Si..aku tidak jadi pergi, jadi..makannya batal dan hadiahnya juga batal dong," goda Keenan.
Siena tangannya terulur menyentuh dada Keenan, membuat Keenan menautkan kedua alisnya menatap tangan Siena yang menempel di dadanya, "a..apa yang..?"
"Plok!" Siena menepuk dada Keenan keras lalu tertawa kencang, "bagus dong kau tak jadi pergi..jadi aku bisa tiap hari di traktir kamu." Keenan menatap Siena jengah, dia sudah berpikir yang tidak tidak. Untung saja ucapannya tidak dia lanjutkan.
"Halah malah bengong!" tepuk Siena ke dada Keenan lagi, membuat Keenan malu sendiri. "Kalau begitu, bagaimana kalau kau makan di sini bersama kami semua?" tanya Siena.
Keenan menganggukkan kepala, "tentu saja mau." Kemudian mereka berjalan bersama memasuki rumah langsung menuju dapur. Bu Silvi menoleh ke arah mereka berdua.
"Kalian tidak jadi pergi?" tanya Bu Silvi.
"Tidak Bu, Keenan tidak jadi pergi Ke Luar Negeri," jawab Siena duduk di kursi, sementara Keenan menyalami Bu Silvi lalu ikut duduk di kursi.
"Kalau begitu..Nak Keenan makan malam di sini saja," ucap Bu Silvi meletakkan oseng oseng tempe di atas meja. Siena berdiri lalu membantu Bu Silvi menyiapkan makan malam.
"Terima kasih Bu..jadi merepotkan," kata Keenan tertawa kecil.
"Ah tidak juga Nak."
Tak lama mereka selesai menyiapkan makan malam, Bu Silvi memanggil semua anak anak panti untuk makan bersama. Mereka duduk manis di kursi masing masing lalu berdo'a sebelum makan. Dengan teratur dan tenang mereka pun menikmati santapan makan malam. Keenan memperhatikan anak anak semua, ada rasa haru juga sedih. Tidak semua anak seberuntung dirinya yang memiliki orang tua dan jaminan hidup layak.
"Nak Keenan kok bengong? tidak enak ya makanannya," tanya Bu Silvi menatap ke arah Keenan yang tengah bengong.
Keenan mengerjapkan mata, ia jadi salah tingkah ketahuan Bu Silvi tengah melamun, "ti..tidak Bu..enak kok," jawab Keenan tersenyum lalu menundukkan kepala kembali menikmati makanannya. Ada rasa nyeri di hati Keenan saat ia mengingat di rumahnya ada banyak makanan yang Mamanya sajikan untuk dia sendiri.
'Mulai besok, aku harus giat bekerja dan mengumpulkan uang dari keringatku sendiri untuk membantu anak anak' ucap Keenan dalam hati. Meskipun ia anak tunggal dari orang berada namun Keenan memiliki prinsip untuk tidak menggantungkan segalanya pada orang tua, ia harus mandiri. Dan Keenan sendiri terinspirasi oleh kehadiran Siena sahabatnya sejak kecil.
***
Selesai makan Siena dan Keenan sempat berbincang sebentar, karena sudah malam Keenan pun berpamitan pulang pada Bu Silvi.
"Jangan kapok ya makan di sini," kata Bu Silvi menepuk lengan Keenan.
Keenan tersenyum, "tidak Bu.." jawabnya sambil menyalami tangan Bu Silvi. "Bu..Siena..aku pulang dulu ya." Siena dan Bu Silvi menganggukkan kepala.
"Hati hati di jalan," kata Siena. Keenan melirik sesaat lalu ia melangkahkan kakinya menuju halaman. Siena melambaikan tangan saat Keenan meninggalkan panti.
"Siena..Ibu mau bicara sebentar sama kamu," kata Bu Silvi setelah Keenan pergi. Siena menganggukkan kepala, lalu mereka berjalan dan duduk di teras.
"Ada apa, Bu?" tanya Siena.
Bu Silvi menarik napas dalam dalam, lalu ia menundukkan kepala sesaat, "ada yang harus kamu ketahui, berhubung kamu paling besar di antara adik adikmu," jawab Bu Silvi.
Siena mengangguk, lalu ia menggeser kursi untuk lebih dekat dengan Bu Silvi, "iya Bu."
"Jadi begini.." Bu Silvi menarik napas panjang. "Panti asuhan ini berdiri di atas tanah milik keluarga Hardi Suryadiningrat," Siena menganggukkan kepala. "Kemarin pagi, Ibu mendapatkan pemberitahuan kalau tanah ini akan di jual dan mereka akan membongkar panti ini, Nak."
"Benarkah Bu?" Siena terkejut. "Lalu? apakah tidak ada uang pengganti atau kita di berikan waktu oleh mereka?" tanya Siena. Bu Silvi menggelengkan kepala.
Siena menundukkan kepala, "terus bagaimana, Bu.." ucap Siena pelan.
"Ibu tidak tahu, Nak," jawab Bu Silvi.
Siena tengadahkan wajahnya menatap Bu Silvi, "kapan mereka akan datang lagj ke sini Bu?" tanya Siena.
"Lusa," kata Bu Silvi. Siena terdiam sesaat, ia coba mencari solusi untuk masalah yang sedang di hadapinya.
"Ibu tenang saja, biar nanti aku yang bicara pada mereka. Siapa tahu mereka punga rasa empati pada kita."
"Amin," ucap Bu Silvi.
"Besok aku akan melamar kerja, Bu.." Siena menyentuh tangan Bu Silvi yang ada di atas meja.
"Semoga urusanmu lancar, Nak." Bu Silvi tersenyum menatap Siena, tangannya menepuk nepuk tangan Siena. Siena menganggukkan kepala, bibirnya tersenyum tipis menatap ke arah Bu Silvi. "Sudah malam, sebaiknya kau istirahat biar tidak kesiangan." Siena menganggukkan kepala. Lalu Bu Silvi berdiri melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Sementara Siena duduk termenung di kursi teras rumah.
'Aku harus bicara pada pemilik tanah ini. Kalau tidak..di mana kami tinggal?' ucap Siena dalam hati.
Perasaan nyeri menyeruak di dalam sanubarinya memenuhi rongga dada menyesakkan ruang batin. Ada perasaan iri menjalar di hatinya mengapa ia harus mengalami hidup seperti ini? Terbersit pertanyaan di benaknya. Siapa orang tuanya? mengapa mereka membuangnya, seolah olah tidak menginginkannya ada, tapi mengapa ia harus di lahirkan kalau memang tidak di inginkan?
"Aahhkk" teriak Siena pelan.
Di hari terakhir dan yang tak berujung, suara langkah kaki tak lagi bergema, menyusut bersama sang waktu yang tak pernah mau menunggu kesepakatan dari ketidakberartian diri.
'Mungkin suatu hari nanti, saat pijakan terakhir aku akan mengerti. Hubungan sosial tak lebih omong kosong. Hingga ke dua orangtuaku tak menginginkanku. Kepura puraan yang elegan, kebohongan yang begitu berisi, seakan hidup yang kujalani wajar dan semestinya..ahh..' Siena mendesah atas apa yang tidak ia mengerti mengapa ia ada di panti asuhan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 196 Episodes
Comments
uli
paling pantinya yg py kakek reegan y
2021-08-18
0
Maliqa Effendy
salah judul yaaa
2021-06-16
1
Kustri
favoritlah
2021-03-29
1