Pernikahan pun selesai sesuai yang diinginkan perempuan itu.
Akhirnya semua berjalan dengan rencanaku. Apa yang aku lakukan ternyata! membuahkan hasil. Tersenyum sebagai jawaban atas kemenangannya.
Bibiku yang gerah melihatnya terus berdiri di depan pintu. Menatap perempuan itu dengan wajah yang memerah. Amarah pun terlihat jelas di wajahnya.
Aku yang masih berdiri begitu ketakutan melihatnya.
Ayahku yang tidak berdaya. Duduk di sudut terlihat oleh bibiku dengan kesedihan yang begitu sangat.
Ayahku tidak bisa berbuat apa-apa. Di dalam benaknya dia memikirkan tentang nasib kedua anaknya ke depan. Ayahku tahu perempuan itu memang sengaja menjebak dia sebagai balas dendam karena telah menolak cintanya dulu.
Tidak berapa lama. Bibiku pun, kembali kekamar dengan kesal.
Kenapa? aku engga tau apa-apa!" Sambil meneteskan air mata. Bibiku yang tadi masuk kedalam kamar kini keluar kembali. Dia begitu, sayang pada ayahku dengan hati yang panas dia mencoba menenangkan diri.
"Kayak mana?" kata pamanku yang masih duduk di kursi.
"Ntahla!" Bibiku yang kesal dengan suara yang tinggi. Dia mengatakannya pada pamanku.
"Kenapa? Kamu marah-marah kepadaku." Seakan pamanku tidak terima dengan suara bibiku yang tinggi samanya.
"Darimana saja! Kenapa baru terlihat saat ini!" Bibiku pun sedikit menekan suaranya melihat pamanku dengan tatapan yang begitu tajam dan bola mata yang merah.
"Dari luar! Aku tadi ada urusan."Melakukan pembelaan atas dirinya sendiri.
Perempuan itu dan keluarganya memang begitu cerdik. Melakukan semuanya dengan rapi. Bahkan, pernikahan!
Bibi dan pamanku tidak mengetahuinya. Bibiku melihat di rumahnya ada perkumpulan. Akan tetapi, perempuan itu hanya mengatakan tidak ada apa-apa. Sementara, bibiku yang polos percaya dengan semuanya.
"Oh!" Kata bibiku dan langsung pergi.
Melihat kekesalan didalam keluarga bibiku.Ayahku pun pergi keluar untuk menghindari permasalahan semakin rumit.
Dan pada malam kejadian! Keramaian di rumahnya tidak begitu terbaca ntah, ada apa?
Perempuan itupun beberapa hari tidak pernah kelihatan lagi. Setelah ditegur oleh bibiku. Dia langsung menghilang bagaikan di telan bumi. Rumahnya yang sering terlihat anak-anaknya. Kini, tidak lagi terlihat, sunyi sepi!
Tok tok tok!
Bibiku duduk di antara dua sudut dinding. Memelas tidak bersemangat seperti biasa. Pikirannya pun kacau berkeping. Rumah yang biasanya terurus. Pada hari ini. Setelah kejadian tadi malam semuanya kacau berantakan. Anak-anaknya pun bermain sepuasnya kemana mereka mau.
Sementara, aku dan adikku duduk diam di dekat lemari pemisah ruang tamu dan kamar.Pamanku yang tadi gerah kini memakai sendalnya dan pergi.
Tiba -tiba bibiku dan aku mendengar suara ketukan pintu.
Sontak bibiku pun terbangun dari pikiran kosongnya. Melihat kearah pintu, siapa? yang datang.
"Siapa?" bergegas lari ke pintu.
"Aku." Kata ayahku dari luar.
"Bang Tiyo."Dengan wajah kesal.
"Liyan sama Ana dimana?" tanya ayahku kembali.
"Didalam." Kata bibiku.
Ayahku tetap berdiri diluar pintu dengan wajah yang murung. Dia seakan mengatakan kalau dia terbelenggu. Tidak banyak kata-kata yang dia utarakan.
Bibiku pun merasa sedih. Melihat kondisi Ayahku.
" Mari masuk, ayo!" Ajak bibiku memecah kesunyian.
"Engga, disini aja." Dengan wajah yang sendu.
Ayahku pun, yang tadi tidak berani masuk. Kini terpaksa harus masuk karena bibiku memaksanya.
Setelah ayahku duduk. Bibiku pun, memerhatikan bentuk wajah ayahku. Sorot matanya yang sendu seakan, mengatakan kalau dia ingin menangis.
"Kenapa? Bang Tiyo mau menikahi perempuan itu?" Tanya bibiku dengan suara yang pelan.
"Kalau aku engga mau. Bagaimana anak-anakku nanti. Tidak ada yang bisa aku perbuat. Orang itu banyak. Aku cuman sendiri. Dari pada terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, terjadi kapadaku. Sementara, orang itu ramai-ramai. Mending aku mengalah saja." Kata ayahku sambil menunduk di hadapan bibiku.
"Kita kan? Masih bisa mencari jalan keluarnya." Kata bibiku dengan sedikit kecewa atas keputusan ayahku yang sepihak.
"Bukan begitu! Aku hanya mengingat kedua anakku. Bagaimana? Nasib kedua anak-anakku."
"Tidak akan terjadi apa-apa!" Kata bibiku.
Aku yang masih kecil mendengarkan pembicaraan mereka. Namun, sayang aku belum memahami apa dari perkataan mereka.
Sementara ayahku hanya dima saja mendengarkan ucapan bibiku.
"Mungkin dia dendam karena aku menyuruh dia menjauhi kamu bang Tiyo."
Ayahku yang mendengar penuturan dari bibiku. Diam dan melihat bibiku dengan mengerutkan keningnya.
"Aku tidak suka melihat perempuan itu sampai kapan pun." Dengan kesal dan darah yang mendidih. Bibiku tidak melanjutkan ucapannya.
"Sudahlah!" Kata ayahku dengan pasrah.
Ayahku pun tidak berapa lama beranjak dari rumah bibiku. Membawa kami berdua pulang kerumah beserta perempuan itu.
"Jadi, malam ini kita pulang ya,nak!" Kata Ayahku sambil melihat kami berdua.
"Hati-hati kamu, ya!" Bibiku memeluk kami sambil menangis.
Kami pun, pergi meninggalkan kediaman bibiku. Di persimpangan jalan yang sempit. Dari rumah bibiku. Pamanku pun, kembali dan tidak sengaja bertemu dengan ayahku di tengah jalan.
Ayahku yang tidak melihat kesana kemari pun, tiba-tiba berhenti. Mendengar suara memanggil. Ayahku pun, menoleh kebelakang.
Ayahku yang berhenti tidak jauh dari pamanku. Memiringkan badannya sedikit. Melihat pamanku dan seketika, memalingkan wajahnya dari pamanku sambil mengatakan!
" Kami pulang dulu, ya!"
"Pulang? cepat sekali."
"Ia, ini sudah larut malam. Aku takut nanti sakit orang ini. Kalau pulang lebih larut malam kali." Sambil melihat ke arah kami seakan menunjuk kami.
"Oh! Besok engga datang kemari lagi ?" tanya pamanku.
"Belum tau." Kata ayahku.
"Perempuan, itu?" tanya pamanku dengan nada suara yang berat.
"Mungkin masih dirumah."Kata ayahku dangan wajah datar.
"Oh!" Kata pamanku sambil menganggukkan kepalanya.
Pamanku menatap Ayahku dengan lekat. Rona kesedihan ikut tersirat juga, di wajah separuh baya. Sementara, adikku yang manja kini sudah mulai terlihat memejamkan kedua matanya dengan perlahan. Hidup Ayahku malam ini bagaikan mimpi buruk yang akan terus menghantuinya tiada henti.
Seketika, aku pun melihat adikku yang kini hampir menjatuhkan kepalanya karena rasa kantuk yang begitu berat. Tawa cerianya, kini tidak terlihat lagi di wajah polosnya. Tangan kecilnya kini meremas kedua jemarinya. Menandakan bahwa dia lagi kedinginan.
Pamanku yang melihat kami ingin sekali rasanya membawa kami segera, pulang kerumah mereka. Namun, kini dia hanya bisa melihat. Tidak banyak yang bisa dia ungkapkan kepada ayahku. Hanya, diam mematung sambil memegang sesuatu yang dia beli dari warung. Sementara, aku yang duduk diatas becak menjaga adikku yang sedang tidur. Agar tidak ada nyamuk yang menggigit dia. Ayahku yang berdiri menunggu wanita itu kini terlihat semakin gelisah. Berjalan kecil memutari area tempat kami berhenti. Sesekali, dia melihat kearah jalan yang tidak begitu terang. Hanya ada satu lampu jalan yang berdiri tegak dekat pohon yang besar. Cahaya lampu yang terang itu tertutup daun pohon yang rimbun. Cahayanya tidak begitu mengenai badan jalan seluruhnya.
Bersambung....
Mohon mampir, ya teman-teman, votenya,like,dan ikuti ya untuk cerita selanjutnya....😊🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 394 Episodes
Comments
Putri Minwa
cerita yang menarik thor
2022-10-19
1