Ke Khawatiran Ayahku

Hari ini adalah hari berikutnya aku pergi kesekolah seperti, biasa. Yang dimana,ini adalah hari ketiga.

Pagi ini sangat cerah. Mungkin hari ini,akan terlalu panas, nanti. Sambil memakai seragam sekolahku.

"Liyan!" Teriak ayahku dari luar kamar.

"Ia,Ayah." Aku pun berlari menghampiri ayahku yang dari tadi berdiri didepan pintu.

Ayahku begitu terlihat rapi hari ini. Dari ujung rambut sampai ujung kaki. Aku melihat berulang kali.

"Ayah mau kemana sepagi ini?" Sambil menatap kedua mata ayahku.

"Ayah mau kerja seperti biasa, nak! Sebelum kerja ayah mau kerumah teman Ayah dulu, ada acara." Sambil merogo kantong celananya memberikan uang jajan.

"Terima kasih Ayah." Dengan tangan kananku dan menyalam ayahku.

Aku membuka uang yang diberikan oleh ayahku dengan senyum.

Ini uangnya, cukup untuk aku membeli jajan. Berjalan terus, aku lalui tanpa lelah.

"Liyan!" Teriak seseorang dari belakangku.

"Widia."

"Tunggu aku !" Dengan berlari kencang mengejarku.

"Ternyata, aku ketemu juga sama kamu."

Di terik matahari pagi . Kami berdua pun berjalan.Kami yang lagi asyik berjalan sambil tertawa. Dari ujung mata yang begitu tidak jauh. Aku melihat gerbang sekolahku yang terbuka lebar.

Gerbang sekolah sudah kelihatan. Sebentar lagi, kami sampai deh! di sekolah.

Setiba di gerbang sekolah. Temanku Widia berjalan lebih kencang dari ku.

"Widia, kenapa kamu terlalu cepat jalannya?" Langkahku pun begitu cepat untuk mengejarnya.

"Aku lupa Liyan, kalau aku piket hari ini?!" Dengan terburu-buru. Dia pun, tidak menoleh kebelakang.

Hari ini. Pelajaran di kelas pun seperti, biasa di laksanakan.

Sementara, pikiranku ntah, kemana melayang. Mata melihat kearah papan tulis. Tapi pikiran ku berada di kejadian semalam.

Mengingat orang aneh itu! Kalau nanti aku pulang. Dia masih menungguku bagaimana? Wajah cemasku pun terlihat dengan tubuh yang gemetaran.

"Anak-anak ini ada angka 1,2,3...."

Ha!

Sekilas pikiranku teringat dengan uang jajan yang di berikan ayahku tadi.

Coba deh, kulihat. Merogoh kantong, dengan kedua mata masih terus mengarah ke papan tulis.

Ayahku tadi, memberi aku uang jajan berapa, ya? Menoleh kebawah.

Cuman segini! Melihat uang yang tersusun rapi di telapak tanganku.

Ayahku mengasih uang jajan tidak seperti, orang tua temanku yang lain.Mereka biasa dikasih sebesar lima ratus rupiah. Sedangkan aku hanya, dikasih sebesar dua ratus rupiah. Itulah kemampuan ayahku yang aku ketahui. Aku dan ayahku memang saling berkesinambungan. Ayahku memberikan uang jajan segitu nilainya dan hanya akulah yang bisa menerimanya. Makanya seorang anak tidak pernah ke tukar takdirnya dengan orang tuanya.

Auw! Aku terkejut bahuku dipukul pelan.

"Kenapa?" Mengangkat kepalanya sedikit.

"Mm! Engga, apa-apa!" Dengan nada suara pelan dan nafas yang lemas.

Widia menganggukkan kepalanya.

Kami berdua pun, kembali seperti semula. Memperhatikan guru yang menjelaskan di depan kelas.

.

.

.

Bel pulang!

Teng teng teng!

Bel pulang pun berbunyi.

Aku harus cepat pulang. Menyusun buku ke dalam tas dengan secepat mungkin. Aku takut kalau orang aneh itu berdiri lagi ditempat semalam menungguku.

Dengan lari yang kencang aku berteriak.

Widiaaa! Tunggu akuu! Langkah kakiku yang begitu cepat menghampirinya.

"Cepat Liyan." Dia pun berhenti dan menunggu aku.

"Kamu kenapa?" Dengan heran dia bertanya kepadaku kembali.

"Semalam. Aku pulang ada orang yang mau menangkapku."

"Siapa?" Sambil mengarahkan kedua bola matanya menatapku.

"Itu rumahnya, yang dekat tanjakan."

" Dekat tanjakan?!" Sambil mengingat.

Ha! Sambil menganggukkan kepala.

Widia pun mulai penasaran di sepanjang perjalan. Dia terus membahas orang aneh itu. Seakan dia sambil mengingat-ingat tentang orang itu.

"Liyan, atau jangan -jangan orang India itu, ya!"

Dengan penuh keyakinan dia meyakinkan kepadaku.

"Ntah,aku engga tau."

Hening! Seketika kami pun saling menatap satu sama lain.

"Liyan, aku pulang duluan ya. Aku sudah di jemput."

Ditengah kerumunan kendaraan yang lewat.

Aku yang fokus memandang ke arah jalan. Tidak mendengar apa yang di ucapakan Widia kepadaku. Aku masih menganggap Widia masih di sampingku mengajaknya terus berbicara.

"Widia! Nanti, kalau sudah sampai didekat tanjakan. Akan aku tunjuk yang mana orangnya. Itu pun, kalau dia ada diluar. Ntah, pun dia didalam rumahnya, aku gak tau?!" Sambil terus berjalan menatap ke badan jalan.

Seketika, aku menoleh ke samping kanan dan belakang.

Seerrrr!

Jantungku pun seketika, rasanya mau lepas dari tubuhku. Darahku pun, rasanya turun kebawah. Tubuhku lemas tidak berdaya. Wajahku pun seketika, pucat dan keringat dingin. Kedua telapak tanganku terasa seperti, aku baru memegang air es yang begitu dingin.

Jadi, tinggal aku sendiri! Tapi Widia kemana, ya?"

"Mau kemana anak ibu?" Sapa seorang wanita yang usianya tidak jauh tuanya dengan ayahku.

"Mau pulang Bu." Dengan menundukkan kepalaku sedikit sebagai rasa hormat kepadanya.

"Mari ibu antar!" Dia pun tersenyum manis kepadaku dan menggenggam tangan kecilku yang tadi kedinginan seperti es.

"Tapi kan, rumah aku lain Bu." Menatap tajam wajah ibu itu.

"Ia, Ibu tahu. Kamu Singgah dulu ke rumah Ibu. Makan siang dulu sama Ibu nanti baru Ibu antar ke rumah. Mau tidak?" Senyuman hangat di lemparkannya kepadaku.

"Engga!" Dengan hati yang ragu.

"Kenapa kamu engga mau?" tanyanya kembali.

"Kayak mana ini. Nanti ayahku pasti kehilangan sama aku." Dengan wajah panik.

"Tunggu apa lagi ayo!"

Dia pun begitu cepat menyambar tanganku dan menggenggamnya erat-erat. Langkahnya begitu cepat. Tubuh kecilku pun, rasanya seakan terseret. Sesekali aku menyuruhnya untuk berhenti.

"Bu istirahat dulu! berhenti sebentar." Melepaskan genggaman tangannya dengan tangan kiriku.

"Kita berhenti? Engga usah berhenti nak! Biar kita cepat sampai." Dia terus berjalan dan menggenggam tanganku dengan erat.

Tapi rasanya, aku mau berteriak. Meminta pertolongan. Tapi mulutku tidak mau terbuka.

Ternyata, perjalanan kami sudah jauh. Dari bawah tanjakan. Aku melihat ke atas dimana, tempat aku tadi yang bertemu dengannya.

"Ayah!" Keluar dari bibir kecilku.

"Apa, Ayahmu?" berhenti dan melihat ke sana kemari.

Waduh bisa gawat ini. Kalau sampai ayahnya melihatku membawa anak perempuannya yang cantik ini. Bisa-bisa aku?! tidak, tidak, tidak, tidak mungkin! Dia pulang secepat ini?! Di pagi yang menjelang siang. Begitu panas, dia memasang wanti-wanti. Aku harus hati-hati. Sambil melirik ke sana kemari.

Ayahku yang merasa tidak tenang di saat menarik becak, pun seketika, pulang dengan cepat.

"Itu seperti, anak ku?!" Berjalan dan melihat ke arah anak kecil yang di gandeng seorang ibu.

"Tapi, mana mungkin." Berulang kali memikirkan anak kecil itu.

Aku yang engga mau ikut dengannya,berupaya untuk mencari pertolongan di sekeliling aku.

"Ayaaah!" Teriakku dengan keras.

"Apa? Kamu jangan berteriak!" Sambil menutup mulutku kuat dengan, tangannya.

Sepertinya, ada yang memanggilku. Dengan menoleh ke segala arah.

Tapi, dari maaan****. Itu sepertinya, anakku Liyan . Sambil melihat dengan tajam.

Ayahku pun, terus mengikuti kami. Kemana langkah ibu itu membawa aku. Ayahku yang baru pulang mencari nafkah. Dengan baju kaos yang dia pakai. Celana panjang dan balutan topi di kepalanya. Menutupi wajahnya sebagian.

Dia pun, berlari mengejar aku dengan membawa belanjaan di tangannya.

"Hei! Tunggu!" Terus mengejar.

"Ayo! Cepat!" Dia pun terus menarik tanganku berjalan dengan cepat.

"Ayaah!" Nafasku yang semakin sesak.

Dari kejauhan. Aku masih berada bersamanya terus melihat ke belakang. Ayaah! Teriakku di dalam hati sambil melihat ayahku. Air mataku pun terus jatuh membasahi pipi kecilku. Pandanganku pun, kepada ayahku semakin lama semakin mengecil.

Aku hanya bisa berpasrah!

Ayah cepat la!

Sappp!!!

Langsung berhenti!

Berhenti! Dan dia tidak berkutik sedikit pun.

"Mau kau bawa kemana anakku!" Dengan nada suara yang tinggi.

"Aku mau membawa sebentar anak kamu ke rumahku." Dengan suara yang datar dan wajah yang tidak merasa bersalah.

"Bagaimana? Mungkin kau mau membawa anakku. Tidak ada izin dari ku." Dengan emosi yang melonjak tajam.

" Dari kemaren aku sudah meminta anak kamu untukku. Kau tak pernah mengasihnya."

" Apa? Enak aja kau bilang kayak begitu. Bagaimana? Mungkin aku kasih sementara itu anak ku."

"Anak abang kan ada dua perempuan." Dengan santainya dia bicara.

"Apa salahnya aku minta satu. Kan, masih ada satu lagi. Sementara aku****. Dengan wajah sedih melihat ke arahku.

Ayahku pun, tidak mau tinggal diam. Dia pun, menarik tanganku dan melepaskannya dari genggaman ibu itu.

"Ayo! Kita pulang, nak." Tarik ayahku.

"Tunggu!" Teriak wanita itu.

Sambil berjalan dan menghampiri.

"Kasih la dia sama aku biar ada anak kami. Sudah lama sekali aku menikah tidak belum memiliki anak. Aku suka melihat anak kamu yang ini. Dia begitu cantik dan manis." Memandangiku dengan begitu hangat.

"Tidak,tidak mungkin! Aku memberi anakku. Mereka ini adik beradik cuman berdua. Ayahku terus memegang tanganku dengan kuat.

"Maaf kan aku sebelumnya. Tadi, dia memang aku paksa ke rumahku. Dari kemaren aku meminta. Jadi, aku membawa dia secara diam-diam."

Ayahku pun, menghembuskan nafasnya dengan kasar.

Dengan mata yang begitu mendelik dan hati yang membara ayahku pun, pergi meninggalkannya dan membawaku pulang.

Wanita itu pun, pergi dengan tangan kosong dan wajah sedih serta kecewa.

"Itulah nak. Ayah bilang sama kamu jangan mau di ajak orang yang tidak di kenal." Melihat ke arahku dan mengelus kepalaku dengan lembut.

"Ayah, kemaren ibu itu. Yang menolong aku dari orang gila." AKu lihat ayahku dengan wajahku yang polos.

"Orang gila mana?"ayahku mengerutkan keningnya.

"Itu!" Menunjuk ke atas tanjakan.

" Yang mana?!" Kedua bola mata ayahku pun mengikuti jari telunjukku.

Hening!

Ayahku yang tadi terus menatap tanjakan yang aku tunjuk.

Dia pun terus merangkul aku seakan tidak mau melepaskanku.

Bersambung ya teman 😊🙏

Terpopuler

Comments

Dehan

Dehan

semangat thor

2022-11-25

0

Putri Minwa

Putri Minwa

semangat terus thor 💪💪💪

2022-10-16

1

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Keadaan Keluargaku
3 Adikku
4 Rasa sakit
5 Langkah Kaki
6 Sekolah Pertamaku
7 Siang Hari
8 Hari ke Dua Sekolah Ku
9 Di Tengah Perjalanan
10 Ke Khawatiran Ayahku
11 AyahKu
12 Kegiatan AyahKu
13 Pernikahan Jebakan
14 Keributan
15 Tiba di Rumah
16 Tiba di Rumah Part 2
17 Di Jalan
18 Bermain Di Rumah
19 Kedatangan Teman Baru
20 Kegiatan Ku Dirumah
21 Makan Malam
22 Pagi Hari
23 Ibu tiriku
24 Ibu tiriku Pingsan
25 Tersadar
26 Tersadar Part 2
27 Tersadar Part 3
28 Adikku bermain
29 Adikku Bermain lagi
30 Kembali Ke Rumah
31 Kembalinya Ayahku
32 Malam Hari
33 Malam Hari Part 2
34 Malam Hari Part 3
35 Hari Pertama Adikku Sekolah
36 Hari Pertama adikku Sekolah Part 2
37 Makan siang
38 Makan siang Part 2
39 keadaanku
40 Teman
41 Aku dan Ayahku
42 Keinginan Ayahku
43 Perjalanan
44 Rumah sakit
45 Di Ruangan Dokter
46 Diruang Tunggu Apotek
47 Yang Kulihat
48 Adikku Menghilang
49 Pencarian adikku
50 Kembalinya Aku Kerumah
51 Kembalinya Aku Kerumah Part 2
52 Masih Didalam Rumah
53 Ayahku Selesai Sholat
54 Adikku Sudah Kembali
55 Ayahku Kesal
56 Emosi Ayahku
57 Keributan
58 Keributan yang terus berlanjut
59 Malam Hari Yang Masih Ribut
60 Adikku Protes
61 Kebingungan Adikku.
62 Kekesalan Ku
63 Ketakutanku
64 Langkah Kaki
65 Membangunkan Adikku.
66 Keinginan Yang di Tolak Ayahku
67 Ibu sambungku Menghilang
68 Bertengkar dengan Diriku Sendiri
69 Hatiku yang sakit
70 Air Mataku
71 Adikku yang malu
72 Pertanyaan Adikku yang kritis
73 Adikku Kehilangan
74 Menyambut Ayah
75 Tingkah Kami di tengah kemarahan
76 Mengambil jambu
77 Pembayaran rumah kontrakan
78 Adikku yang sedih bermain boneka
79 Adikku yang sedih bermain boneka part 2
80 Adikku mengambil jambu
81 Tawaku dan teriakan ibu sambungku
82 Kejahilan adikku membuatku kesal
83 Kecemburuan
84 Berobat
85 Diruang dokter
86 Di ruang dokter part 2
87 Adikku penunggu rumah
88 Ultimatum
89 Bermain kelereng
90 Bermain kelereng part 2
91 Udara malam
92 Kehangatan
93 Hari baruku
94 Sedihku
95 Di kelas
96 Teman baru
97 Ke rumah Nisa
98 Ke rumah Nisa Part 2
99 Kembali ke rumah
100 Cengkeraman yang menghantamku
101 Janjiku
102 Jeritan hati
103 Sedihku
104 Tawa jenaka
105 Cercaan teman
106 Cercaan teman part 2
107 Cercaan part 3
108 Ejekan yang konyol
109 Kekonyolan
110 Kekonyolan Part 2
111 Dalam kelas
112 Dalam kelas part 2
113 Masalah kembali
114 Tampil di depan
115 Sedih dan Lucu
116 Ke panikan
117 Ketakutan dan kebahagiaan
118 Nasihat
119 Rasa kesal dan sakit
120 Jalan pulang
121 Ke bersamaan
122 Kemarahan di rumah
123 Serangan terhadapku
124 Permohonan maaf
125 Kelucuan di dalam serangan
126 Ke khawatiran Ayah
127 Tekanan
128 Kecerdikan adikku
129 Keinginan yang mengekang
130 Kecerobohan
131 Mengikuti adikku
132 Peringatan
133 Memberi pengertian
134 Aku tidak percaya
135 Draft Pantang menyerah
136 Tawa adikku yang menggodaku
137 Mencuci Muka Kembali
138 Curahan hati di bawah pohon
139 Rengekan adikku
140 Mengenang yang telah tiada
141 Kedekatanku dengan Ibu sambungku
142 Rasa khawatir
143 Mengusap kepalaku
144 Badut Lucu
145 Terungkapnya kebenaran dari adikku
146 Tawa di tengah hempasan
147 Aku terharu melihat sikap Ayah dan Ibu sambungku
148 Makan malam bersama
149 Candaan ayahku pada adikku
150 Ayahku Teringat Kembali
151 Ayahku Menantang Kejujuranku
152 Aku mengingatkan adikku
153 Air mataku jatuh membasahi pipiku
154 Obrolan di tengah jalan
155 Gerbang sekolah
156 Aku dan Bunga inspirasi
157 Kejutan di pagi hari
158 Fikri yang kesal
159 Bu Dona menghampiri meja kami
160 Pertemuan dengan olahraga
161 Olahraga yang membuat kusedih
162 Sikapku terhadap temanku
163 Membisu
164 Kemarahan
165 Perhatian yang membuat terharu
166 Lemparan yang menyerang
167 Bermain kucing-kucingan
168 Mengintip dari balik pintu
169 Memori yang lucu
170 Kantin dan Nasi goreng
171 Kesenian yang mengusir lelah
172 Seketika berkecil hati
173 Wajah kepiting rebus
174 Tagihan rumah kontrakan
175 Setelah kembali
176 Rengekan
177 Ingin cerita dongeng
178 Membuang uang
179 Penyesalan
180 Awan kelabu
181 Obat luka
182 Tersenyum kembali
183 Melihatmu Bahagia
184 Cubitan gemas
185 Menolak alasan
186 Isyarat
187 Gugup setelah melihat
188 Sebutan pertama kali
189 Rutinitas selanjutnya
190 Do'a restu
191 Sudut dinding
192 Cinderella
193 Sarapan yang kurang lengkap
194 Ujian kesabaran
195 Keributan di bawah pohon bunga inspirasi
196 Gunting pemisah
197 Sikap yang dingin
198 Kecilnya diriku di mata sahabatku
199 Cerita hari ini
200 Kekaguman
201 Terbongkarnya rahasia
202 Terbongkarnya Rahasia part 2
203 Terbongkarnya rahasia part 3
204 Kekesalan akan kebohongan
205 Tempat tidur dan Boneka
206 Mengembalikan senyum adikku
207 Kegiatan sore hari
208 Kegiatan sore hari part 2
209 Kegiatan sore hari part 3
210 Gambar di bawah pohon
211 Kesedihan ayahku
212 Menghilangkan Kesedihan Ayahku
213 Bermain anak BP
214 Mengumpulkan sampah
215 Menulis biodata
216 Menyerahkan biodata
217 Sepatu Sobek
218 Becak ayahku
219 Di atas becak
220 Hujan
221 Setelah hujan reda
222 Memetik bunga
223 Sorotan mata
224 Ocehan ayahku
225 Ocehan ayahku part 2
226 Rembulan
227 Perselisihan
228 Aku dan Septiani
229 Terpukul
230 Hukuman
231 Menjenguk Pudan
232 Tiba di rumah Pudan
233 Di dalam Rumah
234 Kehebohan di jalan
235 Perjalanan menuju rumah
236 Keseruan di tengah hujan
237 Amarah yang besar
238 Kecemburuan yang tersimpan
239 Penyesalan
240 Menyusun perlengkapan sekolah
241 Mengikat tali sepatu
242 Hukuman penjaga sekolah
243 Barisan tersendiri
244 Ujian
245 Mengembalikan buku
246 Perseteruan
247 Gerimis deras
248 Bermain dengan seru
249 Ketahuan
250 Foto
251 Kekejamannya
252 Teringat Ibu
253 Gundukan plastik di dalam kamar
254 Ejekan Widia
255 Ujian terakhir
256 Kelas tiga telah berakhir
257 Menerima raport
258 Libur ujian
259 Berkumpul dengan teman
260 Aku dan adikku
261 Bermain sepeda
262 Kejahatan Septiani dan kebaikan Widia
263 Tangisan di dalam rasa sakit.
264 Hardikan di dalam sakitku
265 Kami dan peraturan baru
266 Piknik
267 Berangkat piknik
268 Di tempat piknik
269 Sungai Bilah
270 Di tepi sungai
271 Selesai bermain
272 Banyak dilihat
273 Pasar malam
274 Tiba di pasar malam
275 Menikmati permainan
276 Bermain kuda
277 Mainan dari kertas
278 Sendal jepit adikku dan sepatuku
279 Sakit
280 Sendal Baru
281 Penolakan yang membuat sedih
282 Cuci piring dan bermain di rumah
283 Bermain di malam hari
284 Adikku menghalangi aku
285 Bermain di malam hari
286 Aku terus bermain hingga larut malam
287 Aku terkejut
288 Tubuhku mendadak aneh
289 Tutup mulut
290 Rindu Ibu
291 Mengobati luka
292 Sindiran yang menyedihkan
293 Kemarahan ayahku dan pembelaanku
294 Penghakiman ayahku terhadap kami berdua
295 Harapan yang tidak terjawab
296 Terjerembab ke tanah
297 Kekasaran adikku
298 Napasku sesak
299 Omelanku dan adikku
300 Suara parau bersama kecurigaan
301 Terkuaknya rahasia
302 Wajah Ayah di balik pelupuk mata
303 Meremuk daun demi ketenangan
304 Harapan di balik jendela
305 Getar-getir
306 Merasa di hantui
307 Di balik ketenanganku
308 Mengambil minum dengan bangku kecil
309 Jujur dan Kesal
310 Ketabahan
311 Aku terkejut dan kecurigaan adikku
312 Omelan adikku dan kelucuannya
313 Aku sendiri
314 Terciduk
315 Omelan seolah Ocehan
316 Celaan
317 Kenangan kelereng di balik sedihku
318 Kembalinya tawa
319 Bermain tebak-tebakan gambar
320 Ingin keluar tapi terkurung dan bermain di dalam rumah
321 Berdua dan bermain di dalam rumah
322 Perkelahian secara diam-diam
323 Merengek
324 Cerdiknya adikku dan mengalahku
325 Kecemasanku
326 Menceritakan Lofya
327 Membeku karena sorot mata ayahku
328 Melihat Ayah dan mengingat Ibu sambung
329 Senyum nakal adikku
330 Adikku di hukum
331 Penyesalan
332 Tantangan dan wajah licik
333 Tubuh setengah menggantung
334 Perdebatan dengan adikku
335 Mengingat yang lalu
336 Ibu sambung kembali, adikku kesal
337 Barang yang hilang
338 Akibat kelancangan adikku
339 Balas dendam adikku
340 Menjahili adikku
341 Tuduhan yang garing
342 Murung
343 Melihat atas lemari
344 Ayahku shock
345 Omelan ayah sambil memasak.
346 Menatap jam dinding
347 Tumpukan baju
348 Masuk kamar Ayah
349 Menemukan baju
350 Tidak di ajak bermain
351 Bercerita pada Ayah
352 Kembalinya Ibu
353 Pertengkaran
354 Pergi membawa baju
355 Sedih melihat kami
356 Bersama Ayah di rumah
357 Menikmati kebebasan
358 Berdua bermain
359 Nasihat Ayah
360 Bertiga di malam hari
361 Malam yang mencengangkan
362 Ditinggal berdua
363 Ejekan teman
364 Menghitung uang jajan
365 Es lilin
366 Menghabiskan es lilin
367 Dititip di rumah kerabat
368 Sampai di rumah kerabat
369 Menelan ludah
370 Menjilat tangan
371 Lapar
372 Hati yang senang
373 Beli jajan
374 Penolakan
375 Delikan ayahku
376 Meninggalkan bawah pohon
377 Teguran Ayah
378 Mengikuti kemauan Ayah
379 Keputusan adikku
380 Menepati janji
381 Benar-benar berubah
382 Kejengkelan
383 Jebakan
384 Berdalih
385 Sabar
386 Memperbaiki kaki meja
387 Kedatangan Septiani bersama Widia
388 Permintaan maaf
389 Widia dan Septiani pamit
390 Rindu Ibu
391 Terkejut sambil mengigit jari
392 Bertanya tentang Ibu
393 Ziarah ke kuburan Ibu
394 Mengenal Liyan, Ana dan Ayahnya
Episodes

Updated 394 Episodes

1
Prolog
2
Keadaan Keluargaku
3
Adikku
4
Rasa sakit
5
Langkah Kaki
6
Sekolah Pertamaku
7
Siang Hari
8
Hari ke Dua Sekolah Ku
9
Di Tengah Perjalanan
10
Ke Khawatiran Ayahku
11
AyahKu
12
Kegiatan AyahKu
13
Pernikahan Jebakan
14
Keributan
15
Tiba di Rumah
16
Tiba di Rumah Part 2
17
Di Jalan
18
Bermain Di Rumah
19
Kedatangan Teman Baru
20
Kegiatan Ku Dirumah
21
Makan Malam
22
Pagi Hari
23
Ibu tiriku
24
Ibu tiriku Pingsan
25
Tersadar
26
Tersadar Part 2
27
Tersadar Part 3
28
Adikku bermain
29
Adikku Bermain lagi
30
Kembali Ke Rumah
31
Kembalinya Ayahku
32
Malam Hari
33
Malam Hari Part 2
34
Malam Hari Part 3
35
Hari Pertama Adikku Sekolah
36
Hari Pertama adikku Sekolah Part 2
37
Makan siang
38
Makan siang Part 2
39
keadaanku
40
Teman
41
Aku dan Ayahku
42
Keinginan Ayahku
43
Perjalanan
44
Rumah sakit
45
Di Ruangan Dokter
46
Diruang Tunggu Apotek
47
Yang Kulihat
48
Adikku Menghilang
49
Pencarian adikku
50
Kembalinya Aku Kerumah
51
Kembalinya Aku Kerumah Part 2
52
Masih Didalam Rumah
53
Ayahku Selesai Sholat
54
Adikku Sudah Kembali
55
Ayahku Kesal
56
Emosi Ayahku
57
Keributan
58
Keributan yang terus berlanjut
59
Malam Hari Yang Masih Ribut
60
Adikku Protes
61
Kebingungan Adikku.
62
Kekesalan Ku
63
Ketakutanku
64
Langkah Kaki
65
Membangunkan Adikku.
66
Keinginan Yang di Tolak Ayahku
67
Ibu sambungku Menghilang
68
Bertengkar dengan Diriku Sendiri
69
Hatiku yang sakit
70
Air Mataku
71
Adikku yang malu
72
Pertanyaan Adikku yang kritis
73
Adikku Kehilangan
74
Menyambut Ayah
75
Tingkah Kami di tengah kemarahan
76
Mengambil jambu
77
Pembayaran rumah kontrakan
78
Adikku yang sedih bermain boneka
79
Adikku yang sedih bermain boneka part 2
80
Adikku mengambil jambu
81
Tawaku dan teriakan ibu sambungku
82
Kejahilan adikku membuatku kesal
83
Kecemburuan
84
Berobat
85
Diruang dokter
86
Di ruang dokter part 2
87
Adikku penunggu rumah
88
Ultimatum
89
Bermain kelereng
90
Bermain kelereng part 2
91
Udara malam
92
Kehangatan
93
Hari baruku
94
Sedihku
95
Di kelas
96
Teman baru
97
Ke rumah Nisa
98
Ke rumah Nisa Part 2
99
Kembali ke rumah
100
Cengkeraman yang menghantamku
101
Janjiku
102
Jeritan hati
103
Sedihku
104
Tawa jenaka
105
Cercaan teman
106
Cercaan teman part 2
107
Cercaan part 3
108
Ejekan yang konyol
109
Kekonyolan
110
Kekonyolan Part 2
111
Dalam kelas
112
Dalam kelas part 2
113
Masalah kembali
114
Tampil di depan
115
Sedih dan Lucu
116
Ke panikan
117
Ketakutan dan kebahagiaan
118
Nasihat
119
Rasa kesal dan sakit
120
Jalan pulang
121
Ke bersamaan
122
Kemarahan di rumah
123
Serangan terhadapku
124
Permohonan maaf
125
Kelucuan di dalam serangan
126
Ke khawatiran Ayah
127
Tekanan
128
Kecerdikan adikku
129
Keinginan yang mengekang
130
Kecerobohan
131
Mengikuti adikku
132
Peringatan
133
Memberi pengertian
134
Aku tidak percaya
135
Draft Pantang menyerah
136
Tawa adikku yang menggodaku
137
Mencuci Muka Kembali
138
Curahan hati di bawah pohon
139
Rengekan adikku
140
Mengenang yang telah tiada
141
Kedekatanku dengan Ibu sambungku
142
Rasa khawatir
143
Mengusap kepalaku
144
Badut Lucu
145
Terungkapnya kebenaran dari adikku
146
Tawa di tengah hempasan
147
Aku terharu melihat sikap Ayah dan Ibu sambungku
148
Makan malam bersama
149
Candaan ayahku pada adikku
150
Ayahku Teringat Kembali
151
Ayahku Menantang Kejujuranku
152
Aku mengingatkan adikku
153
Air mataku jatuh membasahi pipiku
154
Obrolan di tengah jalan
155
Gerbang sekolah
156
Aku dan Bunga inspirasi
157
Kejutan di pagi hari
158
Fikri yang kesal
159
Bu Dona menghampiri meja kami
160
Pertemuan dengan olahraga
161
Olahraga yang membuat kusedih
162
Sikapku terhadap temanku
163
Membisu
164
Kemarahan
165
Perhatian yang membuat terharu
166
Lemparan yang menyerang
167
Bermain kucing-kucingan
168
Mengintip dari balik pintu
169
Memori yang lucu
170
Kantin dan Nasi goreng
171
Kesenian yang mengusir lelah
172
Seketika berkecil hati
173
Wajah kepiting rebus
174
Tagihan rumah kontrakan
175
Setelah kembali
176
Rengekan
177
Ingin cerita dongeng
178
Membuang uang
179
Penyesalan
180
Awan kelabu
181
Obat luka
182
Tersenyum kembali
183
Melihatmu Bahagia
184
Cubitan gemas
185
Menolak alasan
186
Isyarat
187
Gugup setelah melihat
188
Sebutan pertama kali
189
Rutinitas selanjutnya
190
Do'a restu
191
Sudut dinding
192
Cinderella
193
Sarapan yang kurang lengkap
194
Ujian kesabaran
195
Keributan di bawah pohon bunga inspirasi
196
Gunting pemisah
197
Sikap yang dingin
198
Kecilnya diriku di mata sahabatku
199
Cerita hari ini
200
Kekaguman
201
Terbongkarnya rahasia
202
Terbongkarnya Rahasia part 2
203
Terbongkarnya rahasia part 3
204
Kekesalan akan kebohongan
205
Tempat tidur dan Boneka
206
Mengembalikan senyum adikku
207
Kegiatan sore hari
208
Kegiatan sore hari part 2
209
Kegiatan sore hari part 3
210
Gambar di bawah pohon
211
Kesedihan ayahku
212
Menghilangkan Kesedihan Ayahku
213
Bermain anak BP
214
Mengumpulkan sampah
215
Menulis biodata
216
Menyerahkan biodata
217
Sepatu Sobek
218
Becak ayahku
219
Di atas becak
220
Hujan
221
Setelah hujan reda
222
Memetik bunga
223
Sorotan mata
224
Ocehan ayahku
225
Ocehan ayahku part 2
226
Rembulan
227
Perselisihan
228
Aku dan Septiani
229
Terpukul
230
Hukuman
231
Menjenguk Pudan
232
Tiba di rumah Pudan
233
Di dalam Rumah
234
Kehebohan di jalan
235
Perjalanan menuju rumah
236
Keseruan di tengah hujan
237
Amarah yang besar
238
Kecemburuan yang tersimpan
239
Penyesalan
240
Menyusun perlengkapan sekolah
241
Mengikat tali sepatu
242
Hukuman penjaga sekolah
243
Barisan tersendiri
244
Ujian
245
Mengembalikan buku
246
Perseteruan
247
Gerimis deras
248
Bermain dengan seru
249
Ketahuan
250
Foto
251
Kekejamannya
252
Teringat Ibu
253
Gundukan plastik di dalam kamar
254
Ejekan Widia
255
Ujian terakhir
256
Kelas tiga telah berakhir
257
Menerima raport
258
Libur ujian
259
Berkumpul dengan teman
260
Aku dan adikku
261
Bermain sepeda
262
Kejahatan Septiani dan kebaikan Widia
263
Tangisan di dalam rasa sakit.
264
Hardikan di dalam sakitku
265
Kami dan peraturan baru
266
Piknik
267
Berangkat piknik
268
Di tempat piknik
269
Sungai Bilah
270
Di tepi sungai
271
Selesai bermain
272
Banyak dilihat
273
Pasar malam
274
Tiba di pasar malam
275
Menikmati permainan
276
Bermain kuda
277
Mainan dari kertas
278
Sendal jepit adikku dan sepatuku
279
Sakit
280
Sendal Baru
281
Penolakan yang membuat sedih
282
Cuci piring dan bermain di rumah
283
Bermain di malam hari
284
Adikku menghalangi aku
285
Bermain di malam hari
286
Aku terus bermain hingga larut malam
287
Aku terkejut
288
Tubuhku mendadak aneh
289
Tutup mulut
290
Rindu Ibu
291
Mengobati luka
292
Sindiran yang menyedihkan
293
Kemarahan ayahku dan pembelaanku
294
Penghakiman ayahku terhadap kami berdua
295
Harapan yang tidak terjawab
296
Terjerembab ke tanah
297
Kekasaran adikku
298
Napasku sesak
299
Omelanku dan adikku
300
Suara parau bersama kecurigaan
301
Terkuaknya rahasia
302
Wajah Ayah di balik pelupuk mata
303
Meremuk daun demi ketenangan
304
Harapan di balik jendela
305
Getar-getir
306
Merasa di hantui
307
Di balik ketenanganku
308
Mengambil minum dengan bangku kecil
309
Jujur dan Kesal
310
Ketabahan
311
Aku terkejut dan kecurigaan adikku
312
Omelan adikku dan kelucuannya
313
Aku sendiri
314
Terciduk
315
Omelan seolah Ocehan
316
Celaan
317
Kenangan kelereng di balik sedihku
318
Kembalinya tawa
319
Bermain tebak-tebakan gambar
320
Ingin keluar tapi terkurung dan bermain di dalam rumah
321
Berdua dan bermain di dalam rumah
322
Perkelahian secara diam-diam
323
Merengek
324
Cerdiknya adikku dan mengalahku
325
Kecemasanku
326
Menceritakan Lofya
327
Membeku karena sorot mata ayahku
328
Melihat Ayah dan mengingat Ibu sambung
329
Senyum nakal adikku
330
Adikku di hukum
331
Penyesalan
332
Tantangan dan wajah licik
333
Tubuh setengah menggantung
334
Perdebatan dengan adikku
335
Mengingat yang lalu
336
Ibu sambung kembali, adikku kesal
337
Barang yang hilang
338
Akibat kelancangan adikku
339
Balas dendam adikku
340
Menjahili adikku
341
Tuduhan yang garing
342
Murung
343
Melihat atas lemari
344
Ayahku shock
345
Omelan ayah sambil memasak.
346
Menatap jam dinding
347
Tumpukan baju
348
Masuk kamar Ayah
349
Menemukan baju
350
Tidak di ajak bermain
351
Bercerita pada Ayah
352
Kembalinya Ibu
353
Pertengkaran
354
Pergi membawa baju
355
Sedih melihat kami
356
Bersama Ayah di rumah
357
Menikmati kebebasan
358
Berdua bermain
359
Nasihat Ayah
360
Bertiga di malam hari
361
Malam yang mencengangkan
362
Ditinggal berdua
363
Ejekan teman
364
Menghitung uang jajan
365
Es lilin
366
Menghabiskan es lilin
367
Dititip di rumah kerabat
368
Sampai di rumah kerabat
369
Menelan ludah
370
Menjilat tangan
371
Lapar
372
Hati yang senang
373
Beli jajan
374
Penolakan
375
Delikan ayahku
376
Meninggalkan bawah pohon
377
Teguran Ayah
378
Mengikuti kemauan Ayah
379
Keputusan adikku
380
Menepati janji
381
Benar-benar berubah
382
Kejengkelan
383
Jebakan
384
Berdalih
385
Sabar
386
Memperbaiki kaki meja
387
Kedatangan Septiani bersama Widia
388
Permintaan maaf
389
Widia dan Septiani pamit
390
Rindu Ibu
391
Terkejut sambil mengigit jari
392
Bertanya tentang Ibu
393
Ziarah ke kuburan Ibu
394
Mengenal Liyan, Ana dan Ayahnya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!