Aku yang tadinya bangun seperti biasa kini tak lagi bisa.Pagi ini dimana hari pertamaku. Bangun lebih awal dari biasanya.Ayahku yang biasanya tak terlalu sibuk dengan paginya. Kini dia harus sibuk di dapur dengan tugasnya.Suara piring dan sendok pun terdengar dari dapur ke kamar kami.
"Liyan!" Teriak ayahku dari dapur.
"Ia, Ayah."Jawabku dari kamar sambil merapikan selimut dan bantal ku.
"Cepat nak! Ini hari pertama kamu masuk sekolah."
"Ia, Ayah." Sambil mengambil handuk menuju ke sumur. Dimana, tempat kami biasa mandi.
Setiap hari harus bangun lebih awal. Tapi kali ini berbeda. Dia juga, harus memasak sarapan untuk diriku yang mau pergi sekolah.
"Liyan! Ayah sudah menyiapkan sarapan kamu ya, nak!" Sambil ayahku meletakkan nasi goreng dan telur dadar yang telah selesai di masak.
Aku yang telah selesai memakai pakaian seragam sekolah. Aku pun datang menghampiri makanan yang telah dihidangkan oleh ayahku.
"Emm, yummy!."Aku mengambil piringku yang telah dihidangkan oleh ayahku.
"Ayah enak, ya! Masakan ayah." Aku pun melemparkan senyum kepada ayahku.
Tak berapa lama. Aku pun selesai makan.Aku yang tadi duduk dihadapan makanan. Kini langsung berdiri dan menghampiri ayahku untuk bersalaman.
Di dalam perjalanan. Aku menuju sekolah baru. Aku pun berjalan seorang diri tanpa ada satupun yang berjalan di sampingku sebagai temanku.Di dalam perjalanan aku terus melangkah dibawah terik sinar matahari yang begitu cerah. Kendaraan yang lulu lalang membuatku semakin ingin cepat sampai ke sekolah baruku.
Hari ini aku melihat semua anak-anak diantar oleh orang tuanya.
Disepanjang perjalanan tiba-tiba, langkahku terhenti disebuah gerbang.Aku pun terus melihat ke kiri dan ke kanan begitu, banyak anak-anak yang melintas dengan tawa yang ceria.Aku yang seorang diri pun melangkahkan kaki perlahan demi perlahan.
Ibu Ibu Ibu!
Teriak anak-anak yang lain.Mendengar suara itu. Aku pun sempat merasa minder. Rasanya aku bagaikan anak yang paling kecil diantara mereka semua.
Memang aku anaknya kecil mungil. Bukan karena tubuhku aku merasa kecil tapi karena keadaanku yang membuatku tak berdaya.Mereka berjalan dari gerbang menuju ke ruangan kelas di gandeng oleh ibu ataupun ayah mereka. Sementara aku?!
Ibuku sudah lama tiada. Sedangkan ayahku harus bekerja setiap hari peras keringat.
Liyan, kamu harus kuat dan semangat. Jangan pernah layu ketika kamu melihat sesuatu yang tak seperti hidupmu.Aku teringat akan nasihat Ayahku.
Di sepanjang perjalanan aku menuju kelasku. Aku terus menguatkan diriku sendiri.
"Hai, nama kamu siapa?" Dia berdiri didinding kelas. Tidak jauh dari pintu kelas yang akan kami masuki.
Aku yang tadi sedikit bingung. Kini mulai melemparkan senyuman manis kearahnya.
"Nama ku Liyan."Jawabku sambil menghampiri dirinya.
Aku pun langsung senang!
Ternyata! Aku punya teman yang sekampung denganku. Kataku dalam hati.
Tak berapa lama kami berbincang-bincang. Akhirnya! Tibalah saatnya kami memasuki ruangan kelas.
Di kelas!
Kami pun mulai bereaksi mencari kursi yang akan menjadi tempat duduk kami. Aku yang saat ini masih belum menemukan tempat yang cocok untukku. Aku pun terus mencari kesana kemari.
Tiba-tiba, tanganku terhenti pada sebuah meja.
Haa! Ini kayaknya enak kalau aku duduk di sini. Kataku dalam hati sambil memandangi meja yang ada di hadapanku.
Mejanya tak begitu jauh dari meja guru. Aku pun meletakkan tas yang ku sandang dan mulai duduk.
Liyan!
Aku pun mendengar suara yang memanggilku dari arah belakang. Seketika aku menolah kearah sumber suara.
"Ia." Sambil aku menatapnya dengan serius.
Dia pun, duduk dan meletakkan tas yang di sandangnya ke dalam laci.
"Liyan! Kamu tadi datang kesekolah sama siapa?"
Aku yang lagi asyik melihat teman baruku tertawa kegirangan. Kini sontak terhenti seketika mendengar pertanyaan teman sebangkuku.
"Sendiri." Jawabku dengan wajah yang sedih.
"Samalah berarti kita."
"Apa, kamu pun pergi sendiri?"
"Ia."
"Jadi, kamu di sini tinggal sama siapa?" tanyaku kembali padanya.
"Aku disini tinggal sama ayahku."
Aku yang semakin bingung. Namun, aku sedikit senang juga. Ternyata, masih ada nasibnya yang sama sepertiku. Pergi sekolah seorang diri kataku dalam hati sambil memandang kedepan papan tulis.
"Jadi, kalian tinggal berdua?" tanyaku pengen tahu.
"Enggak! Ayahku nikah lagi."
"Oh."
Tatapanku masih terus melihat temanku yang hidupnya tak jauh seperti ku.
Tok tok tok!
Tiba-tiba, terdengar suara ketukan pintu dari arah luar.
"Assalamualaikum, anak-anak?" Sambut seorang wanita yang separuh baya dengan menggunakan pakaian dinas seorang guru.
"Wa'alaikumussalam. Bu guru!" Sahut kami serentak.
Teng teng teng!
Tak terasa bel pulang pun berbunyi!
Sebelum kami pulang temanku yang satu lagi belum maju. Dia pun maju kedepan dan memperkenalkan dirinya sama seperti kami.
"Cepat nak! Perkenalkan nama kamu. Teman -teman kamu pasti sudah tidak sabar."
"Baik Bu.
.
.
.
Tak berapa lama kami pun pulang. Masing-masing dari kami berjalan menghampiri ibu guru. Kami yang berdiri di depan pintu kelas dan bersalaman.
Temanku yang memperkenalkan dirinya yang terakhir tadi, namanya, Septiani. Dia anak gang yang tak jauh dari kampungku. Septiani, anaknya gendut, pipinya cabi, dan juga sangat jutek dan cerewet. Di dalam kelas suaranya yang paling menggelegar. Apalagi, kalau dia sudah marah dan bertengakar.Tapi, kalau sama ku. Dia begitu baik mungkin karena dia melihat aku anaknya begitu pendiam dan baik budi.
Teman sekelas dan sebangkuku namanya, widia. Dia anak pertama dari ayahnya. Dia anak broken home. Ayah dan ibunya berpisah sebelum dia masuk sekolah. Ayahnya menikah lagi dengan seorang janda beranak satu. Dia pun tinggal bersama ayah dan ibu sambungnya dan anak bawaan ibu sambungnya. Usia temanku Widia dengan adik tirinya tidak jauh berbeda. Perbedaan antara mereka adalah satu tahun. Dari pernikahan ayahnya lahirlah satu orang anak laki-laki.Selain belajar dan sekolah Widia temanku pun mengurus adiknya juga.
Ayahnya yang seorang pembawa becak juga. Kehidupannya sama seperti ayahku, yang pergi pagi hari dan pulang sore hari. Ayahnya dan ayahku memang pembawa becak. Namun, becak yang mereka bawa jauh berbeda dari becak yang dibawa oleh ayahku. Kalau ayahku pembawa becak dayung sementara ayahnya pembawa becak motor.
Dari segi ekonomi ayahku dan ayahnya jauh berbeda. Dari kehidupan sehari-hari mereka, ekonominya jauh lebih baik sedangkan kami cukup dan masih terbilang pas-pasan. Namun, terkadang pun kami masih sering kekurangan.
Seperti itulah yang kami hadapi hari demi hari.
Teman teman assalamu'alaikum kita jumpa lagi dengan cerita selanjutnya 😊.
Jangan lupa votenya ya teman-teman
😊🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 394 Episodes
Comments
gulla li
Ayah luar biasa 👍👍👍
2022-12-15
1
Via Ge
Semangat ya Kak😍🙏
2022-11-11
0
Dehan
luar biasa ayahnya..
2022-10-29
1