Setelah adikku mendapatkan nasi goreng yang lezat. Ia pun duduk dengan wajah sinis. Ia terlihat begitu kesal karena tidak aku bangunin sepertinya, pikirku dalam benakku.
Adikku yang keras kepala dan jutek. Duduk sambil memakan nasi goreng dengan kasar. Sesekali ia mendengus tidak jelas seperti melempar kekesalan, namun entah pada siapa? Aku tidak tahu.
Tubuh mungilku yang dingin kini menatap dengan lekat yang di penuhi amarah. Seakan ia berteriak mengatakan kepadaku, kapan dia akan mendapat kehangatan, walaupun hanya sepiring nasi goreng.
Aku yang begitu tertegun menatap adikku menjelma bak seorang peri. Wajah sinisnya tiba-tiba tersenyum dengan merona.
Aku yang berdiri cukup jauh berjalan sedikit kencang menghampirinya.
"Ana, kamu kenapa?" Tanyaku dengan penasaran. "Apa yang lucu?" Tanyaku kembali ingin tahu.
"Tidak ada apa-apa, kak!" Jawabnya. Menyuap nasi goreng dengan sedikit kasar. Melirikku kesal. "Kakak ke sana saja! Aku malas dekat-dekat sama kakak." Sambungnya.
Adikku begitu terlihat kesal. Gurat wajahnya terlihat seperti orang yang ingin menerkam sambil mengigit sendok makan dengan kuat berulang kali.
"Ana, kamu kenapa? Kalau ada apa-apa beritahu kakak mm." Ucapku dengan lembut. Duduk.
"Aku tidak apa-apa, kak! Kakak mengerti tidak!" Lanjut adikku.
"Terus kenapa kamu menggigit sendokmu?" Tanya merasa heran mendengar jawaban darinya.
"Emang apa urusan Kakak! Terserah aku mau mengigit sendok atau tidak." Pekik adikku.
"Bukannya maksud Kakak membuat kamu kesal. Kakak cuman heran aja! Engga biasanya kamu seperti ini." Keluhku.
Seketika aku menghampiri adikku yang jutek. Dia terlihat diam sambil mengaduk-aduk nadi gorengnya. Gerutuan kecil terlihat sepertinya dari wajahnya yang ketat.
"Ana kamu kenapa?" Tanyaku ingin tahu.
Setelah tidur siang ayahku beranjak berangkat
kerja.
"Liyan!" Panggil ayahku.
"Ia, Ayah." Jawabku, berlari cepat menghampiri ayahku.
"Di mana adikmu?" Tanya ayahku ingin tahu.
"Main-main Ayah." Jawab ku dengan datar.
"Dari jam berapa?" Tanya ayahku kembali ingin tahu.
"Liyan kurang tahu Ayah." Tandas ku.
Mendengar ucapanku ayahku memandangku dengan nafas yang kasar.
"Kamu ini ya, nak! Setiap saat engga pernah tahu adikmu main-main ke mana?" Sambil mengambil baju kemejanya dari gantungan pakaian.
Aku tak berkutik sedikit pun mendengar apa yang di katakan oleh ayahku.
"Liyan! Kamu itu anak paling besar harus tahu adikmu main-main ke mana? Kamu harus menjaga dia karena kamu anak yang paling besar." Pekik ayahku. Menatap ku.
Wajahku yang cemberut pun tak berani menatap mata ayahku. Ayahku terus berbicara sambil merapikan tikar tempat tidurnya.
Sementara adikku yang paling manja. Dia tak pernah betah di rumah berlama-lama. Dia anaknya hobi bermain. Wataknya yang keras terkadang membuat ayahku harus banyak mengalah. Dia juga anak yang terlalu pemberani makanya, ayahku tak begitu mengkhawatirkannya kalau dia pergi bermain. Di samping itu juga dia anak yang mudah di suruh. Kalau ayahku butuh sesuatu, Ayahku lebih suka menyuruh adikku.
Puk puk puk!
Ayahku yang mau berangkat kerja membersihkan sepatu yang ingin dia pakai.
"Kalian baik-baik di rumah ya,Liyan. Jaga adik mu!" Pinta ayahku. Berdiri di depan pintu sambil berdo'a. Ayahku tidak lupa meninggalkan uang jajan untuk kami.
"Ini kalian bagi dua." Kata ayahku dengan pelan.
Aku yang berada disamping ayahku menerima uang jajan pemberiannya dengan senang hati.
"Horeee! Aku dapat uang jajan." Teriak ku dengan senang sambil lari-lari kecil kegirangan mengelilingi ruang tamu kami yang kecil.
"Mana kak?" Tanya adikku dengan penasaran dan wajah bersinar.
"Kata Ayah kita bagi dua." Tandas ku.
"Hmm!" Dengan wajah cemberut adikku langsung lemas mendengar "bagi dua."
"Ayo kita jajan!" Teriak ku berlari.
Kami pergi ke warung dengan hati yang senang sambil menikmati jajan yang kami beli. Adikku begitu kuat dalam membeli. Dia tak pernah cukup dengan uang yang telah diberi oleh ayah kami, tapi sayang adikku yang manis, dia masih saja sering meminta bagian ku dengan berat hati akhirnya, mau tidak mau aku harus mengalah karena aku ingat nasihat ayahku kalau anak pertama harus mengalah.
Bermain!
Kami yang hanya sekedar membeli kini ikut bermain begitu adikku melihat temannya bermain.
"Wey, kalian main apa? Ikut aku ya?!" Pinta adikku dengan lembut.
"Ia, Ana kemari! Kita main bareng yuk!" Ajak mereka.
Adikku berjalan bersama ku, kini berlari secepat kilat menghampiri temannya dan meninggalkan aku sendiri pulang ke rumah.
Aku engga bisa seperti adikku! Yang boleh bermain meskipun, meminta izin. Adikku tidak pernah di marahi oleh ayahku kalau cedera. Tidak seperti diriku yang selalu di awasi kalau bermain. Aku terkadang kepingin bermain tapi tidak bisa kalau tidak ada izin dari ayahku. Sambil berjalan aku terus bicara seorang diri sesekali melihat ke arah adikku yang bermain dengan lepas.Tawa yang lepas,teman yang banyak, tidak jarang kalau aku terkadang iri padanya.
Aku sendiri lagi di rumah tidak ada satupun yang menjadi temanku di sini. Hanya kursi kosong dan meja makan yang menjadi temanku sembari menatap keluar melihat pepohonan dan rumput yang menari-nari di bawah hembusan angin.
Hahahaha!!!
"Kalian la yang jaga." Seru adikku.
Tawa mereka pun beramai-ramai terdengar sampai ke telingaku karena tempat permainan mereka tak begitu jauh dari rumah kami.
Huhuhuhuhu!!!
Tiba-tiba, aku mendengar ada suara tangisan anak perempuan dari seberang rumah kami.
"Kak!" Panggil adikku.
Aku yang lagi duduk dengan penasaran dan melihat ke sana kemari.
Srrrrrrrr!
Darahku seketika turun dan jantungku lemas melihatnya.
"Darah!" Kataku sambil melihat kaki adikku dari mata kaki sampai ke pahanya. Begitu banyak darah yang menetes ke tanah.
"Kak,saakiiit !" Cetus adikku. Air matanya pun menetes dan tangisannya seketika pecah.
" Ini kenapa dek?" Tanyaku sambil mengilap luka adikku yang mengerikan.
"Kenak pelepah sawit." Cetus adikku.
Kalau sempat ayahku tahu bisa gawat ini. Aku harus bisa membersihkan darahnya sampai tidak menetes lagi. Aku terus berusaha untuk
membersihkan darahnya dengan kain.
"Siapa yang membuat seperti ini?" Tanya ku ingin tahu.
"Temanku kak, yang di dekat rumah kita."Jawab adikku lirih.
"Ia,tapi kenapa bisa jadi kayak gini?" Tanya ku ingin tahu. Menatap adikku.
"Tadi dia minta temani sama aku." Menangis. Ternyata dia mau mengambil pelepah sawit. Waktu aku jongkok aku engga tau rupanya, dia menarik pelepah sawit. Jadi, kenak pahaku. Sudah taunya dia aku menjerit masih terus di tariknya." Sanggah adikku.
Dengan raut wajah sedih campur kesal adikku menceritakannya padaku dengan tangis dan air mata yang menetes tak henti-hentinya. Wajahnya yang biasa ku lihat kini memerah karena menangis dan menahan rasa sakit.
"Makanya lain kali engga usah mau di ajak sama dia bermain, kan jadi, kayak gini kejadiannya. Belum lagi nanti ayah tahu, bagaimana?"
"Jangan bilang sama ayah, nanti aku di marahi."
Pinta adikku. Memohon.
Aku pun tak bisa berbuat apa-apa, ingin memberitahu kepada ayahku aku tak berani, mau di diamkan pun serba salah.
"Ntahla, kakak engga tahu dek." Tolak ku dengan menghembuskan nafas kasar aku pun akhirnya diam saja.
Perjuangan ku akhirnya membuahkan hasil yang baik. Darah yang tadi mengalir kini sudah berhenti.
Akhirnya darahnya berhenti juga untung saja ayahku belum pulang dengan hati yang senang.
Adikku yang menangis kini sudah mulai diam. Air matanya tak terlihat lagi menetes,pipinya yang tadi memerah kini sudah mulai seperti biasa.
Sore menjelang Maghrib!
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam Ayah."
Adikku langsung berlari menghampiri ayahku yang baru saja pulang.
"Ayah bawa apa?" Tanyaku sambil melihat ke arah tangan kanan ayahku yang memegang bungkusan plastik berwarna hitam.
"Bawa kue." Jawab ayahku yang berdiri di depan pintu melangkah masuk ke dalam rumah dengan menggandeng tangan adikku di sebelah kiri.
Ssrrrreeeekkkkk!
Adikku tak sabaran dia pun mulai merobek plastiknya.
"Hm! Yummy." Sambil memakan kuenya dengan lahap.
"Tinggalin yang lain ana!" Teriak ayahku dari kejauhan.
Dia yang lagi asyik makan kue kini aku samperin dengan menanyakan kabar kakinya.
"Dek! Kayak mana kaki mu masih sakit?" Tanyaku ingin tahu.
"Usst! Jangan terlalu keras kak." Menutup bibirku. Nanti ayah dengar." Sambil mengunyah kue.
Aku seketika mengarahkan pandangan ke ayahku yang mau pergi mandi untuk menunaikan ibadah sholat Maghrib.
"Ayah engga bakalan dengar kak. Ayah kan lagi mandi." Seru adikku. Menatap ku.
"Jadi, nanti kalau sakit makin parah gimana?" Tanyaku kembali.
"Engga, nya itu kak!" Jawab adikku lirih.
Tiba-tiba, aku melihat ayahku berdiri di hadapan kami.
"Sakit apa?" Tanya ayahku menatap kami dengan heran, ayahku memandangi kami satu persatu.
"Eeee...!!!" Dengan terbata-bata kami menatap satu sama lain.
Ayahku semakin menatap kami dengan tajam.
"Kenapa?" Tanya ayahku dengan heran.
"Enggak Ayah!" Kata adikku sambil melirik ke arah ku.
Ayahku memandangi kami berdua sambil memutar badannya dan pergi.
Suara dari dalam kamar!
Allahu Akbar!
"Ayah lagi sholat." Kataku pada adikku sambil menunjuk ke kamar.
"Ia, kak! Kakak lain kali jangan bicara apa-apa. Kalau ayah lagi di rumah. Nanti, kalau ayah tahu pasti jadi ribut."
Aku hanya diam terus memandanginya dengan tatapan yang sedikit kesal.
Aneh! Sudah tahu orang salah di diamkan. Enak sekali dia dan orang tuanya engga tanggung jawab. Sudah dia yang salah dengan kesal aku pun diam saja sambil memandangi adikku yang lagi memakan kue yang di bawa oleh ayah ku tadi.
Adikku memang seperti itu kalau dia ada masalah di luar dengan teman-temannya. Dia pasti engga mau cerita sembarangan. Tapi bukan berarti dia engga mau menceritakan masalahnya. Adikku termasuk anak yang pandai dalam bertindak. Dia tahu mana yang harus di ceritakan, mana yang tidak harus di ceritakan.
Tapi sampai kapan? Dia sanggup menahan sakitnya. Dalam hati aku terus berkata sambil menatap kakinya.
.
.
.
Assalamualaikum
Jumpa lagi ya teman-teman dengan cerita aku selanjutnya...
Mohon beri votenya, like,dan komennya....
Di sini!!!
😊🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 394 Episodes
Comments
Isma Ismawati
Hai, aku hadir sampai bab 3, dengan setangkai mawar🥰
2023-04-30
0
gulla li
Ngilu bayanginnya. Kenal satu duri aja minta ampun sakitnya 😩
2022-12-15
1
gulla li
Berbisa itu pelepah sawit, bahaya kalo gak ditangani, bisa bengkak & bernanah 😱
Jadi penasaran Liya tinggal dimana?
2022-12-15
1