Perjuangan Seorang Anak
Aku adalah anak yang terlahir dari keluarga yang bahagia. Bisa di bilang harmonis. Kebahagiaan didalam keluarga kami begitu menyenangkan . Ayahku hanya seorang pembawa becak dayung. Setiap pagi dia harus berjuang mengarungi luasnya jalan yang ia lalui setiap pagi. Panas terik, hujan badai, ia lalui tanpa henti dan tak kenal lelah.
Ayahku memiliki dua orang anak yaitu, aku dan adik perempuanku. Aku adalah anak pertama, dari anak ayah dan ibuku. Badanku yang mungil dan berkulit putih membuat banyak orang begitu menyukaiku. Senyumku yang manis dan tawaku yang ceria membuat aku di senangi banyak teman. Di samping keceriaanku, aku anaknya juga sedikit rewel yang terkadang membuat temanku tidak mau berteman denganku sehingga membuat aku sedih.
Tak ayal kalau aku lebih suka di rumah, apalagi kalau di pagi hari. Setiap pagi ayahku selalu berteriak kepadaku sebelum dia berangkat kerja begitu juga dengan ibuku.
Liyaan! Teriak ayahku.
Aku langsung tersentak dan mau jatuh dari tempat tidur ketika menggerakkan tubuh dan melihat jam dinding. Aku duduk sambil mengucek kedua mata, melihat hari sudah terang. Aku langsung turun dari tempat tidur dengan menyeret kedua kaki. Kedua bola mata pun aku buka dengan lebar sambil memutar badan keluar dari kamar.
Tirai kamar yang terpasang dengan rapi, aku buka dengan mengayunkan tangan ke udara. Berjalan perlahan melihat ayahku yang berteriak memanggilku tadi.
Aku berjalan terus menyusuri setiap sudut rumah untuk mencari suara ayahku yang keras tadi yang kini tak lagi terdengar olehku.
Aku pun berdiri di depan pintu dengan sangat lama, melihat ke sana kemari. Namun,ayahku tidak terlihat olehku. Aku kembali memutarkan badan melihat jam dinding yang tergantung tepat di dekat jendela. Melihat jam yang berdenting dengan cepat, tiba-tiba aku teringat tentang diriku yang sebentar lagi akan masuk sekolah. Sontak tubuh mungilku dengan refleks menarikku mundur ke belakang.
Tubuh mungilku seketika diam,.seperti patung, sementara ingatanku yang lihai berlari mengingat adikku.
Adikku yang menjadi teman bertengkar di rumah, setiap pagi lebih awal ia telah pergi entah, kemana? Ia memang selalu, seperti itu,tak pernah betah di rumah tidak, seperti diriku yang terbiasa di rumah setiap saat.
Lain halnya dengan ayahku yang mendidik kami dengan sangat berbeda. Perbedaan yang sangat mencolok sehingga membuat aku dan adikku tidak pernah akur . Adikku yang usianya sedikit jauh di bawahku terlalu sering dimanja oleh ayahku. Sementara aku tidak sama sekali. Setiap kali, aku ingin dimanja, ayahku selalu mengatakan kalau aku anak pertama. Anak pertama harus jadi contoh untuk adiknya.
Tidak jarang itu menjadi kekecewaan terhadap diriku sendiri.
Mengingat itu di pagi yang cerah ini membuat diriku berada dalam kesepian yang kini menjadi temanku. Aku seorang diri duduk di sudut rumah, masih memakai pakaian tidur sambil menatap ke jendela dan alun-alun rumah kami.
Tiba -tiba mataku sakit dan lalu tertutup. Aku mencoba membukanya perlahan. Aku merasakan, sepertinya ada sesuatu yang masuk ke dalam mataku. Aku mencoba menggosok kedua mataku dengan tangan hingga mataku berair dan perih.
"Assalamu'alaikum."
Dengan pandangan yang masih tertunduk ke bawah, membuatku mulai tak tenang. Langkah kaki semakin terdengar olehku. Semakin lama, semakin dekat.
"Wa'alaikumussalam."Jawabku. Mengucek mata.
"Kakak lagi apa?" Tanya adikku. Masuk.
"Tidak apa-apa." Jawabku. Mengerjapkan mata.
"Tidak ada apa-apa, tapi kenapa ? Mata kakak merah? kakak nangis, ya? Karena di tinggal sendiri." Tanya adikku penasaran. Melihatku.
"Enggak! Tadi ada yang tiba-tiba masuk." Jawabku. Sedikit menunduk.
Oh! Mengangkat kepalanya, seakan mempercayai apa yang aku sampaikan.
Kemudian adikku masuk ke dalam rumah mencari ibuku dengan terburu-buru. Entah, apa? Yang ingin dia ucapkan kepada ibuku. Kemudian dia menghilang kembali sambil memegang sesuatu.
Aku heran melihat tingkahnya yang tak seperti biasa, sehingga membuatku bertanya di dalam hati. Namun, aku tak mau bertanya kepada adikku. Aku takut kalau adikku nanti marah. Kalau dia marah, aku tak bisa berbuat apa-apa karena dia jauh lebih cerewet dariku.Volume suaraku dengan volume suaranya sangat jauh berbeda. Suara adikku begitu keras sementara aku bagaikan semut.
Aku yang duduk di balik dinding melebarkan pendengaran untuk mendengar suara. Namun, tak ada suara satupun yang aku dengar. Hari ini tak,.seperti hari-hari biasanya, sunyi dan sepi hanya aku dan ibu berdua di rumah.
Aku pun langsung beranjak dari tempat duduk. Berjalan menuju tempat mainan yang biasanya tersusun rapi di dekat lemari pakaian.
Kreeek!
Aku mengambil mainan dan kubuka serta ku bersihkan. Lalu aku bengong seorang diri sambil menyusun mainan, kemudian aku menutup pintu rumah agar tak ada orang aneh yang melihatku seorang diri. Kini hanya jendela setengah tiang yang terbuka.
Permainan ini memang begitu agak rumit. Aku harus pintar-pintar menyusun rumah-rumahannya. Seperti biasa aku menggunakan kotak-kotak bekas.
Tidak berapa lama di tengah-tengah permainan, aku mendengar ada suara orang yang sedang berbicara. Tepat di dekat daun jendela kami. Aku langsung menghentikan permainanku sejenak, berdiri dengan menggunakan kursi untuk melihat. Itu suara siapa? Aku tak mengenali suara itu, apakah itu ayahku atau ibuku?
Aku naik dan melihat tepat disamping jendela, agar tak ada yang melihat aku mengintip.
Bisa gawat ini! Kataku, di dalam hati. Melihat keluar.
Kemudian aku turun dan menyusun mainan secepat mungkin dengan rasa ketakutan, lalu aku memasukkan ke dalam kotak masing-masing.
Kalau baju, pasti baju semua yang di susun di dalam kotak ini. Kataku, didalam hati sambil terburu-buru menyusun satu persatu dengan rapi sampai selesai semua.
Akhirnya, aku selesai! Dengan penasaran aku terus menatap ke jendela.
Setelah sekian lama aku menunggu, aku pun melangkah ke arah jendela dan melihat dengan wajah yang sedih dan hati yang kesal.
Aku kemudian memalingkan pandanganku ke arah lemari. Di mana tempat mainan sudah tersusun rapi.
Hatiku seketika sedih dan menyeret kaki kecilku ke sudut dinding kemudian dengan tatapan kosong aku melihat pintu dan mainan seketika wajah ibuku tiba -tiba terlihat di mataku. Dengan wajahnya yang ketat dan mata yang lebar kalau sudah marah. Tubuh mungilku langsung gemetar, khawatir di wajahku kini terlihat dengan jelas memenuhi ruangan rumah, kerena di dalam rumah yang paling kami takuti adalah ayah. Ia sangat cerewet dan galak. Akan tetapi di samping itu ia sangat penyayang sama anak-anaknya, sangat disiplin dan bijaksana tidak ada satupun kami yang berani membantah,terutama aku. Tetapi itu tidak berlaku untuk adikku, ia begitu manja.
Walaupun demikian ayahku tidak pernah menyentuh tubuh kami di saat marah sekali pun itu dengan tangannya. Apalagi terhadap adikku ia melihat wajah ibuku di wajah adikku.
Terkadang aku menanyakan kepada ayahku. "Ayah, Ayah kenapa tidak pernah memarahi Ana?" Tanyaku ingin tahu. Melihat ayahku.
"Ayah, engga bisa marah pada adikmu." Kata ayahku dengan datar. Melihatku.
Aku yang mendengarnya pada saat itu hanya diam dan memutarkan wajah, melihat adikku yang manis.
"Adikmu masih kecil dan dia harus mendapatkan kasih sayang dengan utuh," kata ayahku penuh penegasan.
Itulah yang di bilang ayahku di telingaku kalau adikku tidak boleh tidak mendapatkan kasih sayang dari nya dan dari ibuku yang utuh.
Ibuku yang sudah pergi untuk berbelanja begitu sangat menyayangi adikku menyayangi adikku. Dia tidak pernah memarahi adikku. Ayahku pernah berkata, bahwa adikku adalah anak yang manis.
Terkadang, aku duduk sendiri di malam hari sambil menatap langit dengan penuh keyakinan, bahwa bintang pun sedang menatapku dengan tersenyum kalau aku adalah anak yang manis juga yang pernah mereka sayang dan mereka timang di dalam pelukan kasih sayangnya yang kini sudah besar.
Itulah yang terbersit di hatiku, ketika aku duduk menatap langit malam yang terang dengan kedipan bintang dan cahaya rembulan yang indah.
.
.
.
Assalamualaikum teman-teman
Ini cerita pertama aku!!!
Salam kenal dari aku jangan lupa beri vote pada cerita aku, ya....😊🙏
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 394 Episodes
Comments
Rahmat bahari Hasibuan
iy bjur aku juga sering nonton by
2024-06-06
0
Divina Puspita
Hai, aku mampir kak
2023-06-08
0
Divina Puspita
Aku mampur
2023-06-08
0