Curiga

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 11.00 malam, Mauren duduk sendiri di ruang makan sambil menyesap teh hijau yang baru saja diseduh.

Berkali-kali Mauren melirik ponsel, berharap ada telepon atau sekadar chat dari suaminya. Namun, ponsel itu tetap diam. Jeevan tak jua mengirim kabar setelah menelepon tadi sore, yang mengatakan bahwa hari ini akan lembur.

"Ke mana sih dia?" Mauren bergumam sembari melipat tangan di dada. "Benarkah di kantor sangat sibuk? Jadi harus lembur tiap hari. Tapi ... biasanya nggak selarut ini," sambungnya.

Perlahan, ucapan wanita yang mendatanginya tadi siang terngiang dalam ingatan. Mauren berpikir keras, akhir-akhir ini sikap Jeevan memang sedikit berubah. Selain sering lembur sampai larut, suaminya itu juga jarang meminta jatah. Hampir genap satu bulan, Jeevan tak pernah menyinggung hal intim. Padahal, dulu tak pernah absen, kecuali dirinya sedang lelah dan menolak.

"Kalau dipikir-pikir, udah lama juga Mas Jeevan nggak membahas anak. Aneh sih, mengingat dulu dia gencar banget bujuk aku untuk punya anak," ucap Mauren seorang diri.

Sembari menatap ponsel yang masih diam, Mauren mengingat-ingat hal sepele terkait perubahan sikap suaminya. Mulai dari ponsel yang disandi—yang katanya agar tidak dilihat sembarangan oleh rekan kantor, juga keposesifan yang sedikit mengendur.

Dulu, Jeevan sering kesal jika Mauren pulang lebih lambat darinya, apalagi jika tetap sibuk pada akhir pekan. Namun, hal itu tidak berlaku untuk sekarang. Jeevan tak pernah keberatan lagi meski Mauren pulang terlambat atau tetap bekerja pada hari Minggu.

Awalnya, Mauren senang karena suaminya makin pengertian. Harapannya, sang suami memang mendukung karier yang hampir mencapai puncak. Akan tetapi, kini hal itu membuat Mauren gusar. Jangan-jangan memang benar rumah tangganya dimasuki orang ketiga.

Ketika Mauren masih sibuk dengan pikirannya, tiba-tiba ada suara langkah yang makin mendekat.

"Itu pasti Mas Jeevan." Mauren bergumam sambil beranjak. Lantas, melangkah cepat menuju sumber suara.

Dalam hitungan detik, Mauren sudah melihat Jeevan. Lelaki itu tampak kelelahan, terbukti dari wajahnya yang kusut dan juga pakaian yang berantakan—jas disampirkan di bahu, sedangkan kemeja digulung asal dan dua kancing atasnya terlepas.

"Sayang, kok belum tidur?" tanya Jeevan seraya mengulas senyum masam.

"Nungguin kamu, Mas," jawab Mauren dengan nada manja.

"Kan tadi udah kukasih tahu kalau lembur. Kamu capek loh kalau nungguin aku." Jeevan bicara sambil mengusap lembut rambut Mauren.

"Nggak apa-apa." Mauren tersenyum. "Mau kopi? Kebetulan aku masih minum teh," sambungnya.

"Boleh."

Usai mengiakan tawaran istrinya, Jeevan turut melangkah ke ruang makan. Ia duduk di sana sambil menunggu Mauren menyeduh kopi untuknya.

Jeevan bersandar sambil mengembuskan napas panjang. Dia memikirkan sedikit masalah yang tiba-tiba merumit.

"Ah," dengkus Jeevan.

"Mas, ini kopinya!"

Lamunan Jeevan buyar ketika istrinya datang. Wanita cantik nan anggun yang dinikahi sejak dua tahun lalu, sudah duduk di hadapannya dengan senyum yang mengembang. Ah, Mauren, di sela-sela kesibukan dia tetap menunjukkan perhatian untuknya.

"Terima kasih ya, Sayang."

Belum sempat Mauren menyahut, tiba-tiba ponsel Jeevan bergetar. Baru saja Mauren melirik, Jeevan sudah mengambilnya dengan cepat, sehingga tidak tahu siapa yang menelepon.

"Kok, dimatiin? Siapa yang telpon" tanya Mauren.

"Hanya klien baru, Sayang. Udah kubilang besok aja, tapi tetap ngeyel. Ya udah kumatiin aja, kesel nanggepi yang kayak gini." Jeevan menjawab tenang.

"Oh." Antara percaya dan tidak, tetapi Mauren memilih diam.

"Hmm sangat manis, Sayang. Penatku langsung hilang abis minum kopi buatan kamu," rayu Jeevan.

"Bisa aja kamu, Mas." Mauren tersenyum kaku. Pikirannya masih menerka-nerka siapa gerangan yang menelepon, benar-benar klien atau orang lain.

"Mas!" panggil Mauren setelah hening cukup lama.

"Hmm."

"Aku ada tawaran job di luar kota, kira-kira semingguan. Menurutmu ... harus kuambil apa enggak?" dusta Mauren.

Jeevan menatap sekilas, "Jika itu bisa menunjang keriermu, ambil saja. Aku mendukung apa pun keputusanmu."

"Kamu mau nganter, kan?" tanya Mauren.

Jeevan tersenyum masam, "Nggak bisa, Sayang. Di kantor sangat sibuk, persiapan launching produk baru. Maaf, ya."

Mauren menggigit bibir. Selama ini, Jeevan tidak pernah mengizinkan dirinya pergi ke luar kota tanpa ditemani. Namun, sekarang berbeda. Dengan mudah Jeevan memberikan izin, bahkan sambil tersenyum lebar.

"Kamu benar-benar berubah, Mas," batin Mauren.

________

Pagi-pagi sekali Elsa sudah terjaga. Bukan memasak atau membereskan tempat tidur, melainkan duduk termenung di dekat jendela kamar. Pandangannya lurus ke depan, tampak kosong dan sayu. Entah hal berat apa yang mengganggu pikirannya.

Tak lama kemudian, ponselnya berdering nyaring. Elsa bergegas bangkit dan mengambil ponsel yang masih tergeletak di ranjang. Lalu, keningnya mengerut setelah membaca nama sang penelepon—Mauren.

"Tumben dia nelpon aku sepagi ini." Elsa mengusap tombol hijau dan menempelkan ponselnya di telinga. "Hallo," ujarnya.

"Hallo, El. Udah bangun, kan?" tanya Mauren dari seberang sana.

"Baru aja. Ada apa, tumben nelpon pagi-pagi?" Elsa balik bertanya.

"Aku mau minta tolong sama kamu," jawab Mauren setelah diam cukup lama.

"Minta tolong apa?"

Kemudian, Mauren menceritakan tentang perubahan sikap Jeevan, sangat rinci, bahkan bagian yang tidak meminta jatah juga diungkapkan secara gamblang.

"Aku jadi curiga. Jangan-jangan ... dia memang ada simpanan di luar sana," ucap Mauren setelah bicara panjang lebar.

Elsa tak langsung menjawab. Dia malah menjauhkan ponselnya sambil menghela napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan. Dia lakukan berulang kali, seolah ingin melepas beban yang menyesakkan.

"Menurutmu gimana, El?" tanya Mauren karena Elsa tak jua memberikan tanggapan.

"Belum bisa ambil kesimpulan aku, Ren. Akhir-akhir ini, di kantor emang sibuk banget. Bolak-balik rapat untuk persiapan launching produk baru, belum lagi ngurus kerja sama dengan pihak sana-sini. Kalau sering lembur, itu kayaknya emang soal pekerjaan deh, Ren," jawab Elsa.

"Begitu ya? Di kantor, dia nggak terlihat dekat dengan siapa gitu? Atau mungkin sering keluar atau gimana?"

"Kalau keluar ... ya agak sering sih, Ren. Tapi, itu untuk ngurus kerjaan. Kadang aku juga ikut, tapi ... nggak lihat Pak Jeevan ada ketemu sama siapa gitu," jawab Elsa memberikan penjelasan.

"Mmm, gitu." Mauren diam sejenak. "Tapi, aku kok belum tenang ya, El. Kamu bisa nggak bantuin aku? Tolong selidiki Mas Jeevan dan cari tahu kenapa dia berubah. Beneran karena pekerjaan atau mungkin ... ada hal lain," sambungnya.

"Baiklah, nanti akan kuselidiki. Sekecil apa pun informasi yang kudapat, nanti kukasihtahukan ke kamu," jawab Elsa.

"Terima kasih banyak ya, El. Aku seneng kamu mau bantuin aku. Di kantor cuma kamu orang yang kupercaya. Tahu sendiri, kan, aku jarang ke sana. Semua karyawan pasti mihaknya ke Mas Jeevan."

"Aku yang lebih berterima kasih, Ren. Bantuan ini nggak seberapa jika dibandingkan dengan bantuanmu ke aku." Elsa berucap sambil memejam dan memijit pelipis.

"Aku cuma ngasih jalan aja, El. Sedangkan keberuntungan selanjutnya, itu berkat kecerdasan kamu."

"Selalu begini kamu 'tuh." Elsa tertawa.

Mauren pun turut tertawa. Lantas, dia kembali bicara serius, "Aku beneran berterima kasih, El. Kamu mau bantuin aku, padahal itu sangat menambah kesibukanmu. Nanti kalau udah selesai, aku kasih ganti untuk lelahmu, El."

"Jangan mikir jauh, kayak sama siapa aja. Aku ikhlas kok bantuin kamu. Kita ini sahabat, Ren, kamu nggak usah sungkan," sahut Elsa.

Tak lama kemudian, sambungan telepon berakhir. Namun, Elsa tak langsung beranjak dari tempatnya. Dia masih terpaku sambil menatap layar ponselnya.

"Sepertinya ini bisa kujadikan jalan untuk memperbaiki masalah." Elsa mengulum senyum. "Ah, semoga saja," sambungnya.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Bundanya Pandu Pharamadina

Bundanya Pandu Pharamadina

pagar makan tanaman, bang Mansur

2023-12-25

0

Nani Mardiani

Nani Mardiani

Makanya teman curhat tuh bukan sama sahabat tapi sama pencipta kita langsung atau sama orangtua.

2023-05-30

1

Triiyyaazz Ajuach

Triiyyaazz Ajuach

haisss reeennn malah cerita ke Elsa hadeeehhh

2023-04-20

1

lihat semua
Episodes
1 Awal Kisah
2 Curiga
3 Tertangkap Basah
4 Murka
5 Bertengkar
6 Tawaran Poligami
7 Mulai Bertindak
8 Bertemu Elsa
9 Membela Elsa
10 Pemikiran Elsa
11 Membuang Jeevan
12 Dilema
13 Penawaran Menarik
14 Salah Mengira
15 Mundur
16 Ancaman
17 Pilihan yang Sulit
18 Deal!
19 Rencana yang Tersusun Rapi
20 Keputusan Baru
21 Entah Apa
22 Oh, Tidak!
23 Uang Tambahan
24 Tertangkap Basah
25 Kekecewaan Jeevan
26 Mengemis Cinta
27 Kasus Lama
28 Bukti dari Ezra
29 Rahasia Masa Lalu Elsa
30 Enam Bulan Kemudian
31 Entah Siapa Dia
32 Kaget
33 Seperti Aktor
34 Perjalanan Tak Mengenakkan
35 Tuan Andika
36 Karendra Dirgantara
37 Saya Mencintai Anda
38 Ibu Tiri
39 Antara Elsa dan Rendra
40 Menguak Identitas Andika
41 Kebenaran tentang Andika
42 Andika Tidak Masuk Kerja
43 Beauty SC
44 Balas Dendam
45 Tersandung Kasus
46 Tepat Waktu
47 Kehancuran Elsa
48 Sandiwara Rendra
49 Aku Mencintaimu
50 Tamparan Untuk Jeevan
51 Sesal yang Nyata
52 Pulang
53 Pertengkaran
54 Perubahan Sikap
55 Antara Andika dan Rendra
56 Masa Lalu Rendra
57 Mengakui Rasa
58 Makin Terluka
59 Pesan dari Rendra
60 Lamaran
61 Kasmaran
62 Patah Hati
63 Laki-laki Macam Apa Aku?
64 Berniat Pergi
65 Prewedding
66 Detik-Detik Akad
67 Sah
68 Hadiah Pernikahan
69 Pergi
70 Dalam Perjalanan
71 Sesal
72 Paris
73 Lahirnya Sang Buah Hati
74 Keanu dan Keanne
75 U-1
76 Ujung Kisah
77 Akhir Kata
78 Izinkan Aku Mencintai Istrimu
79 Kesucian Cinta yang Ternoda
80 Tentang Rasa
81 Noda
82 Cinta Ini Membunuhku
83 Sekeping Asa dalam Sebuah Rasa
84 Billionaire Courier
85 Keanu Abian Dirgantara
86 Promo (Bukan) Orang Ketiga
87 Promo Novel Mutiara Yang Ternista
Episodes

Updated 87 Episodes

1
Awal Kisah
2
Curiga
3
Tertangkap Basah
4
Murka
5
Bertengkar
6
Tawaran Poligami
7
Mulai Bertindak
8
Bertemu Elsa
9
Membela Elsa
10
Pemikiran Elsa
11
Membuang Jeevan
12
Dilema
13
Penawaran Menarik
14
Salah Mengira
15
Mundur
16
Ancaman
17
Pilihan yang Sulit
18
Deal!
19
Rencana yang Tersusun Rapi
20
Keputusan Baru
21
Entah Apa
22
Oh, Tidak!
23
Uang Tambahan
24
Tertangkap Basah
25
Kekecewaan Jeevan
26
Mengemis Cinta
27
Kasus Lama
28
Bukti dari Ezra
29
Rahasia Masa Lalu Elsa
30
Enam Bulan Kemudian
31
Entah Siapa Dia
32
Kaget
33
Seperti Aktor
34
Perjalanan Tak Mengenakkan
35
Tuan Andika
36
Karendra Dirgantara
37
Saya Mencintai Anda
38
Ibu Tiri
39
Antara Elsa dan Rendra
40
Menguak Identitas Andika
41
Kebenaran tentang Andika
42
Andika Tidak Masuk Kerja
43
Beauty SC
44
Balas Dendam
45
Tersandung Kasus
46
Tepat Waktu
47
Kehancuran Elsa
48
Sandiwara Rendra
49
Aku Mencintaimu
50
Tamparan Untuk Jeevan
51
Sesal yang Nyata
52
Pulang
53
Pertengkaran
54
Perubahan Sikap
55
Antara Andika dan Rendra
56
Masa Lalu Rendra
57
Mengakui Rasa
58
Makin Terluka
59
Pesan dari Rendra
60
Lamaran
61
Kasmaran
62
Patah Hati
63
Laki-laki Macam Apa Aku?
64
Berniat Pergi
65
Prewedding
66
Detik-Detik Akad
67
Sah
68
Hadiah Pernikahan
69
Pergi
70
Dalam Perjalanan
71
Sesal
72
Paris
73
Lahirnya Sang Buah Hati
74
Keanu dan Keanne
75
U-1
76
Ujung Kisah
77
Akhir Kata
78
Izinkan Aku Mencintai Istrimu
79
Kesucian Cinta yang Ternoda
80
Tentang Rasa
81
Noda
82
Cinta Ini Membunuhku
83
Sekeping Asa dalam Sebuah Rasa
84
Billionaire Courier
85
Keanu Abian Dirgantara
86
Promo (Bukan) Orang Ketiga
87
Promo Novel Mutiara Yang Ternista

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!