Tanpa terasa hari pernikahan yang tak di nantikan oleh Ellena semakin dekat. Sisa 2 hari hingga ia sah memasuki kehidupan Bima yang tak pernah sekalipun Ellena mimpikan dalam hidupnya. Segala persiapan telah siap, orang-orang sudah mulai tampak sibuk untuk merampungkan segala persiapan pesta pernikahannya. Meski El dan Bima sudah sepakat untuk melangsungkan pernikahan secara sederhana, tetap saja bagi Ellena yang datang untuk melihat-lihat persiapan menganggap semua ini terlalu megah dan terlalu ramai untuk bisa dikatakan sederhana bagi Ellena. Sesuai kesepakatan karena Ellena tidak memiliki keluarga satu pun untuk bisa menyiapkan pernikahannya, maka diputuskan agar segala urusan akan dilakukan dan menjadi tanggung jawab keluarga Dirgantara. Dan sudah bisa Ellena tebak, ukuran sederhana miliknya dan ukuran sederhana keluarga sultan setara Dirgantara Family sangat jauh berbeda. El hanya bisa menghembuskan nafas pasrah. Keluarga sultan mah bebas, pikir Ellena. Lihatlah sekeliling ballroom hotel ini, sangat luas untuk dikatakan sempit seperti yang dikatakan Nyonya Puspa tempo hari. Jelas-jelas Ellena mendengar bahwa ballroom hotel yang akan dipakai untuk resepsi adalah ballroom hotel terkecil milik hotel mereka. Dan pada kenyataannya hampir membuat Ellena menggaruk wajahnya sendiri saat melihat ballroom hotel terkecil yang Nyonya Puspa bilang ternyata lebih luas dari lapangan sepak bola. Belum lagi dekorasi yang Nyonya Hanin janjikan, katanya dekorasi bunga-bunganya akan di buat sesimpel mungkin. Namun, lagi-lagi pada kenyataannya, yang telah disiapkan olehnya adalah berbagai bunga-bunga mahal, salah satunya bunga peony yang harga per tangkainya saja bisa 150 ribu rupiah. Dan bunga-bunga mahal itu tidak hanya berjumlah puluhan, tetapi ada ratusan yang akan di rangkai dan diletakkan disetiap sudut ruangan. Ya sudahlah, biarkan saja. Suka-suka mereka. Toh, mereka tidak akan jatuh miskin hanya karena membeli bunga-bunga mahal itu bukan ?
Ellena sekarang sudah berada di rumahnya, membuka album foto kenangan keluarganya yang entah mengapa sangat ia rindukan. Ia berkali-kali mencium potret kedua orangtuanya sambil menangis. Andai mereka masih ada, gumam Ellena. Suara pintu berdecit terbuka, menampakkan sosok Diva di ambang pintu kamar Ellena. Ia menatap prihatin ke arah Ellena lalu perlahan mendekat duduk di tepi ranjang tepat disebelah Ellena.
Diva memeluk Ellena, mengusap punggung El dengan rasa sayang.
"Ada apa, El ?".
"Aku rindu mereka, Va. Aku rindu mama dan papa. Andai mereka disini seperti dulu." Suara parau El terasa menyesakkan dada Diva. Tanpa sadar, air matanya ikut keluar.
"Jangan sedih, El. Ada kita kok. Aku, Putri dan Nadia juga keluarga kamu. Kamu gak sendiri, okay ?".
El mengangguk dalam pelukan Diva. Sementara tanpa El sadari, Putri dan Nadia sudah berdiri didepan pintu. Nadia memberi kode dengan mengangkat dagunya, bertanya ada apa yang di jawab dengan gerakan telunjuk Diva yang menekan kedua bibirnya tanda agar tidak usah bertanya. Nadia dan Putri yang langsung mengerti hanya mengangguk dan ikut bergabung menghibur Ellena yang masih saja terisak sedih.
"El, kalau kamu mau sedih, sedih aja. Keluarin semua air mata yang kamu tahan selama ini. Keluarin semua, jangan sampai ada sisa. Dan setelah kamu nikah nanti, kamu gak boleh sedih lagi, gak boleh nangis lagi. Kamu cuma boleh bahagia. Kamu cuma boleh ketawa, ya ? Biarkan kesedihan kamu tertinggal di sini, yang boleh kamu bawa cuma kebahagiaan, janji ?". Ucap Nadia sambil memegang kedua pundak Ellena.
"Makasih kalian selalu ada buat aku." Ellena hanya bisa mengucapkan kata itu . Tidak ada anggukan, tidak ada kata janji. Ia tidak ingin menjanjikan sesuatu yang bagi Ellena sendiri tak yakin apakah ia mampu mewujudkan kebahagiaan yang Nadia sebutkan tadi. Karena Ellena sendiri sudah lupa apa itu bahagia, sejak orang tuanya di renggut darinya dan saudara satu-satunya harus berada di ambang kematian selama 4 tahun tanpa tahu kapan akan terbangun.
Di tempat lain, tepatnya di kediaman Dirgantara, Bima sendiri juga sedang merenung. Lelaki 29 tahun itu sedang menatap kosong ke arah jendela kamarnya sambil memikirkan keputusan yang sudah diambilnya. Apakah semuanya sudah benar ? Apakah keputusannya menikahi Ellena demi orang tuanya yang terus-terusan mendesaknya untuk segera menikah adalah hal yang paling tepat ? Apakah setelah kontrak gila ini selesai, si bocah tengil itu bisa kembali ke kehidupan yang sebelumnya tanpa ada beban ? Karena ia sendiri yakin setelah ia bercerai dengan El, hidupnya tidak akan ada yang berubah sama sekali. Penilaian orang lain terhadapnya tidak akan banyak berpengaruh. Tetapi, bagi Ellena apakah juga akan sama ? Bima mengacak rambutnya frustasi. Kenapa juga ia harus peduli pada bocah tengil itu sekarang ? Tidak bisakah perasaannya tetap kebal terhadap El sama seperti saat pertama bertemu ?
Bima akhirnya memutuskan untuk membaringkan tubuhnya di atas ranjang, menarik selimut untuk menutupi tubuh tingginya hingga sebatas dada. Lalu perlahan menutup matanya bersiap menuju alam mimpi. Namun, baru 2 jam Bima terlelap, ia tiba-tiba terbangun dengan keringat yang membasahi dahinya dan nafas yang terengah-engah. Bima segera bangun, meraih segelas air minum yang berada di atas nakas samping tempat tidurnya lalu menghabiskannya dalam sekali teguk. Selepas menyimpan gelasnya di tempat semula, Bima menyisir rambutnya dengan jemari tangan kemudian memukul selimutnya dengan kesal.
"Ini semua gara-gara si Andra sialan !!! Kenapa sih, gue harus ingat dia setelah sekian lama ???". Bima memijit pelipisnya, berusaha menghilangkan memori tentang mimpi buruk itu lagi. Setelah sekian lama, kenapa mimpi itu harus datang sekarang ? Di saat Bima sudah mulai menata hidupnya kembali dan mulai perlahan melupakan segala tentang orang itu, justru kenapa semuanya malah kembali berulang ? Mimpi yang sudah satu tahun belakang menghilang kini kembali. Dan Bima sadar, itu artinya dia belum bisa melangkah ke depan. Bima masih terperangkap di masa lalu, tak peduli sekuat apa ia berusaha, pada akhirnya Bima kembali ke titik awal. Dan untuk bisa benar-benar keluar dari lingkaran yang terus menerus berputar di tempat yang sama itu, Bima sadar ia harus menemukan sosok yang membuatnya seperti sekarang. Sosok yang membuat Bima tidak bisa mencintai lagi sejak 2 tahun lalu.Sosok yang membuat Bima seolah kebal terhadap cinta, bahkan bisa di katakan perasaan Bima sudah mati rasa terhadap siapa pun. Namun, masalahnya adalah sosok itu menghilang bagai di telan bumi, tak peduli seperti apapun Bima mencari, dia tak pernah bisa di temukan.
Akhirnya Bima memutuskan menuju ke club malam milik salah satu sahabat baiknya, Redi untuk menghilangkan pikiran akibat mimpi buruknya. Dengan cepat, Bima meraih jaket jeans berwarna biru tua didalam lemarinya lalu meraih kunci mobil di atas nakas kemudian bergegas membuka pintu kamar dan berlari kecil menuruni tangga sebelum orang tuanya sadar ia ingin keluar di tengah malam begini.
Selepas menyalakan mesin mobilnya, Bima segera melajukan mobilnya menuju ke club malam Redi. Di tengah perjalanan, ia memasang earphone nirkabel di telinganya dan segera mendial nomor Redi di ponsel keluaran terbaru miliknya untuk menghubungi salah satu sahabat terbaiknya itu.
"Lo dimana ?". Tanya Bima saat panggilan telepon dari seberang sana di angkat.
"Gue di lagi di caffe bareng Arga, kenapa ?". Jawab Redi.
"20 menit lagi gue sampai ke club lo. Lo juga ke sana sekarang. Ajak Arga sekalian."
"Okay, bro !!! Gue ama Arga meluncur sekarang."
Setelah mendengar ucapan terakhir Redi, Bima memutuskan sambungan teleponnya dan mempercepat laju mobilnya.
"Jadi kenapa ? Tumben banget lo mau ke sini ? Bukannya dilarang kemana-mana sama bokap nyokap lo ?". Tanya Redi setelah ia dan Arga sudah bertemu dan minum bersama Bima di meja yang khusus hanya untuk mereka berempat.
"Gue mimpiin dia lagi, Di !!! Dan rasanya gue mau gila gara-gara dia." Jawab Bima sambil kembali menyesap vodka martini yang dipesannya.
"Bukannya lo udah gak pernah lagi mimpiin dia, Bim ? Gue kira lo udah lupa ! Kok bisa sih mimpi itu datang lagi ?". Arga ikut menimpali dengan penasaran.
Bima meninju meja didepannya dengan marah. " Ini semua gara-gara si Andra !."
" Andra ? Kok bisa ?". Redi sedikit kaget mendengar kalimat Bima. Pasalnya ia tidak percaya jika Andra bisa mengingatkan Bima tentang seseorang yang berusaha Bima lupakan karena Andra orang yang paling berusaha kuat membuat Bima melupakan segala masa lalunya dulu.
Bima menatap wajah Redi dengan serius. "Semuanya gara-gara perempuan yang gue pilih jadi calon istri gue. Gue gak nyangka kalau ternyata si Andra naksir dia juga ."
"***** !!! Serius ? Cinta segitiga dong ? Gila juga si Andra, calon saudara sendiri kok di embat." Bola mata Arga hampir saja keluar saking terkejutnya.
"Emangnya, calon istri lo siapa sih ? Kita berdua belom di kasih tahu dari kemarin." Tanya Redi sambil menyesap minumannya.
"Ellena."
Seketika, minuman yang sudah berada didalam mulut Redi tersemprot keluar hingga mengenai dada Bima. Bima yang kaget segera mengumpat kesal sambil menepuk-nepuk bagian kaosnya yang basah.
"Brengsek !!! Kira-kira dong kalo mau nyembur ! Kayak mbah dukun aja lo." Gerutu Bima.
"Sorry, sorry Bim !! Gue gak sengaja." Redi segera meraih tisu dan membantu Bima mengelap kaosnya. " Tapi gue gak salah dengar kan ? Ellena yang lo maksud, cewek mungil cabe rawit yang di BFC dulu kan ?".
"Iya. Yang mana lagi, kalo bukan si bocah tengil itu."
"Tapi kok bisa ? Bukannya lo sama dia kayak anjing sama kucing ya ?". Kali ini Arga yang bertanya.
"Ceritanya panjang. Intinya, gue nikah sama dia gara-gara nurutin orang tua gue doang."
"Maksud lo, lo gak cinta sama Ellena sama sekali ?". Lanjut Arga.
Bima tertawa kecil. " Cinta ? Ya kali gue jatuh cinta sama cewek model begitu. Amit-amit, bukan selera gue."
"Kalo gitu, lo emang parah sih. Masa' anak orang lo nikahin gak pake cinta ? Wajar dong si Andra marah sama lo.Secara sepupu lo itu udah bucin banget sama Ellena."
" Kok lo tahu ?". Bima mengkerutkan keningnya sambil menatap Arga heran.
Arga menaruh gelas kosongnya ke meja lalu menarik napas pelan." Dia pernah cerita sama gue, kalo dia jatuh cinta sama tuh anak. Malahan dia pernah bela-belain ke toko nyokapnya demi bisa ketemu tuh cewek. Tapi, sebelum dia bilang suka ke Ellena, ternyata keduluann sama lo. Gue jadi kasihan ama si Andra."
"Cih, apa bagusnya sih, cewek tengil itu sampai Andra bisa sesuka itu sama dia ? Gue aja sampai kiamat pun, gak bakal sudi nyentuh tuh cewek sekalipun dia jadi istri gue nanti."
"Lo yakin ?". Goda Redi sambil melepaskan senyum miringnya.
"Ya iyalah. Gue yakin 100 persen. Bahkan kalau semua spesies cewek di muka bumi ini punah dan dia satu-satunya yang tersisa, gue mending hidip sendiri seumur hidup."
"Hati-hati, Bim !!! Jangan sampai omongan lo nantinya jadi bumerang. Mungkin sekarang lo benci ama tu cewek, tapi siapa yang tahu bakal gimana nantinya." Arga menepuk bahu Bima pelan. Arga mode bijak sedang aktif karena pengaruh alkohol.
"Sok bijak lo." Ucap Bima sambil menghempas tangan Arga.
"Yeeeee di bilangin gak mau dengar ni bocah !!!."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 244 Episodes
Comments
Ririn Satkwantono
nnt makan tuh cinta, ya babang bima
2024-04-24
0
Qeisha A.F Ladyjane
lahhh awas bucin bNg
2023-01-29
0
Heny Ekawati
lagak lo bim awas lo bucin
2021-07-21
0