Bima baru saja keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih basah dengan lilitan handuk di pinggangnya. Segera ia menuju ke depan lemari lalu meraih celana pendek selutut berwarna navy dengan atasan kaos putih polos untuk ia kenakan. Selepas memakai pakaiannya, Bima meraih laptop yang terletak di atas meja yang terletak di sudut ruangan kamarnya. Kemudian, pria tampan itu duduk di atas ranjang king size--nya sembari membuka laptop untuk mengerjakan beberapa tugas kantor yang secepatnya harus ia selesaikan.
Malam sudah larut, namun Bima masih berkutat dengan pekerjaan kantor yang harus ia selesaikan secepat mungkin mengingat waktu cutinya semakin dekat. Bima masih sibuk mencorat coret di beberapa kertas sambil sesekali menatap layar laptopnya, mencocokkan grafik keuntungan perusahaan dengan berkas-berkas yang diterima dari para bawahannya. Tak boleh ada kesalahan sedikit pun karena ia tidak boleh membiarkan ada sesuatu yang masih belum selesai sebelum ia cuti.
Bima masih membaca beberapa berkas dihadapannya ketika bayangan saat ia membantu Ellena membuka resleting gaunnya tadi sore tiba-tiba mengambil fokus pikiran pria itu. Bima tersenyum tipis sambil mengingat-ingat kejadian itu. Bima masih mengingat betapa gugupnya dia saat melihat mulus dan putihnya punggung si bocah tengil yang selalu ia ajak berkelahi. Tangan Bima mendadak berkeringat dingin saat kulitnya tanpa sengaja bersentuhan dengan kulit punggung Ellena. Terasa halus yang membuat Bima seolah meminta lebih.
Pikirannya sempat berkelana ke alam liar saat membayangkan betapa indahnya bagian tubuh lain dari gadis yang selalu ia panggil bocah tengil itu. Bima baru tersadar bahwa Ellena tidaklah seburuk yang dia katakan.
Jujur saja, Ellena memiliki tubuh proporsional sesuai dengan tinggi badannya yang hanya 157 cm dengan bagian yang padat berisi dibeberapa bagian yang pasti disukai kaum pria. Namun, setiap kali bertemu, Bima selalu berusaha mengingkari itu dan justru mengatakan Ellena tak lebih dari gadis tengil yang tak sesuai standarnya. Namun siapa sangka , kejadian tadi sore sukses membuat seorang Bima Dirgantara tak bisa tidur malam ini. Di tambah lagi, ketika ia mengingat ekspresi Ellena yang tidak bisa ia baca saat menangkap basah dirinya yang tengah menatap punggung terbuka Ellena tanpa berkedip.
Ia masih ingat saat dirinya buru-buru keluar meninggalkan Ellena agar tidak ketahuan bahwa wajahnya memerah dengan nafas memburu yang membuat dia tak bisa berlama-lama dekat dengan Ellena. Semua hal itu membuat Bima seakan menjadi gila sekarang. Bagaimana bisa dia merasakan sesuatu yang aneh begini terhadap si bocah tengil ? Tidak mungkin kan, kalau Bima jatuh cinta kepada Ellena ? Ayolah kawan ! Itu mustahil.
Pagi kembali datang seperti hari-hari sebelumnya. Ellena dengan riangnya berjalan menuju ke halte bis hendak menjenguk Ellio di rumah sakit. Mulai hari ini Ellena sudah mengajukan cuti sampai seminggu setelah pernikahan selesai. Ia masih mengingat ekspresi mba Dina dan mas Eko yang sangat sangat terkejut saat mengetahui bahwa Ellena akan menikah. Bahkan, mereka jauh lebih terkejut saat tahu bahwa rekan kerja mereka akan menjadi istri dari keponakan bos mereka. Di tambah lagi, calon suami Ellena itu seorang Bima Dirgantara, pengusaha muda yang masuk kedalam jajaran pengusaha terkaya di asia tenggara dengan aset kekayaan yang tidak perlu di pertanyakan lagi. Bagi mereka, Ellena seperti ketiban durian runtuh. Tetapi bagi Ellena, dirinya justru seperti ketiban tangga.
20 menit di perjalanan, akhirnya Ellena sampai di rumah sakit. Dengan ramah, Ellena menyapa beberapa petugas rumah sakit yang sudah lama dikenalnya. Para petugas rumah sakit yang El sapa pun balik menyapa dengan ramah pula. Sekarang, El sudah berada di dalam ruang rawat Ellio. Dia segera mendekat dan menarik sebuah kursi yang tak jauh dari tempatnya berdiri kemudian meletakkannya tepat di samping ranjang Ellio.
"Hei, Elli !!! Apa kabar ? Aku mau nikah 10 hari lagi loh !" Ellena tertawa sendirian sambil terus melanjutkan percakapan yang tak mungkin bisa di balas Ellio. "Kamu gak ada niat buat bangun, gitu ? Apa segitu malasnya ya, datang ke nikahan aku ?".
Ellena kemudian menarik nafas. "Memang sih, kamu gak perlu datang juga. Soalnya pernikahan ini tuh cuma pernikahan palsu. Semuanya cuma sebatas kontrak ! Miris kan, Li ? Aku juga gak tahu kenapa hidup kita bisa jadi seburuk ini. Tapi ini bukan salah kamu, kok ! Jangan merasa bersalah ya, Li. Semuanya karena keinginan aku sendiri. Jadi, apapun resikonya aku gak akan bikin kamu susah. Aku janji." Kembali Ellena tertawa kecil. Tetapi kali ini disertai dengan air mata. Ellena meraih tangan Ellio, mengecup punggung tangan adik kembarnya hingga suara pintu terbuka membuat Ellena segera menengok ke sumber suara.
"Loh, El ? Udah lama ?". Dokter Nathan bertanya dengan ramah sambil memperbaiki letak kacamatanya.
"Lumayan, dok !". Jawab Ellena sambil berdiri dan bergeser agak ke samping bermaksud memberikan ruang untuk dokter Nathan agar bisa leluasa memeriksa kondisi Ellio. Dokter Nathan meraih stetoskopnya kemudian mengarahkan ke dada Ellio. Beberapa saat kemudian, dokter Nathan kembali menyimpan stestoskop tersebut kedalam saku jas dokternya sambil memandang ke arah Ellena dengan tersenyum.
"Kondisi Ellio baik ! Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan !". Terang Dokter Nathan sebelum di minta.
"Terima kasih, dok !". Ellena menjawab dengan perasaan lega. Dokter Nathan hanya mengangguk dan kembali melangkah keluar meninggalkan Ellena dan Ellio berdua.
Di tempat lain, tepatnya di Dirgantara Group, Bima sedang membaca file yang baru saja di serahkan oleh Sam, tangan kanannya.
"Sam, kamu yakin bahwa data-data ini valid ?." Bima mengkerutkan keningnya sambil menatap dingin ke arah Sam.
Sam mengangguk." Saya sangat yakin tuan muda. Semua informasi itu bisa saya pertanggungjawabkan."
Bima mengetuk-ngetuk ujung mejanya dengan jari telunjuk sambil berpikir sejenak sebelum menyuruh Sam pergi.
"Ya sudah, kamu boleh pergi, Sam !"
"Baik, tuan muda." Ucap Sam sambil membungkukkan badan lalu bergegas keluar dari ruangan Bima.
Sepeninggal Sam, Bima menghela nafas kasar. Ia memijit pangkal hidungnya frustasi. Ia tak menyangka bahwa hidup gadis yang dipilihnya sebagai istri bayaran memiliki persoalan hidup serumit ini. Pertanyaannya kini adalah apakah Bima bersedia membantu gadis itu atau bersikap tidak tahu saja dengan masalah yang saat ini Ellena hadapi ? Toh, tidak ada untungnya Bima membantu Ellena kan ? Untuk saat ini Bima memutuskan bersikap tidak peduli dengan masalah gadis itu sampai ia menemukan alasan yang tepat untuk mau membantu Ellena. Karena data yang saat ini berada di tangan Bima bisa di pastikan akan merubah seluruh hidup Ellena sepenuhnya.
"Ellena !!!!". Putri menjerit histeris sambil berlari memeluk El ketika Ellena baru saja membuka pintu toko Beauty and Me tempat ia bekerja dulu.
"Kok kamu disini sih ?". Sambung Putri penasaran seraya menuntun El duduk di sofa yang tersedia didalam toko.
"Bosan, dirumah doang, Put !!!". Jawab Ellena singkat. Matanya memindai setiap inci bagian toko lalu mengernyitkan keningnya ketika matanya menangkap pajangan salah satu brand make up agak sedikit berantakan. Mungkin ulah pengunjung, pikir Ellena. Tanpa sadar ia bangun dan melangkah ke rak dimana make up berantakan itu berada. Ellena menggeleng kecil, lalu merapikan kembali alat make up yang berantakan agar kembali seperti semula.
"Kok , pajangan berantakan di biarin sih ?". Tanya Ellena yang kini kembali duduk di samping Putri.
"Mana Putri tahu !!! Kan Putri kasir, bukan pramuniaga. Tanyain ke Nadia atau Diva dong, jangan ke Putri." Protes Putri sambil cemberut.
"Loh, mereka kemana ? Pak Gun juga kok gak kelihatan ?".
"Lagi pada makan siang didalam. Bentar ya, Putri panggilin."
Ellena hanya mengangguk setuju. Tak lama berselang, Pak Gun bersama Diva dan Nadia keluar dengan raut wajah senang saat melihat keberadaan Ellena disana. Cepat-cepat Diva dan Nadia mendekat dan memeluk Ellena bergantian. Setelahnya, Ellena kemudian menyalami tangan Pak Gun dengan hormat seperti biasanya.
"El, sudah lama kamu gak kelihatan ? Gimana kerjaan kamu sekarang ? Betah ?". Pak Gun bertanya sambil mengambil tempat duduk dihadapan Ellena.
"Alhamdulillah, Pak ! Kerjaan El baik. El juga betah kerja di sana. Orang-orangnya gak beda jauh sama disini. Ramah dan baik-baik semua."
"Maafin bapak ya, El ! Waktu itu Bapak tidak bisa membela kamu sama sekali." Raut wajah Pak Gun langsung berubah ketika mengingat kejadian yang membuat Ellena keluar dulu dari tempatnya.
"Gak apa-apa, Pak ! Itu kan bukan salah Pak Gun juga. Lagian El udah lupa loh, Pak !!". Jawab El sumringah.
"Syukurlah kalau kamu bisa maafin bapak, El !".Tukas pak Gun kembali tersenyum. "Oh iya, saya dengar kamu mau nikah, El ?".
"Bapak dengar dari siapa ?". Tanya Ellena heran.
"Dari Putri !". Jawab Pak Gun singkat.
Ellena segera melempar tatapan horor ke arah Putri. Dan Putri hanya memberi kode lewat bibirnya tanpa suara dengan membentuk kata "Maaf". Sedangkan Diva dan Nadia hanya cengar-cengir menertawai Putri. Bukan tanpa alasan Ellena mengancam Putri, masalahnya adalah mereka bertiga sudah berjanji untuk tidak membocorkan kabar pernikahan Ellena kepada siapapun.
Pasalnya, Ellena dan Bima sudah sepakat sama-sama tidak mau menyebarkan kabar pernikahan mereka ke orang lain selain kepada teman dekat yang bisa di percaya dan tentunya keluarga mereka saja. Namun, bukan Putri namanya jika tidak keceplosan. Untungnya, ia tidak membocorkan dengan siapa El akan menikah.
"Iya, Pak ! Rencananya 10 hari lagi. Tapi acaranya di kota Y jadi El gak bisa undang siapa-siapa." Ellena berusaha mengarang cerita agar Pak Gun tidak mendesaknya lebih jauh.
"Wah, sayang sekali ya, El ! Tempatnya terlalu jauh dari sini. Bapak gak bisa dong ke nikahan kamu nanti. Padahal bapak pengen banget lihat kalian nikah satu per satu." Wajah Pak Gun tampak kecewa dan membuat Ellena benar-benar merasa tidak enak karena sudah berbohong.
"Nggak masalah, Pak ! Nanti juga kalau Diva atau Nadia nikah, bapak kan bisa hadir !".
Pak Gun tersenyum."Iya, El. Semoga bapak di kasih umur panjang biar bisa lihat mereka nikah."
"Loh, kok cuma Diva sama Nadia aja ? Putri kan juga mau nikah." Celetuk Putri tiba-tiba.
Pak Gun tertawa gemas melihat tingkah Putri yang kini sedang menghentakkan kaki kirinya ke lantai dengan kesal.
"Iya, iya. Bapak juga pasti akan hadir kalau kamu nikah."
"Gak usah, Putri ngambek !!". Putri memalingkan wajahnya dengan tangan yang terlipat didepan dadanya.
"Masa' gitu doang ngambek ?". Nadia mendekati Putri kemudian mencubit kedua pipi chubby Putri dengan gemas.
"Ihhhh , ngeselin deh !!!". Putri menghempaskan tangan Nadia dari pipi nya yang sontak membuat semua orang tertawa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 244 Episodes
Comments
Ririn Satkwantono
kereeeenn
2024-04-24
0
Water lily
sama aku juga ini mau tidur ga bisa berenti bacanya hadeuhh😁
2021-09-28
0
Susilawati Dewi
putri sama andra aja
2021-03-10
0