Suara barang pecah akibat dilempar ke dinding terdengar dari dalam kamar apartemen mewah di kota ini. Tampak seorang wanita cantik dengan tampilan acak acakan dengan bau alkohol menyengat sedang menangis tak karuan di pojok kamar. Setelah melihat ke sekeliling tak ada lagi yang bisa dihancurkan, wanita itu akhirnya melangkah keluar kamar dan kembali memecahkan beberapa barang yang ada diruang tamu. Tampak beberapa orang memegangi wanita itu dan berusaha menenangkan ia dari amarahnya.
"Lepasin gue !!! Lepasin !". Teriak Karina sambil menangis terisak dengan tangan yang meronta berusaha terlepas dari pegangan asisten dan pembantunya.
"Udah Kar !!! Gak ada gunanya lo kayak gini. Kan gue udah ingetin, jangan cari masalah sama Bima. Akhirnya gini kan jadinya ?". Tegur Mince, asisten pribadi Karina.
Akhirnya Karina melemah dan jatuh terduduk di lantai sambil menutup wajahnya dengan isak tangis yang masih terdengar.
"Sekarang gue haru gimana, Nce ??? Karir gue benar-benar hancur sekarang. Teguh dan Handoko juga udah buang gue. Sekarang gue beneran gak punya apa-apa lagi." Tangis Karina frustasi.
Mince dan para pembantu Karina hanya memandang ia dengan prihatin. Tak ada yang bisa mereka lakukan untuk membantu Karina. Toh, ini salah Karina sendiri bukan ? Mungkin ini karma yang harus Karina terima setelah berani mengusik kehidupan Bima dan menyakiti banyak istri yang sudah ia rebut suaminya. Kini, Karina baru percaya apa yang Bima katakan padanya dulu adalah benar. Bahwa, Bima akan benar benar menghancurkan dia jika masih berani berulah. Namun sayangnya, nasi sudah berubah menjadi bubur. Sekarang Karina hanya bisa menyesali perbuatan bodohnya. Untuk kali ini, Karina benar-benar takut kepada Bima. Kali ini ia percaya, bahwa lelaki itu bukanlah manusia biasa, melainkan iblis yang terperangkap dalam tubuh manusia.
Mince memberi kode kepada para pembantu Karina agar kembali kedalam. Kedua pembantu itu mengangguk paham lalu segera undur diri dari hadapan Karina dan Mince. Mince kemudian bersimouh didepan Karina, memandang wanita itu dengan prihatin lalu memeluknya erat.
"Yang sabar ya, Kar !! Kita coba cari cara agar Bima bisa maafin kesalahan lo, ya ! Mudah-mudahan dia bisa kasih pengampunan atas perbuatan lo ke dia."
Karina yang mendengar ucapan Mince langsung terbelalak dan mendorong tubuh Mince dengan keras hingga asistennya itu terjungkang di lantai. Sementara Karina beringsut merapat ke dinding dengan tubuh gemetar. Mince segera mendekati Karina dan berusaha menenangkan wanita itu. Namun, tangannya yang terulur segera ditepis oleh Karina dengan cepat.
"Nggak ! Gue gak mau ketemu lelaki iblis itu lagi, Ncen ! Gue gak mau !!!". Ucap Karina dengan ketakutan.
"Lo kenapa sih, Kar ??? Kok lo jadi gini ?". Tanya Mince dengan khawatir.
Karina menatap Mince dengan mata yang membola. " Pokoknya gue gak mau ketemu dia lagi. Gue gak mau orang tua gue di kampung bakal jadi korban juga ? Gimana kalo dia ternyata ngirim pembunuh bayaran buat bunuh orang tua gue ??? Dan.... Dan... Dan semuanya gara-gara gue !!! Gara-gara gue Nce !!!!". Karina terisak sambil menjambak rambutnya sendiri. Sepertinya Karina benar-benar sudah gila sekarang. Ketakutannya yang berlebihan justru membuatnya menjadi parno dan berpikir hal yang tidak-tidak.
"Kar, udah dong ! Jangan kayak gini !!! Gue takut kalo lo kayak gini !". Mince kembali memeluk tubuh gemetar Karina. Lelaki bertabiat seperti wanita itu benar-benar khawatir terhadap Karina. Ia takut Karina akan melakukan hal yang tidak-tidak karena masalah ini.
Sementara di tempat lain, penyebab dari segala kehancuran Karina sedang duduk dengan kaki bersilang sambil membaca majalah bisnis yang sudah di siapkan oleh Butik yang ia datangi sekarang. Terus terang saja, Bima sangat malas berada disini. Hanya saja, keinginan dan perintah Nyonya Puspa tidak bisa dibantahnya sama sekali.
"Bim, gimana menurut kamu ?". Tanya nyonya Puspa dengan senyum lebarnya seperti biasa.
Bima mendongak lalu memandang ke arah ibunya. Namun, bukan ibunya yang ingin dia nilai, melainkan gadis mungil yang melangkah pelan dibelakang ibunya dengan gaun pengantin putih yang mengembang dibawahnya dan belahan dada yang membuat dada gadis itu terlihat lebih besar dari biasanya. Ellena, si bocah tengil itu sedang mencoba gaun pengantinnya.
Raut wajah malu-malu sangat mudah terbaca dari air mukanya. Ellena menggigit bibir bawahnya, menahan rasa canggung yang tiba-tiba saja muncul ketika pandangan Bima menjelajah setiap jengkal tubuhnya. Dengan cepat, Ellena menutup bagian dadanya saat ia sadar tatapan Bima terkunci di bagian itu.
"Apaan sih, pak ? Jangan lihat ke arah sini terus !!! Dasar mesum !". Celetuk Ellena sambil menutupi bagian dadanya dengan kedua tangannya.
Bima dengan cepat tersadar dan segera memandang ke arah lain dengan wajah memerah. Seumur-umur Bima memandang tubuh wanita, baru kali ini ia merasa seperti bocah SD yang terciduk ibunya sedang melihat majalah porno dengan sembunyi-sembunyi.
"Siapa yang liatin sih ? Geer banget !! Lagian dada kecil begitu apa bagusnya sih ?". Seru Bima berusaha membela diri.
"Ish, kalo gak suka ngapain diliatin sampai segitunya coba ?". Ellena semakin mendesis galak kepada Bima. Kecil ? Bima bilang dadanya kecil ??? Padahal teman-teman Ellena selalu iri pada bentuk dada Ellena yang dikira mereka lebih besar dari ukuran biasanya gadis yang berusia 20 tahun.
"Ya jelas di liatin lah ! Namanya saya punya mata."
Nyonya Puspa dan pemilik butik itu tertawa kencang mendengar perdebatan calon pengantin dihadapan mereka ini.
"Jeng, kamu yakin mau menikahkan mereka ? Wong belum nikah aja udah kayak gini, apalagi kalau udah nikah !!". Suara tawa Nyonya Diana, pemilik butik terdengar sangat kencang.
"Yah, sebenarnya ragu juga jeng. Cuma ya, gimana ya ? Daripada gak di nikahkan ntar malah bikin dosa, gimana ?". Balas Nyonya Puspa yang suara tawanya sama kencangnya dengan Nyonya Diana.
"Gitu deh, jeng ! Anak jaman sekarang memang susah di aturnya. Lengah dikit aja, bisa-bisa kebablasan !!!".
"Kita gak kayak gitu !". Ucap Bima dan Ellena kompak. Keduanya kemudian saling melempar tatapan benci satu sama lain.
"Ngapain ikutin kata-kata saya ?".
"Bapak yang ikutin kata-kata saya !".
"Enak aja !!! Orang jelas-jelas kamu kok !".
"Idih, amit-amit !! Bapak tuh yang ikut-ikutan."
"Sudah-sudah ! Kok kalian kayak anak kecik begitu sih ???" Tegur Nyonya Puspa.
"Dia duluan !". Sekali lagi, keduanya menjawab kompak dengan tangan yang saling menunjuk. Ellena segera memberi tatapan garang yang dibalas Bima dengan tatapan yang tak kalah garang juga. Setelah lelah bertengkar dengan mulut, kali ini mereka bertengkar lewat tatapan mata. Seolah mereka bisa memahami isi hati masing-masing meski tanpa mengeluarkan suara.
"Jeng, kayaknya mesti siapin piring ekstra deh dirumah. Kemungkinan piring-piring bakal melayang tiap hari kalo mereka udah resmi." Bisik Nyonya Diana di kuping Nyonya Puspa.
"Ide jeng Diana oke juga. Nanti saya pikirin !". Balas Nyonya Puspa sebelum akhirnya ia dan Nyonya Diana kembali terbahak dengan tingkah Bima dan Ellena yang dianggap mereka sangat lucu.
"Benar-benar pasangan serasi !". Puji Nyonya Diana kemudian.
Akhirnya, setelah lelah berdebat, Ellena memutuskan segera mengganti kembali pakaiannya ke semula. Namun, saat ingin membuka resleting belakang gaunnya, tangan mungil miliknya tidak dapat menjangkaunya sama sekali. Mau tak mau ia harus meminta bantuan. Tetapi, masalahnya adalah tidak ada yang bisa ia mintai tolong selain Bima yang sedang berada ruang tunggu. Sementara Nyonya Puspa dan Nyonya Diana sedang pamit makan diluar di kafe seberang butik ini. Kali ini, El benar benar dalam masalah besar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 244 Episodes
Comments
susan
karina biar bar bar tp masih mikirin ortunya
ya biarpun ga suka ma karina tp dia sayang ma ortu salut
2021-04-15
1
Susilawati Dewi
ya ampun pasti bima curi kesempatan
2021-03-10
0
Hesty Kowaas
jadi suka ceritanya thor
2021-02-15
0