Hari ini, lagi-lagi Ellena datang terburu-buru ke rumah sakit. Jam 5 subuh pihak rumah sakit menelepon bawah Ellio kembali kritis.Pembuluh darah di otaknya pecah secara tiba-tiba. Dan sekali lagi, Ellio berada dalam kondisi yang mengancam nyawanya.
"Dokter, Ellio gimana ?". El segera bertanya kepada dokter Nathan yang ia temui di depan ruang rawat Ellio.
"Kita harus adakan tindak operasi secepatnya. Kondisi Ellio benar-benar tidak baik saat ini." Dokter Nathan berujar prihatin.
"Kalo gitu, lakukan saja dok. Operasi Ellio sekarang !". Ellena benar-benar sangat panik.
"Kamu tenang dulu , El. Jangan panik. Sekarang kamu harus bayar biaya operasinya dulu ya, baru kita bisa lakukan tindak operasi."
Ellena mengangguk cepat.
"Oke, dok ! Saya akan bayar sekarang." Cepat-cepat Ellena melangkah menuju tempat administrasi rumah sakit.
"Biaya operasi atas nama Ellio Purnama sebesar 150 juta." Ucap petugas administrasi rumah sakit sesaat setelah El bertanya.
Buru-buru El mengeluarkan kartu debitnya dan menyodorkannya ke petugas tersebut.
"Pinnya mba." Petugas itu, menyerahkan mesin EDC ke arah El untuk memasukkan pin card miliknya.
"Ini sus !!!." El mengembalikan mesin EDC kepada petugas administrasi rumah sakit.
El mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja sambil menunggu mesin EDC tersebut memproses pembayarannya.
"Maaf mba, aksesnya di tolak. Apa punya kartu lain ? Tanya sang petugas ramah.
"Maksudnya gimana ? Pinnya sudah bener kok ! Saya yakin."
"Sepertinya saldo didalam kartu mba tidak mengcukupi."
"Apa ?".
Ellena benar-benar bingung sekarang. Air matanya tak berhenti berderai. Mengikuti saran dari petugas administrasi rumah sakit tadi, Ellena segera ke bank untuk mengkonfirmasi mengapa saldo ATM nya bisa kosong. Beberapa saat lalu, El sempat mampir ke mesin ATM di luar rumah sakit untuk mengecek isi kartunya. Namun di luar dugaan, saldonya hanya tersisa sekitar 15 juta padahal El yakin bahwa isi rekeningnya masih ada sekitar 500 juta rupiah.
"Mohon tunggu sebentar ya, mba." Ucap petugas teller kepada Ellena dengan ramah.
El menunggu dengan gelisah sambil berdoa dalam hati semoga Ellio tidak apa-apa.
"Gimana mas ?". Ellena segera bertanya saat namanya dipanggil kembali oleh teller bank tersebut.
"Kemarin sekitar jam 2.30 sore, isi rekening atas nama Ferdi Angga Mahardika sudah dicairkan oleh salah satu anggota keluarga." Terang sang teller kepada El.
"Boleh saya tahu, atas nama siapa ?".
"Atas nama Merry Kana Mahardika."
Deg. El benar-benar lupa satu fakta penting, bahwa buku rekening milik ayahnya, Tuan Ferdi angga mahardika masih berada di tangan keluarga ayahnya. Meski mereka, sudah membuang Ellena dan Ellio dari keluarga, namun El tidak habis pikir. Mengapa mereka masih merampas tabungan yang ayah El tinggal kan untuk dia dan Ellio. Apa mereka masih tidak punya nurani setelah yang mereka lakukan terhadap Ellena dan Ellio ?
Setelah merebut warisan milik cucu dan ponakan mereka, kini bahkan mereka merampas juga sisa tabungan milik El dan Ellio yang tidak seberapa itu. Padahal, mereka tahu bahwa Ellio butuh uang itu untuk bertahan hidup.
Ellena segera menuju rumah ibu dari ayahnya. Ia tahu, bahwa dalang dari semua ini pasti nenek dan tante nya.
"Tante Merry,,,, Tanteeeee !" El berteriak kencang sambil menerobos para pembantu yang berusaha menghalangi Ellena untuk masuk.
"Ada apa sih ribut-ribut ?". Suara Merry terdengar dari dalam kamarnya.
"Tante, ini El. Keluar sekarang." Ellena benar-benar sudah hilang kesabaran. Jika mengingat kondisi Ellio yang sedang kritis, rasanya Ellena benar-benar ingin membunuh kakak ayahnya tersebut.
"Ellena ? Buat apa kamu kemari ?." Merry sangat terkejut, saat melihat sosok Ellena yang sedang berdiri di ruang tamu.
"Maksud tante apa ? Kenapa tante ambil uang tabungan peninggalan papaku ?".
"Kenapa ? gak boleh ? saya juga berhak dong atas uang itu. Itu kan uang adik saya juga."
Ellena menggeleng dengan senyum menyakitkan yang terpatri jelas di wajah gadis cantik itu.
"Dengar tante, tante sama oma udah ambil semua warisan peninggalan papa aku. Tante dan oma bahkan udah usir aku dan Ellio dari keluarga besar Mahardika. Bahkan, kami hidup selama 4 tahun terakhir ini, tanpa menyusahkan kalian sama sekali. Tapi kenapa ? Kok kalian bisa setega ini sama kami ? Itu uang terakhir yang El punya tante. Dan El butuh banget buat sekarang. Ellio harus di operasi agar bisa tetap hidup." Kini Ellena bersimpuh dihadapan Merry sambil terisak.
"Itu bukan urusan saya. Lagian, buat apa sih ngeluarin duit banyak-banyak buat Ellio ? Biarin aja dia mati, toh cuma buang-buang duit aja, gak bisa bangun juga."
"Jaga mulut tante. Ellio itu masih ponakan tante juga." Ellena benar-benar tidak habis pikir. Bagaimana bisa Merry dengan entengnya mengucapkan kalimat semenyakitkan itu tentang anak adiknya sendiri.
"Buat apa anak dari wanita rendahan itu kemari, Mer ?" Suara dingin Nyonya Leli Mahardika , nenek Ellena terdengar.
"Biasa, bu !!! gara-gara uang Ferdi yang kita ambil." jawab Merry.
"Itu uang anak saya, jadi kamu tidak ada hak melarang saya untuk melakukan apapun dengan uang anak saya sendiri." Ucap Nyonya Leli.
"Mohon maaf, Nyonya Leli Mahardika yang terhormat !! Anak yang nyonya bilang itu adalah ayah saya juga. Jadi, saya lebih berhak atas uang itu dari anda semua. Bukankah itu yang tertulis di surat wasiat ? Bahkan harta yang kalian nikmati sekarang, secara teknis masih atas nama saya dan Ellio. Karena ini semua harta milik papa dan mama saya."
"Tahu apa kamu ? Ini harta peninggalan suami saya yang di kelola ayah kamu. dan sekarang ayah kamu juga meninggal, jadi wajar saya ambil kembali. Dan kamu tidak ada hak sama sekali disini " Nyonya Leli berusaha berbohong. Namun, terlihat jelas bahwa dia sedang dalam kondisi panik. Nampak dari tatapan matanya yang tidak ingin bertabrakan dengan mata Ellena.
"Anda pikir saya tidak tahu asal usul semua harta ini ? Ini semua berkat kerja keras dan jerih payah papa dan mama saya sendiri. Tidak ada campur tangan dari kalian semua."
Satu tamparan telak mengenai wajah Ellena.
"Berani sekali anak dari wanita rendahan seperti kamu menantang saya." Nyonya Leli memandang El dengan tatapan nyalang .
"Jangan hina mama saya!". Suara bergetar Ellena terdengar tajam.
"Anda boleh menghina saya, tapi jangan hina mama saya, karena bagi saya mama adalah wanita paling terhormat yang pernah saya temui." Sekujur tubuh El dipenuhi amarah yang benar-benar tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Entah kenapa, dia tidak pernah rela jika ada yang berani merendahkan ibunya didepan El.
"Dengarkan saya baik-baik ! Saya Ellena Anastasia, bersumpah. Akan saya balas perbuatan kalian hari ini suatu saat nanti." Ellena menatap tajam nenek dan tantenya secara bergantian.
"Apa yang bisa kamu lakukan ? Kamu itu, cuma anak ingusan yang gak tau apa-apa. Bahkan, uang pun sekarang kamu gak punya." Merry benar-benar meremehkan Ellena yang dibalas El dengan senyum miring.
"Barangkali tante lupa, kalau 3 bulan lagi saya berusia 21 tahun. Dan saya yakin, kalian pasti tahu apa yang akan terjadi saat usia saya sudah mencapai angka itu. Tadinya saya mau mengalah dan membiarkan kalian, mengingat papa saya adalah bagian dari keluarga ini. Tapi, sepertinya kalian semua mau saya berbuat hal yang tidak baik ke kalian semua. Jadi tunggu saja tanggal mainnya." Ellena pun melangkah keluar dari rumah yang dianggapnya sebagai rumah kutukan itu, dengan kalimat tersirat yang sukses membuat Merry dan Nyonya Leli geram.
Mereka sangat paham apa maksud El. Hanya saja, mereka benar-benar lupa kapan El berulang tahun. Mereka pikir, Ellena masih usia belasan. Mereka tak menyangka waktu cepat berlalu. Sekian lama, mereka tak melihat Ellena membuat mereka lupa, bahwa gadis itu telah beranjak dewasa. Ditambah lagi, dia benar-benar akan berusia 21 tahun yang artinya, seluruh warisan dari Ferdian yang selama ini mereka kuasai, akan berpindah ke tangan Ellena dan Ellio pada saat itu juga.
~~~~
Satu-satunya harapan terakhir El sekarang hanyalah tawaran Bima. Setelah menggeledah kamarnya untuk mencari nomor telepon Bima, yang malam tadi didapatkannya, akhirnya El bernafas lega mendapati bahwa Kartu nama itu terjatuh di bawah kolong meja.
"Aku terima tawaran kamu." Ucap Ellena saat sambungan telepon terhubung. Bahkan sebelum Bima yang diseberang telepon sempat bersuara. Dan disinilah Ellena sekarang. Duduk berhadapan dengan Bima sambil saling bersitatap.
"Jadi, apa aja syarat yang tercantum dalam pernikahan kontrak ini ?". Ellena segera to the point, enggan membuang waktu yang berharga.
"Kamu hanya perlu jadi menantu yang baik buat orang tuaku, berpura-pura untuk mencintai aku didepan teman dan kolega bisnisku karena nggak menutup kemungkinan kamu akan ikut aku ke acara-acara penting. Jangan sampai ada yang curiga kalau pernikahan kita hanya sebatas kontrak." Bima menjelaskan panjang lebar.
Ellena menarik napas panjang sebelum menghembuskannya kembali. Matanya terpejam sejenak, mencerna setiap kata yang terlontar dari mulut Bima.
"Selain itu ?". El melanjutkan pertanyaannya.
"Gak ada yang terlalu penting. Kamu gak usah bertindak sebagai istri yang baik kalau cuma kita berdua. Dan kamu bebas dekat dengan lelaki mana pun di luaran sana asal jangan sampai ketahuan media."
" Jadi bapak suruh saya selingkuh ?". Ellena sedikit kaget dengan fakta satu ini.
"Tentu saja. Karena aku juga akan begitu. Aku akan tetap bermain dengan para wanitaku, jadi kamu juga bebas bermain dengan lelaki manapun."
"Bapak yakin ?".
"Yakin. Asal jangan sampai kamu bikin reputasi saya hancur. Jadi, kamu harus bermain cantik."
"Bapak nggak keberatan saya sama pria lain ?".
Bima sedikit terbahak mendengar pertanyaan El yang di rasanya cukup aneh. Ayolah, buat apa Bima keberatan ? Toh, Bima tidak ada perasaan cinta sedikitpun pada El. Jangankan cinta, suka saja itu mustahil dirasanya.
"Hmmmm... untuk masalah ranjang..." Ellena menggigit bibir bawahnya untuk menutupi rasa canggungnya. Bagaimana cara menanyakan itu pada Bima.
Bima yang menangkap maksud dari air muka El kembali terbahak.
"Tenang aja. Saya gak akan minta kamu buat layanin kebutuhan biologis saya kok. Saya juga gak ada nafsu sama sekali sama model kayak kamu."
"Baguslah." Ucap Ellena lega. Setidaknya jika dia bercerai dia masih perawan. Dan lelaki yang akan dicintainya dan dinikahinya nanti setelah Bima tetap akan mendapatkan dia sebagai yang pertama.
"Kalau syarat yang kamu ajukan apa , El ?"
" Yang pertama saya tetap ijin bekerja di Adelis."
"Oke."
"Yang kedua, saya minta uang bulanan 30 juta setiap bulannya."
"Gak masalah."
"Yang ketiga....." El agak ragu melanjutkan kalimatnya.
"Yang ketiga ?". Bima mengulangi ucapan Ellena sambil menunggu lanjutan kalimat tersebut.
"Saya butuh 150 juta cash sekarang juga ".
"Apa ?"
"Iya, sekarang."
Bima sedikit terkejut mendengar permintaan Ellena. Tak disangka, bocah tengil ini ternyata matre juga. Memang semua wanita sama saja. Semua akan luluh jika berurusan dengan uang. Dimana gadis congkak yang menolak tawarannya semalam ? yang dilihat Bima sekarang hanyalah gadis serakah yang sudah tidak sabar untuk menggerogoti uangnya seperti tikus got bahkan sebelum menikah dengannya.
"Oke, tidak masalah. Ikut saya , kita akan ambil uangnya, sekalian kita buat perjanjiannya secara tertulis untuk di tanda tangani." Bima bangkit dari kursinya dan melangkah pergi di ikuti Ellena yang mengekor di belakangnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 244 Episodes
Comments
Ririn Satkwantono
😍😍😍😍😍😍😍😍
2024-04-24
0
tri indriastuti
rata rata ceritanya hampir dama
2022-02-14
0
Heny Ekawati
woooi elle bkn tikus dia butuh uang tuk operasi adikx
2021-07-21
0