Sepeninggal sang suami, kini Alisya meringkuk di dalam selimut, meratapi nasib buruknya karena harus menikah dengan laki-laki yang sama sekali tidak dia kenal, dan yang lebih menyakitkannya lagi adalah, kekasih yang sudah berjanji akan menikahinya, kini hilang entah kemana, tepat di hari pernikahan.
'Aku benci sama kamu, Vincent. Dasar penipu, kamu telah mempermainkan perasaan aku ...' ( Batin Alisya )
Dirinya pun semakin merekatkan selimut, dan mencoba memejamkan mata, melupakan sejenak kesedihan yang saat ini sedang dia rasakan, namun, baru saja dia hendak terlelap, tiba-tiba saja pintu kamar di buka secara tergesa-gesa, dan suaminya yang tadi telah berpamitan hendak tidur di luar pun masuk kembali ke dalam kamar dengan wajah pucat.
Sontak saja, hal itu membuat Alisya terkejut, dia membuka selimut dan menatap wajah suaminya.
''Ada apa si?'' tanya Alisya mengerutkan kening.
''Cepat bangun, orang tuamu sedang berjalan kemari,'' ucap Afgan dengan napas yang tersengal-sengal.
''Terus kenapa kalau mereka datang ke sini?'' tanya Al datar.
''Pokoknya, kita harus terlihat bahagia, aku gak mau di cap sebagai suami jahat sama orang tua kamu, oke ...?''
Alisya tersenyum menyeringai.
''Kenapa? bukannya bagus-''
Alisya tidak meneruskan ucapannya karena pintu kamar tiba-tiba di ketuk dan terdengar suara sang ibu memanggil dari luar kamar.
Tok ... Tok ... Tok ...
''Tuh, 'kan mereka datang ...''
Afgan menarik tangan istrinya untuk berdiri, setelah itu dia mengusap kasar rambut istrinya tersebut, tak lupa, dia pun sedikit menarik baju tidur yang kenakan istrinya sehingga mereka terlihat seperti sedang bercinta.
Alisya yang merasa risi sebenarnya, hanya diam pasrah dengan mata yang terpejam, dan kening yang kerut'kan, tak lupa dia pun mengerucutkan bibirnya sedemikian rupa merasa kesal sebenarnya.
''Udah cukup, kalau kayak gini, aku lebih terlihat kayak habis di KDRT sama suaminya, tau?'' ucap Alisya membuka mata, lalu terkejut seketika, karena wajah Afgan berada sangat dekat dengan wajahnya.
Pria itu membungkukkan tubuh tingginya agar bisa sejajar dengan tubuh mungil Alisya, membuat gadis itu sontak memundurkan kepalanya.
''Jangan deket-deket,'' pinta Al membuat Afgan sontak mengikuti gerakan kepala istrinya.
''Diam dulu, jangan sampai mereka tau kalau kita habis berdebat tadi. Pokoknya, kamu harus memasang senyum bahagia, dan aku pun sama, oke ...'' bisik Afgan, membuat jantung Al sedikit berdebar, deruan napas pria yang sudah menjadi suaminya itu terasa dingin menyapu telinga.
Tok ... Tok ... Tok ....
''Apa kami mengganggu kalian? ya sudah lain kali aja kami mengunjungimu, kami pamit, ya ...'' teriak sang ibu di luar sana.
''Nggak, Mom. Kami gak lagi ngapa-ngapain ko ...'' Al sontak menjawab teriakan sang ibu, karena tidak ingin kedua orangtuanya itu pergi tanpa berpamitan terlebih dahulu.
Afgan pun berjalan ke arah pintu lalu membukanya di temani sang istri yang kini berjalan bersama dirinya, Afgan nampak melingkarkan tangannya di pinggang Alisya, membuat wanita itu merasa tidak nyaman sebenarnya.
Ceklek ...
Pintu pun di buka, kedua orangtuanya Al masuk kedalam kamar dengan tatapan tajam yang mengarah tepat ke wajah suami dari putrinya tersebut.
''Silahkan masuk, ibu, bapak mertua,'' ucap Afgan, karena tidak tau harus memanggil mereka dengan sebutan apa.
''Hmm ... Kamu kakaknya si Vincent?''
''I-iya, Om ...''
''Silahkan duduk dulu, Mom ...'' Pinta Al, mencoba melepaskan diri dari cengkeraman tangan suaminya.
''Gak usah, sayang. Mommy sama Daddy cuma mau pamitan aja sama kalian, sekaligus Daddy mau ngasih pesan kepada kalian, terutama sama kamu Afgan ...'' jawab sang ayah.
Afgan meremas baju istrinya, merasa gugup, namun, hal itu sukses membuat Al meremas balik punggung suaminya membuat Afgan sedikit meringis kesakitan.
''Tanganmu kondisikan,'' bisik Al, berbisik di belakang punggung suaminya.
Sementara Afgan hanya cengengesan, menatap kedua mertuanya.
''Begini Afgan. Om tau, kamu terpaksa menikahi putri Om, tapi dia anak yang baik, gak pernah neko-neko, meskipun sedikit galak dan teguh dengan pendiriannya, namun, dia gadis yang manis dan penuh kasih sayang ... Karena sekarang kamu sudah menjadi suaminya, Om serahkan dia sama kamu, tolong jaga dia dengan baik, jangan pernah sakiti hatinya, Om percaya sama kamu ...''
'Jangan Om jangan pernah percaya sama aku, karena itu hanya akan membuat aku merasa terbebani,' ( Batin Afgan )
''O iya, Alisya ... Mommy sama Daddy berpesan satu hal sama kamu, mulai saat ini, kamu harus melupakan pria yang bernama Vincent itu, dia hanya laki-laki yang tidak bertanggung jawab, meninggalkan kamu begitu saja. Mulai saat ini, kamu harus benar-benar menerima takdir kamu sebagai seorang istri dari pria yang saat ini berada di sampingmu ini,'' tegas sang ibu.
Alisya menunduk sedih, bibirnya terasa berat untuk digerakkan, bahkan untuk mengatakan kata 'iya' pun rasanya sangat sulit, karena memang hatinya tidak semudah itu melupakan pria yang bernama Vincent, alhasil, Al hanya bisa mengigit bibir bawahnya keras, sampai sang suami memanggil namanya.
''Kenapa kamu diam saja, sayang. Bukankah tadi kita sudah sepakat akan mencoba saling mencintai?'' tanya Afgan, membuat Al sontak mengangkat kepalanya, menatap bulat wajah suaminya itu, dan langsung mendapatkan kedipan mata sebagai isyarat.
'Kapan kita sepakat? bicara apa pria ini, ngaco ... Cinta ...? heuh ...' (Batin Alisya )
Afgan kembali meremas pakaian yang dikenakan oleh istrinya.
''Oh, iya. Mom ... Kami memang sudah sepakat akan seperti itu, he ... he ... he ...'' jawab Al tersenyum hambar.
''Syukurlah kalau begitu, Daddy sama Mommy senang mendengarnya, kami berdua doakan semoga pernikahan kalian langgeng, dan awet sampai kakek-nenek.''
''Makasih, Mom.''
Alisya berjalan menghampiri sang ibu, lalu memeluk tubuhnya erat.
''Kamu yang sabar ya, sayang. Mommy mengerti bagaimana perasaan kamu,'' bisik sang ibu seolah mengerti dengan isi hati putrinya.
''Iya, Mom ... Aku akan menjalankan semua yang Mom dan Daddy katakan tadi, meskipun terasa berat sebenarnya,'' jawab Al yang juga dengan setengah berbisik dan mata yang terlihat berkaca-kaca, ingin rasanya ia meluapkan semua kesedihan yang saat ini dia rasakan.
Al pun mengurai pelukan dan bergantian memeluk sang ayah, mendekapnya erat sebelum melepaskan kepergian mereka berdua.
''Kami pamit ya, sayang ... Kalian silahkan teruskan malam pertamanya,'' ucap sang ayah membuat Afgan dan Alisya gugup seketika.
'*Malam pertama ...? sama dia ...? Tidak akan ...?' ( Batin Alisya )
'Hah ... Malam pertama? Aku malah berniat untuk tidur di luar,' ( Batin Afgan* )
"Hei kenapa kalian malah bengong? kami pamit, ya ...''
''Oh iya, Dad ... hati-hati di jalan.'
''Mau saya antar ...?'' Afgan menawarkan, meski hanya basa-basi saja sebenarnya.
''Oh, gak usah. Nanti ganggu malam pertama kalian lagi, kami bawa mobil sendiri ko.''
''Ya sudah hati-hati ya, bapak sama ibu mertua ...'' Afgan dengan sedikit menaikan suaranya.
Blug ...
Pintu pun kembali di tutup, sepasang suami-istri itu sekarang berdiri mematung dengan perasaan gugup, mendengar kata malam pertama, membuat bulu kuduk kedua orang itu berdiri, merinding.
🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Soraya
baru mampir thor
2023-12-04
1
Nur Alimi
malam pertama hiiiiiii🤣🤣🤣
2023-03-13
0
𝕾𝖆𝖒𝖟𝖆𝖍𝖎𝖗
ntar lama-lama si Afgans pasti bucin tuh haa
2022-09-21
1