MUA Buruk Rupa

MUA Buruk Rupa

Si Buruk Rupa

"Aaarrggghhhhh"

Satu suara terdengar melengking di kamar mandi, sebuah apartement kelas menengah. Aracelli Anjani, hampir terjengkang ke belakang melihat wajahnya sendiri.

"Oh my God..apa yang terjadi wajahku?" teriak gadis yang biasa dipanggil Celli itu. Dia memberanikan diri menatap cermin. Lagi-lagi wajah mengerikan itu yang terlihat disana. Dia hampir berteriak sekali lagi. Ketika kemudian satu pikiran aneh mampir ke otaknya.

"Apa aku mengalami pertukaran jiwa seperti di film-film itu?" gumamnya pelan. Dia langsung membuka bajunya. Menampilkan tubuh seksi gadis berusia 24 tahun itu.

"Ini benar tubuhku." Ucapnya lagi sambil meraba dadanya sendiri yang tidak berpenutup. Sekaligus melirik ke bawah dimana underwearnya masih sama dengan yang ia pakai semalam.

"Lalu ini wajah siapa?" lagi dia bermonolog, menatap wajah di pantulan cermin. Dia sedikit memundurkan langkahnya. Melihat wajah di cermin yang dipenuhi jerawat-jerawat besar dengan warna kemerahan. Merata hampir di seluruh wajahnya.

"Oh tidak! Ini mimpi buruk. Disaster...bencana. Mati aku...habis sudah karirku." Keluh Celli.

Dia coba mencoba menyentuh jerawatnya.

"Iisshh, ini sakit juga perih. Aduuh aku harus bagaimana ini. Mana besok aku ada audisi untuk jadi make up artist-nya Julian lagi. Begini caranya mau ketemu orang aja sudah tidak berani. Apalagi menghadapi si Julid eh Julian yang super nyebelin itu."

"Tahu dari mana kamu, kalau Julian itu menyebalkan. Ketemu juga belum."

Satu sisi dirinya bicara.

"Iya juga ya?" jawab Celli sendiri.

"Aduuuhhh ini gimana ngilanginnya?" kembali Celli menyentuh jerawatnya, dan malah semakin perih serta sakit saat dia mencoba memencetnya. Celli lalu mencucinya menggunakan pembersih wajah.

Gadis itu hampir menangis. Ketika sebuah solusi terlintas di benaknya.

"Kak Ardi...dia pasti tahu solusinya." Ujar Celli cepat. Gadis itu lantas mandi. Tanpa menyentuh kembali wajahnya. Setelah memakai baju. Celli langsung melesat keluar dari apartemennya. Tentunya, setelah sebuah masker menutupi hampir separuh wajahnya.

***

"Bagaimana dengan MUA yang baru?" seorang pria berparas oriental dominan Cina bertanya sambil memejamkan matanya.

"Aku akan memilihnya besok. Audisinya besok." Jawab si MUA yang tengah memakaikan concelar dibawah mata pria itu.

"Katanya kau punya kandidat yang hebat." Tanya pria itu lagi.

"Ya, aku memang punya kandidat yang boleh dibilang dia adalah muridku. Tapi aku masih ingin mengadu skill-nya."

"Kau ini terlalu ribet May." Pria itu mendengus kesal.

"Itu penting Julian. Aku ingin semua orang menilai pilihanku. Aku ingin dia terpilih karena kemampuannya. Bukan karena nepotisme." Balas May.

Pria yang dipanggil Julian itu hanya bisa menarik nafasnya. Julian Argantara, seorang model papan atas. Berusia 28 tahun. Tampan, tinggi, tubuh sempurna idaman kaum hawa. Boyfriend material banget.

Karirnya sedang berada di puncak popularitas sekarang. Meski dia lebih memfokuskan diri pada modeling, tapi sebutan artis tersemat pada dirinya. Mengingat banyak fans yang menggilai dirinya.

"Sudah selesai." Kata May. Pelan May memperhatikan hasil kerjanya. Julian tersenyum puas dengan karya sang MUA. Hampir empat tahun May menjadi MUA Julian. Dan bulan ini, May memutuskan untuk berhenti. Karena dia ingin fokus pada kehamilannya yang baru berumur dua bulan.

"Kau yang terbaik May." Puji Julian.

May terkekeh. "Terima kasih. Kalau begitu kau juga harus memuji penggantiku. Dia hebat untuk usianya. Juga...cantik."

"Aaahh apa sih Tante ini."

"Nah baru keluar panggilan sopannya kalau menyinggung soal wanita. Aku rasa sudah saatnya kamu mengambil keputusan.Tidak mungkin kamu selamanya menunggu dia sembuh kan. Apalagi dokter bilang kemungkinannya kecil."

May sebenarnya adalah Tante Julian. Lalu menikah dengan Jo, sang manager.

"Tapi Tan, dia begitu karena aku." Jawab Julian sendu.

"Aku rasa bukan. Lian apa kamu pernah menyelidiki soal Irene selama ini?" tanya May.

"Dia itu lumpuh Tan. Mau diselidiki apanya lagi."

"Kamu tidak kepikiran kalau dia menipumu soal kelumpuhannya?" May mengutarakan isi kepalanya.

"Aku sudah menyelidikinya, Tan. Dia beneran lumpuh. Bahkan ke kamar mandi dia harus digotong. Semakin aku menyelidikinya. Semakin membuatku bersalah padanya." Guman Julian.

"Padahal karena dia kalian kecelakaan."

"Sudahlah Tan...jangan dibahas lagi. Bikin tambah pusing."

"Lalu kamu akan tetap menjadi suporter untuknya. Membiayai semua kebutuhannya. Bahkan mungkin menikahinya." Kali ini May benar-benar ingin tahu jawaban Julian.

Julian terdiam sejenak. Dia tidak tahu akan seperti apa hidupnya kedepan.

"Tidak tahu, Tante." Jawab Julian sendu.

"Kalau begitu Tante yang akan bertindak. Papa dan Mamamu sudah ribut pengen kamu nikah. Kamunya masih au ah gelap. Nungguin si tuti itu. Yang benar saja." Gerutu May dalam hati.

"Tante yakin soal MU-ku yang baru, orangnya bisa dipercaya?"

"Tante yakin. Dia anak baik. Tidak neko-neko. Kamu jangan judes-judes amat sama dia. Jangan galak-galak amat." May mulai mengoceh lagi. Dia tahu Julian tipe yang menyebalkan pada orang asing. Dingin, judes dan galak.

"Ya kita lihat saja dulu. Tante saja harus tes dia. Apalagi aku."

"Jangan keterlaluan ngetesnya Lian."

"Isshh segitu amat ngebelanya. Jadi penasaran seperti apa sih orangnya." Canda Julian.

"Dia cantik...juga seksi. Kamu jangan macam-macam ya sama dia!" May memperingatkan Julian.

"Kita lihat saja nanti. Aku pergi dulu" Pamit Julian ketika melihat Roy sang bodyguard sudah membuka pintu kamarnya.

"Ya...ya...pergi sana. Konsultasi yang benar. Siapa tahu ada keajaiban." Ucap May penuh misteri.

***

"Astaga, Celli ini mah parah!" Ardi berteriak begitu Celli membuka maskernya. Melihat bagaimana jerawat yang besar-besar, juga banyak merata di wajah Celli.

"Terus aku harus gimana?" rengek Celli.

"Kamu harus konsultasi ke spesialis kulit. Sebentar aku hubungi dia dulu. Mungkin bisa memasukkanmu dulu sebelum pasien yang lain."

"Cepetan kak. Lusa aku harus audisi untuk MUA Julian."

Ardi hanya memutar matanya jengah mendengar rengekan sang adik. Tak berapa lama disinilah mereka berdua. Duduk di hadapan dokter Darwis. Rekan sejawat Ardi. Dokter spesialis kulit.

"Bagaimana?" tanya Ardi ikutan cemas.

"Aku rasa dia alergi." Jawab Darwis sambil memeriksa wajah Celli.

"Alergi bisa separah itu?"

"Bisa saja. Kamu ingat kulit kamu alergi sama apa?"

"Coconut Oil."

"Apa kamu pakai skincare yang ada kandungan coconut oilnya?"

"Aku tidak..."

"Diingat dulu. Kamu itu suka tidak teliti waktu membeli." Potong Ardi cepat.

Celli lantas mengingat. Dia tidak membeli skincare baru akhir-akhir ini. Tapi kemarin si Vita memberinya satu wadah kecil krim malam. Katanya oleh-oleh dari Bali.

"Aku memang memakai krim malam baru kemarin. Dan aku tidak melihat komposisinya." Cengir Celli sambil menggaruk kepalanya.

"Tu kan. Dasar ceroboh." Maki Ardi.

"Sudah Di. Kasihan...dia sudah begini masih kamu marahi." Darwis menengahi.

Dan Ardi langsung mendengus kesal mendengar pembelaan temannya itu.

"Terus ini bagaimana Kak?" tanya Cell dengan wajah putus asa.

"Ya sudah terlanjur terjadi, mau apalagi. Ditungguin aja, nanti dia sembuh sendiri." Kata Darwis santai.

"What?!!! Are you serious? Kak...aku ada kerjaan lusa." Rengek Celli.

"Yang kerja kan tangan kamu, bukan wajahmu!" Ardi menjawab ketus. Masih kesal dengan sikap ceroboh sang adik yang tidak berubah dari dulu.

"Tapi wajah kan mendukung. Nggak ada cara apa biar jerawatku kabur semua besok pagi?" Celli bertanya penuh harap.

"Elu kate kartun Upin Ipin yang pakai pin pin pom...boom, jerawat elu ilang semua."

"Kakak..." Celli hampir menangis mendengar ucapan dari Ardi.

"Sudah Di. Nanti dia tambah down lo...bisa bahaya. Yang seperti itu nggak ada. Karena kulitmu sudah bereaksi, ya kita tinggal tunggu kapan dia selesai. Sembuh kok...jangan khawatir."

"Berapa lama Kak?"

"Paling cepat sebulan untuk jerawatnya. Itu jika tidak ada susulan lagi. Untuk bersih sempurna mungkin dua bulanan."

"Mati aku!"

"Dan selama masa penyembuhanmu...no make up at all. Itu akan memperparah keadaan kulit wajahmu."

"What?!!!"

"Oh tidak...tidak.Ini cuma mimpi kan?"

Celli mencubit pipinya sendiri. Sakit...berarti ini nyata.

"Betul tidak ada cara lain Kak?" Celli memastikan dan Darwis mengangguk.

Tubuh Celli lemas seketika. Habis sudah masa depannya.

"Cuma dua sampai tiga bulan kok kamu jadi si buruk rupa." Canda Darwis.

"Iya..aku adalah si buruk rupa sekarang" Batin Celli nelangsa.

***

Hai...ketemu lagi nih sama karya author yang baru..semoga kalian suka...selamat membaca readers.

Happy reading 🤗🤗

****

Terpopuler

Comments

Damar Pawitra IG@anns_indri

Damar Pawitra IG@anns_indri

wkwkkw ngakak pol

2023-07-09

1

Damar Pawitra IG@anns_indri

Damar Pawitra IG@anns_indri

ooih ini to alesannya

2023-07-09

1

Damar Pawitra IG@anns_indri

Damar Pawitra IG@anns_indri

itu emang jerawatnya tiba" gitu ya
kok sampe nggak ngeh Cel

2023-07-09

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!