Pagi ini Tak seperti biasanya Niko merasa sangat bersemangat untuk berangkat ke kantor, dirinya bahkan sampai tak bisa mengenli dirinya sendiri, sejak tadi dia bertanya-tanya pada dirinya apa yang membuatnya begitu bersemangat pagi ini, apa ini berkaitan dengan janji pertemuannya dengan Jessika, ah, sungguh Niko tak mengerti dengan dirinya yang sangat bersemangat untuk bertemu dengan Jessika pagi ini.
Niko bahkan sampai dua kali berganti pakaian karena merasa penampilannya kurang sempurna, parfum yang dia semprotkan ke badannya pun lebih banyak dari biasanya.
"Sayang, kamu wangi sekali pagi ini?" tegur Rossa ketik mendapati suaminya berpenampilan lain hari ini.
"Ah, bukankah setiap hari aku selalu wangi?" elak Niko sambil mencium pipi istrinya.
Rossa hanya tersenyum kecut, meski merasa sedikit janggal dalam hatinya, tapi dia sangat yakin kalau suaminya itu tak mungkin melakukan hal-hal aneh, Rossa sangat tau kalau suaminya itu cinta mati padanya.
Pagi sekali Niko sampai di kantor, bahkan kali ini kedatangannya di kantor berbarengan dengan Rima yang biasanya datang terlebih dahulu di banding dirinya.
Rima tersenyum ke arah Niko saat mereka berada di lift yang sama, meski sambil mengernyitkan dahinya, tumben sekali sang bos datang se pagi ini, pikirnya.
"Rima tolong kosong kan jadwal pagi ku, dan cansel janji pertemuan pagi ini, karena saya sudah buat janji dengan House of Jess pagi ini." Ucap Niko datar.
Rima hanya mengangguk ragu, bagaimana mungkin bosnya yag terkenal sangat disiplin dan tak pernah membatalkan janji dengan klien ini tiba-tiba membatalkan semua janji pertemuan paginya hanya untuk pertemuan dadakan yang dia atur sendiri tanpa melibatkan dirinya, lagi-lagi itu merupakan hal yang sangat janggal untuk Rima.
Tepat jam sembilan pagi Jessika sampai di depan ruang kerja Niko, sontak saja Rima berdiri dan menymbut kedatangan pemilik butik langganannya itu.
"Jessika, bos sudah menunggu di dalam!" ucapnya denga senyum ramah.
"Baik terimakasih,kak." Jawab Jessika dengan senyumnya yang merekah memamerkan warna lipstiknya yang merah terang menggoda, serasi dengan warna mini dress merah menyala nya.
Suara stiletto hitam yang di kenakan jessika beradu dengan ubin marmer ruang kerja sang pemilik perusahaan, menghasilkan suara yang sangat khas dan terdengar bagitu merdu di telinga Niko sehingga dia langsung mengangkat wajahnya menatap tamu yang sedari tadi di nantikannya itu berjalan melewati pintu masuk ruangannya.
Niko seakan terpaku melihat penampilan menggoda Jessika pagi itu, hilang sudah predikatnya sebagai pria cool, suami setia, tak pernah tergoda, dan predikat-predikat apik lainnya yang biasa di berika orang lain padanya sebagai pujian karen selalu menjaga hatinya hanya untuk istrinya saja.
Kalau istilah 'Mana ada kucing yang tak tergoda dengan ikan' itu tak pernah berlaku untuknya, kali ini lain cerita, ikan yang datang di hadapannya terlihat begitu berbeda, dan entah mengapa telalu menggoda dirinya dari semenjak perjumpaan pertama mereka.
Sulit di jelaskan apa yang membuat Jessika begitu berbeda di mata Niko, berulang kali dirinya menyangkal dengan pikirannya yang nyata-nyata salah, namun sepertinya semakin di sangkal perasaan itu, semakin besar juga rasa penasaran yang ada di hatinya itu.
Niko memberi kode pada Rima untuk meninggalkan mereka berdua di ruangannya.
"Selamat pagi pak, apa saya terlambat?" tanya Jessika dengan senyuman manisnya.
"Ah, tidak-tidak!" Ujar Niko seraya mempersilakan tamu istimewanya itu untuk duduk di sofa yang ada di ruangannya.
Jessika sengaja memilih tempat duduk di samping pria tampan incarannya itu, tentu saja dia ingin mulai melancarkan aksinya, menggoda mangsa buruannya, 'kali ini dia harus berhasil' tekadnya.
"Bagaimana, sudah membaca proposal yang saya ajukan, pak?" Suara Jessika sengaja di buat se sensual mungkin tapi masih terdengar natural.
"Emh, tadi sempat aku baca meski belum semuanya, cukup menarik dan temanya juga aku suka. Sejauh yang aku baca ide mu bagus dan menarik, mungkin aku hanya perlu menyempurnakannya dengan sedikit saja, nanti aku tawarkan beberapa ide ku," urai Niko.
Jesska terlihat tidak fokus saat berbicara dengan NIko, beberpa kali Niko memergoki Jessika sedang mengurut keningnya.
"Apa kamu sedang tidak enak badan?" Niko terlihat agak khawatir.
"Ah iya, ini saya sebenarnya agak pusing dari semalam, tapi karena mengingat betapa pentingnya pertemuan ini, jadi saya tetap ke sini, saya benar-benar senang bapak mau bertemu dengn saya pagi ini, saya juga tak ingin mengecewakan pak Niko," Jessika memulai dramanya.
"Seharusnya kamu istirahat saja, untuk pertemuan ini bisa di lakukan lain hari," Niko merasa tak enak hati.
"Kalau begitu kita akhiri saja pertemuan kita, biar kamu bisa istirahat," sambung Niko.
"Maaf, apa saya bisa minta tolong?" Ucap Jessika dengan tatapan mata penuh rayu membuat Niko seaka terhipnotis dengan netra bermanik coklat dan berbulu mata panjang dan lentik itu.
"Apabila anda tidak keberatan, apa anda bisa mengantar saya pulang? Kalau anda tidak bisa, tidak apa-apa, mungkin saya naik taksi saja dan mobil saya titpkan di kantor anda," jurus tarik ulur mulai Jessika mainkan sekarang ini.
"Saya juga sebenarnya ingin menunjukkan beberapa konsep lain yang sudah aku buat sebagai referensi, namun dokumen nya tertinggal di apartemen," lanjut Jessika beralasan lain agar lebih meyakinkan.
"Oh bisa, bisa! kebetulan hari ini pekerjaan ku agak longgar," Niko langsung menerima dan menyetujui permintaan Jessika begitu saja.
Sungguh Niko seperti sedang bukan menjadi dirinya sendiri, rasanya dia tiba-tiba seperti terhipnotis dan berubah menjadi laki-laki berengsek dan mudah tergoda saat berhadapan dengan Jessika.
Dengan semangat 45 Niko langsung berdiri dan mempersiapkan diri untuk memenuhi permintaan Jessika untuk mengantarnya pulang.
Jessika menyandarkan kepalanya di bahu kokoh Niko saat mereka berada di lift yang membawa mereka ke unit apartemen tempat tinggal Jessika.
"Maaf, kepala saya sangat pusing dan terasa berat!" cicit Jessika berpura-pura tak sengaja menyandarkan kepalanya di bahu tegap itu, lalu denngan segera dia menegakkan kembali kepalanya.
"Its ok! Kamu boleh nyandar kok, daripada nanti kamu jatuh karena pusing!" Niko sedikit terbata, sepertinya dia agak gugup.
Untuk yang pertama kalinya dia bersentuhan se intens itu dengan lawan jenis selain istrinya. Rossa adalah wanita pertama yang dia kenal lalu tak lama kemudian dia nikahi, jadi dia tak punya perempuan lain dalam hidupnya karena Ross adalah pacar pertamanya, dia tak terlalu mementingkan masalah hubungan tadinya, sampai akhirnya orangtuanya menuntutnya untuk segera berumah tangga 2 tahun yang lalu karena usianya yang sudah semakin dewasa dan sudah saatnya berumah tangga menurut orang tuanya.
Niko merangkul bahu Jessika yang menyandarkan kembali kepalanya di bahunya, seakan tak ingin terjadi apa-apa dengan wanita yang baru di kenalnya dua hari yang lalu itu.
"Apa kamu tinggal sendirian di sini?" Niko mengedarkan pandangannya ke sekeliling Apartemen bergaya minimalis yang tak terlalu luas itu, maklum saja hanya Jessika yang tinggal sendiri di sana, dan dia juga orang yang cukup simple dan tak suka dengan tempat tinggal yang terlalu besar.
"Hemh, saya tinggal sendirian, pak!" Angguk Jessika.
Niko merasa galau dan bimbang, tadinya dia hanya akan mengantarkan Jessika sampai ke unitnya saja, tapi saat tahu kalau gadis ini tinggal sendirian, dia jadi merasa tak tega untuk meninggalkan Jessika yang sedang dalam keadaan sakit.
Padahal sakitnya Jessika hanya lah trik yang di gunakan Jessika dalam upaya untuk menjerat NIko, namun Jessika juga tak menyangka jika Niko akan semudah itu dia perdaya.
Meski belum sepenuhnya dapat dia taklukan, namun setidaknya Niko sudah tak terlalu bersikap dingin padanya, pria itu perlahan tapi pasti dapat Jessika cairkan hatinya.
"Bapak tidak kembali ke kantor?" tanya Jessika pura-pura merasa tak enak hati karena Niko kini jadi menunguinya di apartemen.
"Kenapa, apa kamu tak suka kalau aku menunggui mu? Aku hanya khawatir jika kamu ada apa-apa dengan mu atau kamu memerlukan sesuatu dan tak ada yang membantu mu." Kata Niko jujur.
"Aku sudah biasa sendiri," timpal Jessika sengaja mencari simpati.
"Orang tua mu? Atau saudara mu?" NIko mentap penuh tanya.
"Orang tua saya di Paris, dan saya anak tunggal," beber Jessika singkat mengisyaratkan kalau dia tak ingi membicarakan tentang masalah keluarganya.
Kepala NIko manggut-manggut tanda mengerti.
"Ah iya, jangan panggil aku pak kalau di luar kantor, rasanya aku berasa tua," seloroh Niko.
"Kalau saya manggil mas, apa anda keberatan?" ujarJessika dengan nada manjanya.
Darah Niko berdesir hebat saat mendengar panggilan Jessika padanya, bahkan istrinya saja hanya memanggilnya 'Niko' tanpa embel-embel apapun padahal usianya lebih tua 2 tahun dari istrinya itu.
Entah mengapa panggilan 'Mas' yang harusnya biasa saja itu menjadi terdengar luar biasa saat Jessika yang mengucapkannya.
Mungkinkah Niko sudah mulai terkena jeratan umpan yang di tebarkan Jessika padanya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Widhi Labonee
mas niko.....eh, ngapain aq mikir visualnya jgn ky okin nya rv ya... wkwkwkkwkw maaafff
2023-06-05
0