"Hari ini ngga usah kerja. Istirahat aja dirumah."
"Kerjaan Abi numpuk, Ma."
"Suruh Alex sama Dita. Buat apa ada mereka, jika ujung-ujungnya harus kamu?"
"Ma, mereka itu hanya menemani. Ngga bisa untuk menangani. Harus ada Abi disana."
"Bi....."
"Ma, Abi berangkat. Abi baik-baik saja, asal tak ada yang aneh hari ini."
Abi mengecup kening Mamanya. Ia pun meraih jas yang ada di sofa, dan segera memakainya sembari berjalan menuju mobil. Ya, seperti itu lagi dan sulit Berhenti.
"Kita ngga ada yang tahu, kejadian apa yang akan kamu lihat nanti, Bi. Mama ngga mau, kamu pulang dalam keadaan begitu lagi." gumam sang Mama.
Suara mobil terdengar telah pergi. Mama Sofi lari ke kamar Abi, mencari semua jejak Rere disana. Namun, memang tak Ia temukan meski hanya selembar foto.
"Lantas, kenapa Abi masih saja tak bisa lupa? Separah itu trauma Abi? Aku tahu parah, tapi... Kenapa sampai seperti itu?"
*
"Pagi, Pak Abi," sapa semua karyawan nya. Abi hanya menunduk, tanpa menjawab sapaan itu seperti biasa. Bahkan, tidak hanya untuk tersenyum.
"Abi, kamu kenapa?" tanya Dita, yang menghampirinya ke ruangan.
"Tak apa. Mana Alex?"
"Alex? Sedang keluar kota. Tapi nanti sore, Ia akan segera pulang."
"Baiklah. Persiapkan semua dokumen yang harus aku pelajari." pinta Abi.
Dita dengan segera melakukan perintahnya. Semua dokumen Ia ambil dari ruangan, dan memberikan nya pada Abi. Ia pun membantu nya untuk memeriksa, sebelum Ia tanda tangani.
"Cie, Febi. Itu mau buat siapa? Kok segala bikin bingkisan coklat?" goda Nisa, ketika melihat bingkisan itu di meja Febi.
"Ini, ehmmm... Ini buat..." ucapan terhenti, ketika Febi melihat Dita keluar dari ruangan Abi. Begitu pula Abi, keluar dari ruangan dan pergi ke suatu tempat di kantornya..
"Oh, buat Pak Abi. Dia suka, sama Bos? Baru aja masuk kerja." gumamnya. Namun, Ia masa bodoh. Ia tetap melanjutkan pekerjaannya, daripada harus julid kepada rekan kerja yang lain.
Febi pun kembali, duduk dan menghela nafas nya dengan lega. Kembali fokus dengan laptopnya, seperti halnya karyawan yang lain. Berkutat, dengan segala pekerjaan yang ada. Sangat sibuk, karena mereka baru saja masuk, dan harus langsung berhadapan dengan proyek besar.
"Huaaaammzzz, laper." Nisa menggeliatkan tubuhnya, sembari mengusapi perutnya yang keroncongan.
"Feb, makan yuk?" ajak nya pada sang rekan yang masih fokus dengan pekerjaannya.
"Nanti dulu, tanggung. Duluan aja sana."
"Ya, baiklah. Bye," ucap Nisa. Ia membereskan meja dan tak lupa membawa Hpnya pergi.
Berjalan sembari bersenandung, agaknya dapat menghibur sedikit kegundahan hati Nisa. Hanya lagu, yang dapat mengekspresi semua rasa nya pada saat itu.
Langkahnya terhenti di sebuah lorong. Ia melihat seseorang berdiri disebuah tong sampah besar. Membuang sesuatu yang Nisa ingat bentuknya.
"Pak Abi, buang..... Waduh, itu kan hadiah dari Febi, kenapa dibuang? Wah, jahat rupanya." kesalnya, menatap pemandangan yang tengah Ia lihat di depan mata.
Ia tetap disana, setelah Abi pergi. Ia menuju tong sampah itu, dan mengambil bingkisan coklat yang masih sangat rapi itu. Bahkan, tak Ia sentuh sama sekali dari bungkusnya.
Ia mencebik kesal, lalu berjalan dengan sangat cepat mengejar Abi yang berjalan dengan langkah panjangnya.
"Pak Abi!" pekiknya. Abi pun menoleh, dan menatap Nisa dengan tatapan dingin seperti biasa.
"Ya, ada apa?" tanya Abi.
Nisa melangkahkan kakinya, semakin cepat mengikis jarak antara Ia dan Bosnya itu. Semakin dekat, dengan tatapan tajam hingga alisnya berkerut.
"Kau, kenapa?" tanya Abi, aneh.
"Saya tahu ya, kalau Bapak itu ganteng, mapan dan kaya raya. Tapi, Bapak ngga bisa seenaknya gitu dong." omel Nisa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 189 Episodes
Comments
Ernadina 86
aku paling gak suka cewe kyak gini so pahlawan banget..orang di buangnya juga gak di hadapan orang yg ngasih..ikut campur urusan orang lain
2023-04-17
0
Inayah Rahmadani
nisa berani sekali
2023-02-27
0
Eman Sulaeman
lanjuuut
2022-09-20
0