"Pulanglah. Besok, mulai lah bekerja dengan baik. Sampai ketemu." ucap Abi, tanpa menatap Nisa sama sekali.
Nisa mengerutkan dahinya, memanyunkan bibirnya dan berfikir keras, ada apa sebenarnya dengan calon bos nya itu. Tapi, melihat respon Abi, Ia pun menjadi enggan untuk bertanya terlalu banyak. Ia pun keluar, setelah pamit pada Abi dan hanya di balas anggukan.
"Aneh," geleng Nisa, menutup pintu ruangan itu.
"Siapa yang aneh?" Dita mendadak muncul dari ruangannya. Membuat Nisa tersentak kaget.
"Astaga," elusnya di dada. "Maaf, Bu. Saya permisi dulu." pamitnya.
Nisa beranjak pergi dengan tertatih, menahan kakinya yang masih perih. Dita diam-diam memperhatikan gadis itu, terutama di bagian sepatunya. Ia sangat faham, dengan sepatu yang baru Ia belikan tersebut.
"Pak, belum mau pulang?" tanya Dita, menghampiri Abi yang kembali fokus pada laptopnya.
"Kau tahu, rasanya aku sangat malas pulang hari ini." jawab Abi, memang sangat malas agaknya. Meski, Ia sendiri begitu lelah dengan segudang pekerjaan yang ada.
"Mama Bos, buat kesal lagi?" imbuh Dita. Abi tak menjawab, hanya bersandar di kursi putarnya, dan memejamkan mata rapat-rapat. Cukup menjawab semua pertanyaan Dita padanya.
Dita, lagi-lagi hanya menghela nafas dan bertolak kembali ke dalam ruangannya. Menyusun beberapa tugas yang akan Ia kerjakan dirumah. Tapi, Ia berat untuk pulang, sebelum Bosnya itu pulang bersamanya.
"Haish, merepotkan." gerutunya, kemudian kembali masuk ke ruangan Abi.
Ia pun duduk di sofa, membuka laptopnya dan mulai fokus kembali mengolah data. Menemani Abi, yang tampaknya terlelap begitu nyaman di kursinya. Sesekali Ia menatapnya, kembali mengagumi sosok yang telah Ia temani lebih dari Lima tahun itu.
Bahkan, Ia lah yang selalu mengantar Abi ke psikiater, dan menjalani pengobatan untuk depresinya.
"Tampan, mapan. Tinggi, bermata tajam meski dingin. Senyumnya, manis, dan mempesona meski sangat jarang Ia tunjukkan." kagumnya. Meski tak jarang, Abi membuatnya begitu kesal dan emosinya membabi buta.
Hari sudah mulai gelap. Dita masih setia menunggu disana. Abi mulai menggeliat, membuka matanya meski masih begitu berat.
"Dita, kenapa masih disini?" tanya Abi, meski tak terkejut.
"Ngga tega, ninggalin Bapak sendirian." jawabnya datar.
"Aku bukan anak kecil, yang harus selalu kau awasi.
" Tapi jika ada apa-apa, saya adalah orang pertama yang Bapak panggil." tatap Dita, sinis.
" Iya, iya. Yasudah, ayo pulang. Nanti orang bisa salah sangka, menemukan kita berdua di satu ruangan, " timpal Abi.
Ia memakai jasnya, lalu berjalan keluar bersama sang sekretaris yang turut di belakangnya. Kantor pun telah sepi, pertanda hari sudah mulai malam.
" Pak, sudah malam."
" Ya, tahu. Kenapa?"
" Bapak, mau nekat menyetir malam ini? "
" Masih terang, Dita. Belum terlalu malam."
"Yaaaa, baiklah. Selamat menyetir, semoga aman sampai tujuan." jawab Dita. Ia pun menaiki mobilnya sendiri, dan menyetir pulang mendahului Abi.
Disusul Abi. Ia naik ke mobilnya, dan mulai menyetir dengan kecepatan tinggi. Perjalanan terasa lengang. Tak terlalu padat seperti biasa. Abi diam, tanpa musik, tanpa teman mengobrol satu pun. Dan bahkan, tanpa telepon dari sang Ibu.
Hari semakin gelap. Kecepatan Abi kurangi, dan tatapan mencoba fokus ke depan untuk jalan raya. Namun, tanpa bisa Ia hindari. Beberapa kali cahaya mobil dari lain arah, menembak tepat pada matanya.
Seketika Abi terdiam dan kembali mematung. Air matanya mengalir tanpa aba-aba. Hatinya kembali sangat perih, bayang-bayang itu kembali datang dan mengusiknya. Ia mulai gusar, tapi berusaha mengontrol diri meski begitu sulit. Nafasnya naik turun, seolah tak lagi dapat di kendalikan.
"Aaaaaaarrrrgggghhh!" Abi memekik sekuat tenaga di dalam mobilnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 189 Episodes
Comments
Hikmah Araffah
bisa bisa nya bos ga suka sm sekertaris😀
2023-10-05
0
Inayah Rahmadani
ttauma lagi abi
2023-02-27
0
🍀 chichi illa 🍒
kasian abi
2022-11-19
1