Seline melangkah keluar dari ruangan itu bersama dengan Diana.
"Sayang, apa yang terjadi dengan wajahmu?" tanya Diana. Dia masih terlihat tidak yakin kalau itu adalah putrinya. Seline memang mewarisi kecantikan dari Diana, tetapi sekarang Seline lebih cantik dari sebelumnya.
"Apakah aku terlihat jelek?" tanya Seline balik. Diana menggeleng, "aku sangat khawatir saat mendengarmu mengurung diri di kamar dan tidak ingin bertemu dengan siapapun. Aku juga sangat takut kalau wajahmu semangkin memburuk karena ku dengar kau menolak untuk meminum obat."
Seline tersenyum dan merangkul tubuh Diana, "bukankah sekarang aku baik-baik saja?"
"Kau ini, Ibumu begitu mengkhawatirkan keselamatanmu, dan begitu sikapmu, hmph." Diana membuang wajahnya dengan kedua pipi mengembung.
Seline tersenyum melihat sikap Diana yang kekanakan. Ada perasaan aneh yang dia rasakan saat berada di dekat Diana. Rasanya sangat nyaman, Seline tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya.
"Baiklah-baiklah, jadi mari kita makan. Aku sudah sangat merindukan masakan, Ibu," bujuk Seline.
Mereka berdua kemudian tersenyum dan menuju ke arah dapur.
Di belakang mereka, Adam dan Tio hanya menyimak pembicaraan keduanya. Saat mereka menuju dapur pun mereka hanya ikut-ikut saja. Mereka hanya tidak ingin mengganggu kesenangan dua gadis itu dan membangunkan sosok monster dari kedua gadis itu.
"Mereka terlihat sangat bersemangat," ucap Adam. Tio mengangguk sebagai respon dari ucapan Adam.
"Jadi, bagaimana keadaan akhir-akhir ini?" tanya Adam, ekspresi wajahnya mulai serius.
"Tidak ada pergerakan dari orang-orang yang menentang Nona Seline saat ini. Berita buruk juga perlahan berkurang," jelas Tio.
Adam mengangguk mengerti, sepertinya ada juga keuntungan dari Seline yang sengaja mengurung diri di kamar. Adam jadi tidak kerepotan dan khawatir dengan masalah yang dibuat oleh Seline.
Adam menepuk pundak Tio, berterimakasih sekaligus berpamitan untuk kembali ke kantor. Beberapa waktu ini keadaan kantornya sedang tidak baik-baik saja. Dia tidak bisa mengandalkan anak buahnya untuk menyelesaikan semuanya, dia harus ikut turut serta demi menstabilkan saham perusahaan.
***
Seline menatap pantulan wajahnya di cermin meja rias. Kemeja putih lengan panjang dengan rok kotak-kotak di atas lutut, menampakkan sedikit paha yang seputih susu. Seline sengaja menguraikan rambutnya, dia juga hanya mengoleskan sedikit bedak. Wajahnya yang sudah sangat cantik alami itu tidak perlu menggunakan make-up.
Terakhir memoleskan lipstik warna merah muda pada bibir mungilnya. Seline tersenyum puas, sekarang dia siap untuk berangkat ke sekolah.
Sejujurnya Seline cukup bersemangat untuk berangkat ke sekolah karena sudah bertahun-tahun, Seline sangat ingin kembali ke masa SMA. Ada begitu banyak hal yang ingin dia lakukan di masa putih abu-abu itu.
Setelah sarapan, Seline segera berangkat ke sekolah bersama Tio. Karena Seline masih dalam masa hukumannya, dia jadi tidak bisa menggunakan mobilnya sendiri. Karena itu dia menebeng kepada Tio. Seline cukup bersyukur karena Lila sudah berangkat ke sekolah dan hanya dia sendiri yang belum sarapan, jadi tidak ada drama-drama yang akan membuang waktunya lagi.
***
Sepanjangan koridor sekolah, semua mata tertuju kepada Seline. Mereka terpana melihat kecantikan Seline. Bahkan mereka yang sedang sibuk bercanda dan mengobrol mengehentikan aktivitas mereka hanya untuk mengagumi kecantikan Seline.
"Apa dia anak baru?"
"Woah, tidak masalah jika aku mati setelah melihat gadis secantik itu!"
"Apakah aku sudah mati?! Bagaimana bisa aku melihat seorang dewi?!"
Begitulah kira-kira ucapan mereka saat melihat Seline. Mereka tidak tahu saja, kalau gadis yang sedang mereka puja-puji itu adalah gadis yang selalu mereka bully karena memiliki wajah jelek.
Saat Seline ingin memasuki kelasnya, seorang laki-laki menghadangnya tepat di depan pintu. Itu adalah Bram, orang yang pernah menolak pernyataan cinta Seline.
Seline tidak tahu kenapa, tapi itu adalah kenangan paling menyakitkan yang pernah dia rasakan. Meskipun, Seline tidak merasakannya secara langsung, tapi rasa sesak dan sakit di hatinya membuktikan hal itu.
Seline mengingat dengan jelas bagaimana Bram mempermalukan dirinya di depan seluruh siswa-siswi di sekolah. Menghina dan merendahkan Seline dan menginjak-injak harga diri serta perasaan Seline.
"Hai," sapa Bram ramah, dia bahkan mengedipkan sebelah matanya untuk menggoda Seline. Tidak tahu saja dia, Seline sedang mati-matian menahan mual.
"Gadis cantik, apa kau punya waktu untuk malam ini?" Bram menaik-turunkan alisnya. Senyuman lebar masih tetap menghiasi wajah tampan itu.
Berbeda dengannya, Seline sama sekali tidak menunjukkan respon apapun. Hanya ekspresi datar yang terlihat di wajah gadis itu. "Minggir." Adalah kata pertama yang keluar dari bibir mungil Seline sejak menginjakkan kaki ke sekolah.
Sejak menginjakkan kaki ke sekolah, Seline sudah kehilangan seluruh semangatnya. Itu karena kenangan menyakitkan yang dialami Seline asli di masa lalu.
Kenangan-kenangan itu membuat mood Seline seketika menjadi jelek. Saat memasuki pintu gerbang, Seline sudah menyuruh Tio untuk pergi membeli snack, cokelat dan apapun untuk mengendalikan moodnya yang sudah rusak.
Karena itulah, Tio tidak menuju kelas bersama Seline. Karena anak itu sedang kesulitan untuk membawa cemilan untuk Seline.
Kembali ke Bram, raut wajah yang percaya diri itu seketika berubah. Tidak ada kesan ramah dan senyuman kepercayaan diri seperti tadi.
"Kau menolakku?" tanya Bram memastikan bahwa pendengarannya tidak rusak.
Seline tersenyum miring, "apa aku sedang berbicara dengan tembok?"
Wajah Bram menjadi merah, bahkan uratnya mulai kelihatan saking kesalnya. Tentu saja, bagaimana bisa dia tidak kesal. Selama ini tidak ada gadis yang pernah menolak dirinya seumur hidupnya. Dan sekarang, gadis asing yang baru dijumpainya malah menolaknya di depan semua orang. Mau di simpan di mana wajah seorang Bram sekarang?
"Tidak ada gadis yang pernah menolakku seperti ini," ucapnya.
"Lalu sekarang kau merasakannya. Bagaimana rasanya, ditolak oleh gadis yang pernah kau permalukan? Apakah menyenangkan?"
"Apa maksudmu?"
"Sangat menyedihkan, bagaimana bisa kau melupakan gadis yang pernah kau tolak ini?"
Bram terdiam, otaknya terus mencari informasi tentang gadis yang pernah dia tolak. Sekeras apapun dia mencoba, otaknya yang kecil itu tidak bisa mengingat bahwa dia pernah menolak gadis secantik ini.
"Apa kau melupakanku?" Seline menunjukkan nametag di bagian dada kanannya.
Arah mata Bram mengikuti arah jari telunjuk Seline.
"Seline...?"
Betapa terkejutnya semua orang di sana. Bagaimana bisa gadis terjelek di sekolah menjadi gadis tercantik hanya dalam waktu satu minggu?
Melihat Bram membeku di tempatnya, Seline tersenyum puas. Ini masih awal dari rencana pembalasannya. Dia lalu melewati Bram yang masih terdiam karena shok, begitu juga dengan teman-teman yang sedang berada di koridor.
Berita ini terlalu mengejutkan untuk mereka. Ini lebih mengejutkan dari berita tentang Lila.
Namun, untuk para wanita ini adalah berita yang sangat penting. Mereka jadi bisa mendekati Seline untuk mencari tahu di mana salon kecantikan tempat Seline.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments