"Silahkan kembali! Aku akan menjelaskan tentang ponsel sekarang!"
"Ya.."
Laurent menyuruh para siswa untuk kembali duduk dan mereka langsung menuruti perkataannya.
Saat situasi kelas sudah mulai tenang, Smith lalu membuka lemari sambil memanggil aku juga Fisa dan menyuruh untuk mendatanginya.
"Satomi Adney.. Fisa Campbell.. majulah!"
"Baik!"
Tanpa pikir panjang aku langsung maju ke depan untuk mendatangi Smith tanpa memperdulikan Fisa yang terlihat ingin menempel padaku.
"Sekarang sebagai peringkat pertama, kalian boleh memilih warna ponsel yang kalian inginkan, silahkan berdiskusi terlebih dahulu!"
Jadi aku dan Fisa boleh memilih warna ponsel terlebih dahulu karena menempati peringkat pertama, mungkin aku akan bertanya dulu pada Fisa karena aku bisa memakai warna apa saja asalkan tidak mencolok.
"Kau mau warna apa?"
"Woahahah... jadi ini keuntungan juara pertama, pilih warna apa ya..?"
Dia tidak mendengarkan ku dan malah heboh sendiri.
"Tenanglah Fisa! Kalau aku memilih warna hitam, bagaimana denganmu?"
Aku menenangkan Fisa yang sedang heboh dan merekomendasikan warna hitam padanya.
"Kalau aku sih.. ahh.. pink! Itu sangat bagus!"
Dia menunjuk jari tangannya ke ponsel yang berwarna pink dengan penuh semangat.
"Ditolak!"
"Eh.. kenapa?"
Sudah jelas kalau aku akan menolak pilihannya, lagipula itu terlalu mencolok, masih ada warna yang lebih tersamarkan seperti putih, abu-abu maupun ungu.
Mungkin aku akan mencoba menawarkan warna ungu sekarang, karena menurutku jenis warna seperti pink, ungu dan lain sebagainya adalah warna kesukaan gadis.
"Bagaimana dengan ungu? Ini cukup imut bukan?"
Kali ini aku menawarkan warna ungu.
Dia terlihat biasa saja namun baru sebentar aku berpikir seperti itu, tanpa diduga dia memelukku dari belakang dan ini membuatku terkejut.
Aku bisa mencium bau tubuhnya yang sangat manis dan wangi, wajahnya menjadi semakin imut ketika dia sedang manja dan itu membuat suhu tubuhku naik.
Tunggu.. aku bukan orang mesum atau apapun itu. Semua lelaki pasti akan merasakan hal yang sama denganku, aku sangat yakin.
"Kau memang menarik.. Satomi! Hebat sekali kau tahu warna kesukaanku.. hehe!"
"Tidak.. itu cuma kebetulan.."
Aku mengelak dan sedikit merasa malu karena dia memelukku di depan guru dan banyak siswa.
"Uwoh...."
Suasana kelas menjadi ramai karena tindakan Fisa.
"Tenanglah.. kalian semua! Dan juga jangan bermesraan saat jam pelajaran.. Campbell!"
Laurent meredam keributan di kelas ini dan menyuruh Fisa untuk bisa menahan diri.
"Jadi kalian memilih warna ungu?"
Smith lalu bertanya pada kami untuk memastikan.
"Ya.. tolong berikan kami ponsel berwarna ungu!"
"Baiklah.. silahkan!"
Kemudian Smith mengambil ponsel berwarna ungu lalu menyerahkannya padaku dan juga Fisa.
"Kalian boleh kembali sekarang!"
"Baik.."
Aku dan Fisa kompak menjawab dan akhirnya kembali duduk sambil membawa ponsel.
"Selanjutnya.. Gilang Darma Wijaya.. Cika Cuisine.. silahkan!"
Mereka berdua langsung maju dan tanpa basa-basi memilih warna biru.
"Yang terakhir.. Barry Danna.. Ollie Siena.."
Padahal ponsel yang terpajang masih banyak di lemari, tapi Smith mengatakan ini yang terakhir. Mungkin hanya peringkat tiga besar bisa bebas memilih warna ponselnya dan yang lainnya akan dipilih secara acak.
Danna dan Ollie memilih warna hitam dan setelahnya Laurent langsung menjelaskan tentang ponsel ini selagi Smith membagikan sisa ponsel kepada siswa yang belum kebagian secara acak. Ternyata memang benar kalau hanya peringkat tiga besar bisa bebas memilih warna.
"Dengar! Ponsel itu bukan untuk main-main.. karena isinya hanya tentang sekolah ini dan juga tidak ada internet, kalian hanya bisa mengakses apapun yang berhubungan dengan sekolah ini!"
"Itu benar.. kalian hanya bisa berkomunikasi dengan orang yang ada di sekolah ini, seperti mengirimi pesan maupun telepon"
Smith menambahkan penjelasan Laurent.
Aku mengerti, jadi sekolah ini melarang siswanya untuk berhubungan dengan dunia luar dan hanya fokus dengan urusan disini.
"Pak Smith.. apa saja kegunaan ponsel ini?"
Fisa yang sedari tadi diam langsung bertanya pada Smith.
"Yang paling utama adalah kalian bisa berbelanja menggunakan ponsel ini dan mata uangnya adalah poin, untuk poin kalian bisa mendapatkannya dengan berbagai cara"
"Bagaimana caranya?"
Danna lalu ikut bertanya setelah Fisa.
"Itu akan dijelaskan lain hari, dan untuk hari ini kalian hanya akan diberikan ponsel!"
"Kalian akan diberikan sebesar 1.000 poin untuk awal masuk, satu poin bernilai satu Dollar!"
Kali ini Laurent yang menambahkan penjelasan Smith.
"Apa..?! Seribu Dollar?"
Banyak siswa yang terkejut dengan perkataan seribu Dollar dan menurutku memang wajar karena jumlahnya lumayan banyak bagi sebagian remaja.
"Dan juga.. kalian menggunakan poinnya bersama dengan pasangan yang sudah terdaftar, singkatnya.. kalian harus bisa berbagi dan jangan egois!"
Mendengar semua penjelasan yang ada, aku dapat menyimpulkan kalau kita bisa berbelanja hanya dengan menggunakan ponsel ini dan mata uangnya adalah poin.
Jadi terjawab sudah kenapa tidak ada lubang untuk memasukkan uang di mesin minuman dan digantikan dengan QR Code. Ponselnya berguna untuk melakukan scan pada QR Code dan setelah itu akan muncul tampilan minuman yang ingin dibeli pada layar ponsel, selesai memilihnya kita akan bayar menggunakan poin dan minuman yang dipilih akan keluar melalui lubang di bagian bawah. Ini masih perkiraanku jadi belum tentu benar.
Semua siswa baru diberikan 1.000 poin dan satu poin bernilai satu Dollar. Kalau tidak salah Laurent sempat mengatakan kalau ada bonus poin untuk pasangan yang memasuki tiga besar.
Jika itu benar, maka aku dan Fisa akan mendapatkan poin awal sebesar 1.500 poin yang nilainya lumayan besar. Namun aku hanya bisa berharap agar Fisa tidak egois dan hanya membeli sesuatu yang berguna, begitupun denganku.
"Fisa.. bagaimana menurutmu?"
Aku menanyakan pendapat Fisa tentang hal ini untuk mengetahui daya pikirnya.
"Apanya? Tentang poin? Aku akan berbelanja sepuasnya.. hehe..!"
"Tolong jangan lakukan itu!"
"Bercanda kok.. tapi aku akan memberitahumu tentang belanjaan ku nanti!"
"Bukan itu yang kumaksud.."
"Lalu apa maksudmu?"
Ternyata pemikirannya tidak sehebat yang aku kira. Untuk sekarang aku yakin dia masih berpatokan pada satu hal untuk berpikir, jadi karena itulah pemikirannya agak lambat.
"Begini.. kita mendapatkan 1.500 poin sebagai awalan dan sudah jelas poin kita yang tertinggi, bagaimana kalau kita bagi masing-masing menjadi 750 poin?"
"Maksudmu kita akan berbagi rata? Tapi sebenarnya aku tidak terlalu bisa berbelanja loh, jadi masalah poin ku serahkan padamu.. tolong ya!"
"Emm.. baiklah!"
"Hehe.."
Dia dengan mudahnya menyerahkan urusan poin padaku dan menurutku dia tidak berbohong tentang itu.
Fisa memang selalu bisa membuatku terkejut dengan tindakannya yang diluar perkiraan. Namun sisi menyeramkannya perlahan menghilang setelah aku mencoba untuk percaya padanya.
Dan juga aku merasa kalau Fisa memiliki banyak kesamaan denganku, aku tidak bisa menyebutkannya tapi aku sangat yakin dengan hal ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Jack Joker
seribu dollar atau satu dollar?
2022-09-19
0