Pada Akhirnya Alex menikahi Bella di depan jenazah Ayah Bella. ia juga sudah meminta izin istri pertamanya. Entah terbuat dari apa hati istri pertamanya sehingga mau mengizinkan sang suami menikah lagi. Akan tetapi, ia tidak meminta izin istri keduanya karena tahu istri keduanya pasti akan mengamuk.
“Saya terima nikah dan kawinnya Isabella binti Bapak Husain dengan mas kawin uang lima juta di bayar tunai.” Satu kalimat tersebut sudah membuat Bella sah menjadi milik dan tanggung jawab Alex. Mau tidak mau cinta tidak cinta mereka sudah menepati janji pak Husain.
Masih dengan Isak tangis Bella menyalami Alex, akan tetapi ia juga tidak sepenuhnya sadar sudah jadi istrinya. Tangisan Bella terdengar pilu ditelinga semua orang termasuk ditelinga Alex. Dengan ragu Alek memeluknya, ia mencoba memberi ketenangan dan pelukan agar merasa tenang.
Setelah prosesi pernikahan mereka selesai, Jenazah pak Husain langsung di makamkan di pemakaman setempat yang tidak jauh dari rumanya. Bella terus menangis di dalam dekapan suaminya. Ia tidak tahu harus berbuat apa, ia juga belum sepenuhnya sadar berada di pelukan pria dewasa yang usianya terpaut cukup jauh.
“Ayah ... mungkin aku bisa kehilangan Mas Hadi, tapi kehilangan Ayah, jiwaku rasanya hilang separuh, yah. Ayah bangun...!” Isak tangis itu tidak berhenti membuat yang menyaksikan ikut meneteskan air mata.
“Maaf Nak Alex. Sebaiknya kita pulang. sebagian warga sudah pulang. Biar Nak bella juga istirahat,” ajak sesepuh desa pulang dari pemakaman.
“Iya, pak.” Alex melihat istrinya yang kondisinya begitu lemah.
“Bella ... kita pulang ya. Sudah sore,” ajak Alex lembut.
“Gak mau, Ibel mau sama ayah. Ibel mau nemenin Ayah.”
“Ibel ....”
“Gak mau! Ibel gak mau Ayah sendirian. Ibel mau sama Ayah!” Ibel begitu histeris.
“Bella!!” Suara tinggi Alex mulai terdengar.
“Ayah sudah tidak ada! Biarkan beliau tenang!” Ibel mematung dan langsung tidak sadarkan diri, ia jatuh di pelukan suaminya.
Alex membopong Bella dan membawanya sampai ke rumah. Sesampainya di rumah Alex membaringkan Bella di tempat tidurnya dan di temani Aisyah, sementara Alex menemui tetangga yang masih berada di rumah mertuanya.
Mereka semua menyiapkan pengajian tahlil sampai selesai, setelah itu Alex masih berkumpul dengan para tamu, ada juga yang membereskan hiasan yang seharusnya menjadi hiasan saat pernikahan.
“Nak Alex, apa rencana Nak Alex ke depannya. Ingin menetap di sini atau membawa Ibel ke kota?” tanya salah satu sesepuh. Alex menghela nafas panjang dan menatap satu persatu tetangga istri barunya itu.
“Belum tahu, Kek. Nanti akan saja bicarakan lagi dengan Ibel dan isteri pertama saya. Saya juga tidak tahu, Ibel mau atau tidak kalau saya bawa ke kota.”
“Sebaiknya dibawa saja Nak Alex. nanti kalau di sini, Ibel pasti kesepian dan terus teringat Ayahnya dan calon suaminya yang sudah meninggal. Kalau istri pertama Nak Alex sudah setuju ya tidak apa-apa di bawa. Tetapi saran kami. Tolong jangan di satukan dalam satu rumah, takutnya suatu saat nanti timbul masalah,” sambung sesepuh lainnya.
“Iya Pak. Terima kasih sarannya. Kalau begitu saya mau melihat Ibel dulu.” Alex bangkit dari duduknya dan melihat Bella di kamar.
Saat di ambang pintu Alex melihat Bella duduk diam meringkuk di atas tempat tidur dan sang sahabat berusaha menyuapi makan.
“Ibel ... makan dulu ya. Kamu dari pagi belum makan.” Bella hanya menggeleng lemah lalu semakin erat memeluk lututnya. Ia kembali mengingat sang Ayah dan menangis.
“Aish,” panggil Alex memberi tanda agar Aisyah keluar. Aisyah mengangguk mengerti lalu memberikan piringnya pada Alex.
Aisyah keluar lalu menutup pintunya, Biar Alex sendiri yang menangani Bella. Alex meletakkan piringnya di meja di dekat tempat tidur, lalu ia duduk di tepi tempat tidur. Dengan ragu ia meraih tangan Bella.
“Bella ... Jodoh, rejeki, kematian itu sudah ada yang mengatur. Suka tidak suka, mau tidak mau kita sebagai ciptaannya harus menjalani dengan sabar.”
“Aku tau Bang. Tapi itu tidak mudah buat Bella. Semua terjadi dalam waktu bersamaan. Siapa yang sanggup Bang! Di tambah aku sekarang istri Abang, apa kata orang Bang. Saya saja benci dengan diriku sendiri. Kalau bukan karena Ayah. Aku juga tidak mau menikah dan jadi orang ke tiga dalam rumah tangga Abang.” Bella menyeka air matanya lalu menarik kain selendang yang sedari tadi menempel di kepalanya.
Alex mengambil piring dari atas meja dan mencoba menyuapi istrinya.
“Makan ya,” ucapnya lembut.
“Bella gak lapar Bang.
“Sedikit saja. Kalau kamu tidak ak mau makan nanti sakit.”
Dengan ragu Bella menerima suapan dari tangan suaminya. Sekilas ia melihat Alex penuh arti dan masih belum percaya laki-laki di depannya itu sudah sah menjadi suaminya.
“Besok Abang pulang ke kota dan kamu harus ikut. Abang tidak bisa lama-lama di sini, karena ada kerjaan yang harus Abang kerjakan.”
Bella tidak menjawab, ia hanya diam. Ia berfikir apa harus mengikuti suaminya atau tidak. Tapi sebagai istri memang harus mengikuti suami, bukan. Tapi bagaimana dengan anak didiknya.
“Abang tahu, kamu pasti tidak mau ikut, karena kamu pasti memikirkan anak-anak TK kamu di sekolah. Semua sudah Abang bicarakan dengan kepala sekolah, kalau kamu ikut sama Abang. Jadi Abang mudah mengawasi dan menjaga kamu.”
Lagi-lagi Bella hanya diam sambil mengunyah makanannya dan memikirkan ucapan suaminya. Bagaimana pun ia juga harus patuh dengannya.
“Terserah Abang!” Bella hanya pasrah kemana takdir membawanya. Sudah tidak ada pilihan lain. Otaknya juga tidak bisa berpikir harus berbuat apa dan melakukan apa.
“Ya sudah. Sekarang kamu istirahat, kalau ada apa-apa, Abang ada luar,” ucap Alex saat Bella selesai makan dan minum.
Alax keluar dan membiarkannya Bella istirahat sedangkan dirinya sendiri juga menuju kamarnya dan membereskan barang bawaannya untuk kembali ke kota.
“Bagaimana kalau Iren tahu aku menikah lagi. Pasti dia mengamuk. Tapi kalau Bella tidak aku bawa, nanti di sini pasti jadi bahan omongan. Kalau aku bawa ke kota, kalau ketahuan Iren bagaimana. Apa aku bawa dulu ke rumah Anna, Ya ... ke rumah Ana dulu. Tapi... baiknya aku Carikan rumah sendiri saja.” Alex juga bingung harus membawa Bella kemana. Jika istri keduanya si Irene tahu sudah pasti mengamuk. Tapi jika ia bawa ke rumah istri pertamanya, Anna. Apa kata orang rumah.
“Baiknya aku hubungi Ronald.” Alex kemudian menghubungi asistennya untuk mencarikan rumah beserta isinya.
“Halo, tuan Alex," Suara di seberang sambungan ponselnya mulai terdengar.
“Ronald, besok aku pulang ke kota. Tolong carikan rumah jangan terlalu besar, Carikan satu pembantu rumah tangga.”
“Hah? Untuk siapa tuan?”
“Tidak perlu bertanya. kerjakan saja perintahku. Besok jemput aku di bandara. Dan aku mau setelah sampai, rumah itu sudah ada dan lengkap dengan isinya. Jangan beritahu hal ini pada siapa pun.”
“Baik tuan, laksanakan.” keduanya lalu memutuskan sambungan ponselnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
sedih amat, nasip Ibel 😭
2025-04-10
0
Yunita Carolina
😭
2023-01-06
1
Rose_Ni
enaknya ada asisten
2022-10-07
2