“Luca!” Teriak Nina begitu pada akhirnya menemukan Luca di luar setelah berkali-kali berupaya mencarinya.
“Ah, Kak Nina.”
“Kamu darimana saja sih? Kamu kan sudah janji untuk bersikap tenang. Kamu ini, bla, bla, bla…”
Luca hanya menatap dengan ekspresi kosong kepada Nina yang sedang asyik-asyiknya berceloteh.
“Sudahlah. Karena urusanku sudah selesai di sini, saatnya memenuhi permintaan Ayah untuk membelikanmu beberapa pakaian.”
“Aku ingin pakaian seperti Kak Mark.”
Seketika Nina membayangkan Luca mengenakan pakaian ala Mark dengan celana jeans lutut yang sobek serta kemeja ala-ala metal tanpa lengan lengkap dengan aksesori kalung metalnya.
“Geh.” Nina tidak dapat menahan kejijikannya.
“Luca, setiap orang ada style masing-masing yang cocok dengannya. Percaya pada Kak Nina. Aku akan membelikanmu pakaian yang paling cocok buatmu.” Ujar Nina penuh tekad.
Mereka pun mengunjungi salah satu mall di Kota Jakarta itu.
Karena penampilan Luca yang tergolong tampan dengan kulit yang putih mulus disertai dengan rambutnya yang terdiri dari campuran hitam yang mendominasi namun dibarengi dengan sedikit warna keemasan yang tidak biasa, ditambah postur tubuhnya yang mungil nan polos mirip boneka, tipe yang sangat langka ditemukan di kota itu, dia pun menjadi pusat perhatian di setiap tempat yang dikunjunginya.
Nina hanya dapat menahan kesal sembari berupaya melindungi Luca yang polos dari sambaran para wanita genit yang hendak menggodanya.
Tibalah mereka di salah satu toko pakaian. Dengan cepat, Nina memutuskan bahwa kemeja warna putih dengan corak emas yang paling sesuai dengan style Luca. Kemudian untuk bawahannya, Nina memilihkan celana jeans berwarna merah maroon.
“Nah, Luca, mari ke kamar ganti lalu buka pakaianmu.” Ujar Nina kepada Luca.
Sembari menutupi badannya dengan kedua tangannya yang mungil itu, Luca menjawab, “Eh, apa yang Kak Nina mau lakukan dengan membuka pakaianku?”
Sayangnya suara Luca cukup keras sehingga terdengar oleh hampir seluruh pengunjung toko. Nina sontak mendapatkan perhatian berlebih dari seluruh pengunjung toko tersebut.
“Luca, cara bicaramu! Kamu sendiri yang akan mengganti pakaianmu untuk mencoba pakaian baru ini!” Dengan muka yang merah padam, Nina berucap kesal kepada Luca.
Nina pun mengarahkan Luca ke kamar ganti toko untuk mencoba pakaian barunya tersebut. Namun beberapa saat kemudian, di dalam kamar ganti itu, Luca mengeluh kepada Nina.
“Kak Nina, ukuran pakaiannya salah. Bajunya terlalu sempit, juga celananya terlalu kebesaran sehingga tidak muat.”
Nina kemudian merasakan ada sesuatu yang salah. Dia sangat yakin akan kemampuan visualnya untuk mengamati ukuran tubuh seseorang. Dia sangat yakin telah memberikan pakaian dengan ukuran yang paling pas di tubuh Luca. Oleh karena itu, dia jadi bertanya-tanya mengapa sampai pakaian yang dipilihkannya itu tidak pas.
Karena penasaran, Nina lantas mengintip ke dalam kamar ganti Luca.
Dilihatnya-lah seorang anak yang dengan lucunya memakai kemeja layaknya akan mengenakan kaos. Dalam posisi kemeja yang masih terkancing secara utuh, dia menyelipkan kepalanya dari bawah lubang celah kemeja kemudian memaksa masuk ke lubang bagian leher di saat posisi kancing seluruhnya masih terpasang utuh tersebut.
Sementara itu, celananya dalam posisi belum terpasang kancingnya dan juga dengan zipper yang masih terbuka, anak polos itu tetap berusaha mempertahankan celananya agar tidak melorot.
“Kak Nina, bagaimana ini? Ukurannya tidak cocok.” Ujar Luca kepada Nina dengan ekspresi memelas.
Tubuh bagian atasnya terekspos yang di luar dugaan ternyata sangat berotot, juga daerah bawahan di belakang zipper celananya terlihat jelas. Untungnya dia masih mengenakan underwear, jadi semuanya masih dalam taraf aman.
“Hei, lepas dulu kancingnya! Jangan dipaksa masuk, nanti bisa robek.” Ujar Nina sembari dengan cepat menghentikan Luca yang hendak memaksa kepalanya masuk pada kemeja yang masih terkancing hingga hampir saja kemeja itu sobek.
Tanpa disengaja, Nina kehilangan keseimbangan sehingga akhirnya jatuh menimpa Luca. Karena suara jatuhnya cukup besar hingga terdengar sampai di bagian kasir yang terletak di samping kamar ganti, penjaga toko pun berdatangan untuk melihat keadaan. Namun apa yang mereka saksikan, Nina di posisi atas, sementara Luca di bawah dalam keadaan setengah terbuka.
Melihat hal itu, kacamata sang penjaga toko pun pecah.
“Tadi kamu dengar kan, apa yang mereka obrolkan?”
“Iya. Si ceweknya jelas bilang kan kalau lepas dulu kancingnya, jangan dipaksa masuk, nanti bisa robek. Ck. Dasar anak zaman sekarang, memang sudah terlalu bebas.”
“Sampai di tempat umum pun, berani buka-bukaan pakaian pacarnya. Ck, ck, zaman sudah berubah.”
Para pengunjung yang kebetulan ada di kamar ganti yang lain pun menggunjing Nina akibat kesalahpahaman yang membuat muka Nina semakin merah padam.
***
“Kak Nina, dari tadi Kakak diam saja. Apa Kak Nina marah karenaku? Maafkan aku, Kak, jika aku salah. Terus terang, aku baru dengan semua yang ada di sini, jadi mungkin di mata Kak Nina aku sedikit bodoh.” Ucap tulus Luca dengan muka yang sangat memelas.
“Mana ada orang yang sangat bodoh sampai buka pasang kancing pakaian saja tidak tahu!” Nina berteriak marah pada Luca.
“Maafkan aku, Kak.” Tapi Luca hanya mampu mengucap maaf dengan perasaan yang sangat menyesal.
Akan tetapi begitu melihat ekspresi Luca yang terlihat sangat menyesal itu, hati Nina tergugah. Dia pun kembali berpikir bahwa jika Luca memang tidak tahu, itu berarti hal itu bukan kesalahan Luca sepenuhnya.
Nina pun membelai rambut Luca dengan ekspresi jutek seraya mengatakan, “Pokoknya habis ini, kamu harus banyak belajar agar bisa jadi orang normal.”
“Kruyuk” Namun justru suara perut Luca yang keroncongan-lah yang terdengar oleh Nina.
“Duh, apa boleh buat deh. Sekarang kebetulan saatnya jam makan siang. Luca, kamu pengen makan apa? Sembari menekan-nekan dahinya seraya menghela nafas dengan lemas, Nina bertanya kepada Luca.
“Kak Nina. Aku pengen makan itu, mirip pasta tapi kayaknya beda. Kelihatan enak sekali.” Jawab Luca sembari menunjuk salah satu restoran ala korea dengan air liur yang hampir menetes.
“Pasta apaan. Itu kimchi. Bahan dasarnya aja beda. Geh, tapi panas-panas gini mau makan yang pedas-pedas. Luca, kamu serius mau yang itu? Bagaimana kalau kita cari makanan yang tidak pedas saja?”
Luca menggeleng tegas atas permintaan Nina itu dengan air liur yang tak tertahankan lagi.
“Tidak, Kak Nina. Aku pengen makan yang itu.”
Melihat kesungguhan Luca yang ingin mencoba makanan tersebut, Nina pun jadi mengalah.
“Baiklah, kita makan yang itu saja kalau begitu.”
“Hore! Kak Nina memang yang terbaik.”
“Hah.”
Nina lantas menghela nafas panjang. Dia benar-benar tidak mengerti tentang jalan pikiran anak yang ada di hadapannya itu. Tapi satu yang Nina bisa rasakan selama bersama Luca selama ini, terlepas dari kepolosan [kebodohan]-nya, Luca adalah anak yang baik.
Melihat tingkahnya yang unik itu, yang untuk ukuran orang kampungan pun, skala Luca masih terlalu jauh di bawah, Nina jadi penasaran bertanya,
“Luca, sebenarnya bagaimana sih tempat tinggalmu yang lama?”
“Hmm. Agak sulit untuk menggambarkannya, Kak Nina.” Luca sulit untuk menggambarkannya perihal dia telah berjanji kepada Judith untuk merahasiakan jati dirinya yang berasal dari dalam dunia game.
“Tapi jika digambarkan, hanya ada pertarungan tiap hari. Untuk bisa makan saja, aku harus bangun pagi-pagi lantas bertarung untuk memperoleh uang. Aku dulu bahkan sempat hampir mati karena terkena bongkahan api.”
Seketika Nina terkesiap atas perkataan Luca tersebut.
“Jadi anak ini tumbuh di daerah peperangan. Pantas saja otaknya jadi konslet begitu.” Dan Nina pun akhirnya salah paham menyangka dunia game yang penuh pertarungan yang diceritakan oleh Luca sebagai daerah perang.
“Makanya ketika bertemu Tante Judith dan dibawa ke tempat ini. Aku senang karena dapat merasakan dunia yang damai tanpa harus bertarung dulu baru bisa makan. Di samping ada Kak Nina, Paman Rowin, dan Tante Judith yang benar-benar menyayangiku di sini.” Ujar Luca sembari memberikan senyum cerahnya.
Seketika, hati Nina tersentuh atas perkataan polos nan tulus Luca tersebut dan dia pun akhirnya menjadi semakin sayang pada sosok yang telah dianggapnya sebagai adik itu sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 243 Episodes
Comments
Semau Gue
..oooO..............
...(....).....Oooo...
....\..(.......(...)....
.....\_).......)../.....
...............(_/......
2023-04-06
2
budi setia(satu)
Jutaan orang bahkan tidak menyadari bahwa mereka dapat menghasilakan 1000 rupiah sehari tanpa meninggalkan rumah dan anda adalah salah satunya.
2022-09-22
0
Nurul
🤣🤣🤣🤣
2022-07-28
1