“Hahahahahaha. Untuk ukuran anak kecil, nyalimu besar juga ya. Tapi apakah kamu benar-benar berpikir bisa mengalahkanku?” Areka tak dapat menahan ketawanya lagi ketika anak yang tampak kecil dan lemah itu berupaya untuk menantangnya berduel.
“Hei, Luca, apa yang kamu katakan? Jangan bicara sembarangan! Jika kalah, aku yang dipertaruhkan di sini.”
“Tenang saja, Kak Nina. Walaupun tubuhku kecil, lihat, aku cukup berotot.” Ujar Luca sembari memperlihatkan ototnya yang tersembunyi di balik lengan bajunya itu.
“Hahahahahaha. Aku suka anak kecil yang berani sepertimu. Baiklah, aku terima tantanganmu.” Areka kembali tertawa keras saat melihat semangat Luca yang membara.
“Hei, Senior, kamu juga bisa diam, tidak?! Bagaimana kamu bisa berpikir bahwa anak sekecil ini akan sanggup mengalahkanmu? Atau Senior memang sengaja supaya bisa menang dengan mudah dalam taruhan?” Nina tampak emosi melihat Areka yang berbicara semaunya saja tanpa memperhatikan pendapat orang lain.
“Hah?!” Areka tampak turut emosi di kala Nina menyinggung harga dirinya sebagai pemain e-sport bertalenta dengan mengatakan dia hendak mencari cara mudah untuk menang.
Di kala itu, keduanya tidak memperhatikan. Tetapi muka Luca telah merah padam akibat menahan amarah.
“Berhenti menyebutku sebagai anak kecil! Umurku saat ini sudah 15 tahun!”
“Hah!”
“Apa? Bohong.”
Baik Areka maupun Nina terkaget mengetahui usia Luca tersebut yang tampak tak cocok dengan tubuhnya yang mungil.
“Oleh karena itu, Senior yang sombong…” Ucap Luca sembari menunjuk Areka.
“Aku?” Areka turut pula menunjuk dirinya mengikuti Luca.
“Ya, kamu, Senior yang sombong. Aku pasti akan membuatmu babak-belur.” Ujar Luca penuh tekad.
“Hahahahaha. Baiklah, maaf menganggapmu bocah sebelumnya. Akan kuterima tantanganmu itu, tetapi tentu saja bukan sekarang karena arena pertarungan sedang dipakai. Ayo bertanding di tempat ini dua hari dari sekarang. Tapi, kamu harus menyiapkan mentalmu ya. Jangan menangis di pangkuan ibumu jika kamu kalah.”
Mendengar provokasi dari Areka itu, mata Luca tampak berkaca-kaca. Bukan karena dia takut oleh intimidasi Areka, tetapi dia kembali mengingat kedua orang tuanya yang telah tiada. Apa yang dikatakan oleh Areka tidak mungkin terjadi lagi. Jika Luca sedih, tiada lagi ibunya yang dapat memberikannya pangkuan.
“Luca?” Lirih Nina sembari menyentuh pundak Luca.
Seketika Luca tersadar dan kembali ke ekspresi datarnya.
“Oh iya, satu lagi Senior sombong.”
“Apa itu?” Tanya balik Areka tanpa mempedulikan ketidaksopanan Luca memanggilnya sebagai Senior yang sombong.
“Karena aku yang bertanding dengan Senior, maka taruhan tentang Kak Nina dibatalkan. Aku juga tak paham detailnya, tapi tampak Kak Nina sangat menghargai apa yang Senior berusaha rebut itu darinya. Jadi mana mungkin aku biarkan. Tapi sebagai gantinya, aku akan mempertaruhkan diriku. Jika aku kalah, Senior bisa memperlakukan apapun padaku.”
“Hei, Luca? Apa yang kamu katakan?” Walaupun Nina berekspresi panik mendengar omongan Luca tersebut, sejatinya hatinya merasa terharu. Ini pertama kalinya dia merasakan dilindungi oleh seorang pria.
“Baiklah, Luca. Benar kan, itu namamu? Kalau aku kalah, kamu boleh merebut tempatku sebagai pemain tim inti di klub e-sport sekolah. Tetapi jika kamu yang kalah, kamu harus melayaniku selama satu tahun.” Ujar Areka dengan tampak ekspresi penuh kejahatan yang terselubung.
“Senior, apa yang kamu katakan? Tak kusangka kamu punya hobi yang seperti itu.” Bunga-bunga di hati Nina serta-merta berguguran. Dia seketika berlari memeluk Luca setelah mendengar omongan seniornya tersebut, mencoba melindunginya dari maksud terselubung dari sang senior jahat.
“Apa yang kamu katakan? Aku mempertaruhkan tempatku di tim inti lho, tentu saja dia harus mempertaruhkan hal yang sepadan yakni kebebasannya yang jika kalah, dia harus menjadi henchman-ku selama satu tahun.”
“Oh, begitu rupanya. Aku kira…”
“Hmmm?”
Nina berujar lega setelah Areka memperjelas maksud omongannya sementara senior sombong itu menatapnya dengan penuh keheranan.
“Karena semuanya sudah jelas, kita akhiri saja pertemuan hari ini. Aku tunggu kamu, Luca, dua hari lagi di tempat ini. Pastikan kamu tidak membawa ekormu lari terbirit-birit karena ketakutan.”
“Hei, Areka, apa benar-benar tidak apa-apa mempertaruhkan hal sepenting itu semudah ini?”
“Tenang saja, semuanya baik-baik saja. Kamu pikir aku akan kalah sama bocah yang seperti itu?”
“Yah, kalau itu, tampaknya tak mungkin sih.
“Benar kan? Yah, walaupun secara ajaib aku bisa kalah, semuanya justru akan semakin menarik.” Ujar Areka sembari tersenyum sinis.
Sembari mengatakan hal tersebut, Areka dan temannya itu pun meninggalkan ruangan tersebut.
***
“Hei, Luca, kamu benaran bisa bermain e-sport?”
“E spot? Apa itu, Kak Nina?”
“Kamu tidak tahu apa itu e-sport, tapi nekat menantang pemain yang sudah hampir mendekati tingkat pro berduel?”
“Maksud Kak Nina, Senior sombong itu? Tenang saja Kak, aku pasti akan menghajarnya hingga babak-belur. Lihat saja otot-ototku ini, jelas lebih kuat dari Senior sombong itu.”
Nina pun terdiam sejenak. Dia satu-persatu kembali mencerna apa yang telah Luca katakan selama ini. Seketika dia menepuk jidatnya.
“Anu, Luca, aku tahu bahwa kamu tidak mungkin sebodoh ini. Aku bertanya hanya untuk memastikan saja. Tetapi duel seperti apa yang ada di pikiranmu sewaktu menantang Senior Areka?” Nina pun dengan was-was bertanya.
“Tentu saja adu jotos. Apa lagi?”
Seketika mendengar jawaban Luca tersebut, Nina kembali menepuk jidatnya.
“Hah, aku yang bodoh sempat mempercayaimu. Dengar, Luca, duel yang dimaksud oleh Senior Areka itu adalah yang seperti itu.” Ujar Nina sembari menunjuk kedua pemain e-sport yang sedang berduel yang tampak duduk di layar komputer dengan terhubung oleh bando penghubung kesadaran.
“Eh, mana ada masalah yang diselesaikan hanya dengan duduk-duduk saja? Masalah itu paling baik diselesaikan dengan adu jotos, Kak Nina.” Jawab Luca dengan polos.
Mendengar jawaban ngelantur Luca, Nina hanya bisa memijat keningnya seraya lanjut menjelaskan,
“Lihat pada layar, Luca.” Nina pun menunjuk layar komputer besar yang memperlihatkan adegan pertarungan kedua pemain di dalam game.
“Eh, siapa Cleric dan Tamer yang sedang bertarung itu?”
“Itu mereka yang duduk di sana.”
“Ah, Kak Nina jangan bohong dong. Jelas-jelas mereka duduk di sana. Bagaimana mereka bertarung di dalam kotak kecil itu?”
“Hmm.” Nina menghela nafas pelan saking panglingnya dia dengan kepolosan Luca.
“Itulah canggihnya dunia virtual reality. Diawali sejak tahun 2050, alat penghubung kesadaran dengan dunia virtual kian hari kian canggih. Dan kini yang terkenal adalah bando penghubung kesadaran seperti yang kamu lihat digunakan oleh para pemain itu. Bando itu bisa menghubungkan kesadaranmu dengan tubuh avatarmu di dunia virtual. Lantas kamu bisa menggerakkan tubuh avatarmu itu dengan bebas seperti kamu menggerakkan tubuh aslimu.”
Luca benar-benar mendengarkan penjelasan Nina dengan seksama. Entah mengapa, Luca yang biasanya gagal paham itu, kali ini dapat memahami penjelasan Nina tersebut dengan mudah, tentang kesadaran yang dihubungkan, tentang tubuh fisik yang masih ada, namun di saat yang sama kesadarannya berada di tempat yang lain.
Dia memahami semua itu lantaran kedua orang tuanya telah menjelaskan hal yang sama kepadanya sebelumnya melalui diary yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya tersebut.
“Maaf Kak Nina, aku menganggap enteng semua ini tanpa memahami duel seperti apa yang dimaksud. Tapi mulai sekarang aku akan mempelajarinya. Masih ada waktu dua hari. Seharusnya sudah cukup bagi aku untuk menguasainya karena Paman Heisel bilang bahwa aku ini adalah orang yang jenius.”
“Terkutuk kamu, Paman Heisel, memberikan harapan palsu pada Luca yang polos ini.” Umpat Nina dalam hati dengan tetap mempertahankan senyumnya.
“Yah, tentu, tentu.” Nina pun berujar lewat mulutnya, tetapi mana mungkin dia akan mempercayai setiap perkataan saudara jauhnya yang konslet itu. Namun, Nina berusaha memberikan senyuman terbaiknya demi menyemangati saudara jauhnya itu.
“Kata Ibu, kedua orang tua Luca telah meninggal dunia. Mungkin itu sebabnya, Luca jadi sering mencari perhatian sampai-sampai nekat menantang senior angkuh itu demi mencari perhatianku. Tetapi sebagai Kakak yang baik, aku akan melindunginya. Aku akan mencari cara agar bagaimana Senior Areka akan melupakan taruhannya. Mana mungkin kubiarkan Luca disiksa olehnya selama setahun.”
Demikianlah, Nina pada akhirnya membulatkan tekad untuk melindungi Luca dari kepolosan [kebodohan]-nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 243 Episodes
Comments
Semau Gue
..oooO..............
...(....).....Oooo...
....\..(.......(...)....
.....\_).......)../.....
...............(_/......
2023-04-06
3
BaDiPra
Aku sampai cengengesan membayangkan tingkah lucas. 🤭
2022-10-28
1
🌕ˢᵃⁿᵍ𝓡𝒆𝒎𝓑𝒖𝒍𝒂𝒏🌙
janji gk adu jotos?☝🏻
2022-10-16
1