“Sayang, teganya kau berpaling dariku karena jagung muda. Pantasan kau tiba-tiba membawa seorang pemuda masuk di rumah kita dengan alasan kerabat jauh, padahal kutahu seluruh kerabat dirimu, namun tidak ada dirinya. Jadi, jadi itu alasannya. Kutahu diriku sudah tak muda lagi, jadi tak pantas lagi buatmu.”
Sang suami merajuk tersedu-sedu begitu melihat istrinya berada dalam posisi di atas seorang pemuda polos yang pakaiannya setengah terbuka.
“Sayang, kamu salah paham! Bukan begitu kejadiannya!” Judith lantas berlari dengan cepat untuk menangkap tangan sang suami yang hendak kabur.
“Sudahlah, lepaskan! Apalah arti aku tuh di matamu.”
Namun, sang suami menampik tangan istrinya itu dengan perasaan perih seperti teriris-iris. Sementara Luca yang menyaksikan semua kejadian itu, hanya menonton dari jauh sembari mengambil keripik kentang yang disiapkan Judith untuk Luca sebagai cemilan di kamarnya.
“Aku hanya menyukai pria berkacamata!” Seketika Judith berteriak.
Hal itu lantas mengembalikan sang suami ke kesadarannya, lalu dia pun akhirnya menatap kembali wajah istrinya dalam linangan air mata.
“Kamu tuh salah paham, Sayang. Jadi tuh kejadiannya gini,” lalu Judith pun menceritakan tiap detail kejadian yang terjadi.
“Jadi begitu. Luca adalah anak dari dunia lain sekaligus sepupumu dari paman yang pernah kamu ceritakan terjebak selama 42 tahun di dunia lain itu. Aku sekarang paham.” Ujar sang suami setelah mendengarkan ucapan istrinya itu.
“Anu, sayang, aku berharap kamu merahasiakan hal ini kepada orang lain, termasuk kepada anak kita sendiri, Nina. Aku hanya berharap, tidak ada yang tahu identitas Luca sehingga dia bisa hidup bahagia tanpa sentimen apapun tentang asal-usulnya.”
“Aku paham, Sayang, Untuk saat ini, biar aku yang menggantikan pakaian Luca dan mengajarinya bagaimana berpakaian.”
Setelah itu, Judith pun keluar kamar sejenak, meninggalkan suaminya dan Luca berdua di kamar. Tidak lama kemudian, Judith masuk kembali untuk bersama-sama mereka berdua turun makan malam.
Pasca makan malam, Judith akhirnya menceritakan kepada Luca soal apa yang terjadi pada kedua orang tuanya setelah mereka terpisah 10 tahun lalu tersebut.
Ayah Luca pada akhirnya dapat bertemu kembali dengan kedua orang tuanya yang telah menunggunya begitu lama. Bagaikan suatu keajaiban, kakek dan nenek Luca dapat bertahan hidup selama itu hingga hampir berusia 100 tahun. Mungkin juga didukung oleh keinginan kuat kakek dan nenek Luca untuk dapat melihat kembali anak mereka untuk yang terakhir kalinya.
Beberapa hari setelah reuni bersama ketiga anggota keluarga itu, atau empat jika kita juga menghitung ibu Luca, kakek Luca pun mengembuskan nafas terakhirnya. Kemudian nenek Luca segera menyusul suaminya itu 2 hari setelahnya.
Setelah kematian kedua orang tuanya, ayah Luca hidup berbahagia bersama istrinya dalam tubuhnya yang masih tampak berusia 25 tahun, padahal sejatinya telah berusia 72 tahun karena penundaan proses penuaan selama berada di dalam dunia virtual. Sayangnya, untuk sebab yang tak diketahui, mereka berdua meninggal dalam damai pada waktu yang hampir bersamaan lima tahun setelahnya.
Luca mendengarkan cerita tentang ayah dan ibunya itu dengan seksama. Hati Luca terasa begitu perih setelah mengetahui kenyataan tersebut. Dia terlambat menyusul kedua orang tuanya. Andai saja dia dapat menemukan jalan ke dunia nyata lima tahun lebih cepat, dia pasti sudah dapat melihat kembali wajah kedua orang tuanya, walaupun itu hanya untuk kebersamaan dalam waktu singkat.
Tanpa sadar, air mata menetes, membasahi pipi Luca. Judith pun merangkul pemuda polos itu, menenangkannya dalam dekapannya.
Keesokan harinya, Pak Rowin, menyuruh anaknya, Nina, untuk mengintip ke kamar Luca perihal sudah hampir jam 7, Luca belum juga keluar kamarnya. Bisa saja itu karena dia hanya telat bangun, tetapi bagaimana pun Pak Rowin yang berkepribadian sensitif, khawatir jika terjadi sesuatu apa-apa pada Luca.
Nina yang merupakan anak baik dan penurut itu jika di rumah, segera melaksanakan perintah sang ayah tanpa komplain sedikit pun. Akan tetapi, Nina tetap kembali ke bawah seorang diri tanpa membawa Luca turut bersamanya.
Judith yang penasaran pun bertanya, “Lho, Nina, kok sendiri? Luca-nya mana?”
“Oh, katanya dia lagi sakit perut, Bu. Jadinya tidak bisa ikut sarapan bersama kita.” Jawab Nina dengan sopan kepada ibunya.
“Luca sakit perut?” Judith pun bergumam.
Jika orang yang dia tahu sedang sakit perut adalah orang lain, mungkin pikirannya takkan travel ke mana-mana seperti ini. Tapi apa yang sedang mereka bicarakan adalah Luca, si anak dengan cara berpikir yang sedikit unik. Mau tidak mau, Judith menjadi was-was karenanya.
“Oh ya, kalau dipikir-pikir, kemarin Luca tidak tahu caranya berpakaian karena normalnya di dunia game, karakter cukup berganti pakaian dengan menekan tombol pada papan sistem pada pilihan pakaian sesuai yang ingin dikenakan oleh karakter.”
“Begitu pula, jika mendapatkan pakaian baru, karakter cukup memegangnya saja sembari berpikir ingin menyimpannya di sistem, maka secara otomatis, pakaian tersebut akan tersimpan di sistem dan akan muncul dengan sendirinya di bagian pilihan menu.”
“Di dunia game, karakter juga tidak perlu mencuci pakaiannya karena ketika pakaian disimpan ke dalam sistem, maka noda di pakaian akan otomatis hilang dengan sendirinya.”
“Selama di game, aku sama sekali tak tahu bagaimana caranya NPC buang air besar atau kecil. Aku sering melihat mereka makan, tapi tidak untuk kegiatan yang satu itu. Hmmm, tapi tidak mungkin Luca sebodoh itu seperti yang kupikirkan kan?”
Karena khawatir, Judith pun meminta izin kepada suaminya untuk melihat keadaan Luca di atas. Pak Rowin pun mengizinkan istrinya itu, lalu Judith pun bergegas ke atas.
Sesampainya di kamar Luca, Judith menyaksikan Luca yang mengerang kesakitan sembari memegangi perutnya.
“Nak Luca, kamu baik-baik saja kan, Nak?”
“Ah, Tante, aku baik-baik saja. Perutku hanya sedikit sakit. Hehehehehe.”
Judith lantas menatap serius ke arah Luca. Dia pun mendekatkan bibirnya ke telinga Luca seraya membisikkan sesuatu.
Seketika pipi Luca memerah, lalu Judith pun mengantar Luca ke toilet. Akhirnya, Luca pun keluar dari toilet dengan ekspresi bagaikan seseorang yang merasakan kelegaan luar biasa serasa baru saja terlahir kembali.
“Ya ampun anak ini. Aku harus lebih mengawasinya baik-baik.” Gumam Judith sembari memegangi jidatnya.
Karena sakit perut Luca sudah sembuh, akhirnya mereka berempat pun dapat berkumpul bersama untuk sarapan.
Di saat itulah Pak Rowin berucap,
“Nina, bagaimana kalau mengajak Luca jalan-jalan hari ini? Kamu tidak ikut ekskul mana pun kan di sekolahmu sehingga harusnya kamu senggang seharian di hari sabtu ini.”
“Tapi Yah, pagi ini Nina ingin menyaksikan pertandingan e-sport di warnet Zion.”
“Kamu kan bisa mengajak Luca bersamamu. Sekalian Ayah berikan uang saku ini agar kamu bisa mengajak Luca jalan-jalan di mall sekaligus membelikannya beberapa pakaian yang bagus. Sisanya, dapat kamu gunakan untuk membeli make-up atau pakaian yang kamu sukai. Bagaimana?”
“Ayah memang yang terbaik. Hahahahahaha. Serahkan urusan Luca padaku.” Ujar Nina sembari menerima uang saku dari ayahnya itu yang tampaknya cukup banyak.
Nina mengambil uang itu dengan ceria tanpa sedikit pun menyadari bahwa dia baru saja menyetujui kesepakatan kejam di mana dirinya harus merawat anak dengan otak yang konslet itu seharian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 243 Episodes
Comments
Semau Gue
..oooO..............
...(....).....Oooo...
....\..(.......(...)....
.....\_).......)../.....
...............(_/......
2023-04-06
1
budi setia(satu)
Jutaan orang bahkan tidak menyadari bahwa mereka dapat menghasilakan 1000 rupiah sehari tanpa meninggalkan rumah dan anda adalah salah satunya.
2022-09-22
0
DNK • SLOTH SINN
next thor
2022-09-06
1