Chapter 4: Hello. Everybody!.
Malam ini tidak ada udara yang menyeretnya untuk tetap tinggal. Dia ingin putus asa, namun dia sudah muak dengan hari hari yang ia harus jalani setiap hari bertahun tahun tak ada perubahan.
Menjadi anak yang terlahir dari keluarga kaya dan terpandang tak menjadi jaminan bahwa hidupnya berjalan penuh sejahtera dan bahagia seperti apa yang ia perlihatkan. Kesedihan dan kesulitan yang sudah tak tertanggungkan selalu menjadi kenyataan dan tak pernah ingin menjadi mimpi meski jika itu adalah sebuah mimpi.
Dia pulang terlambat lagi dan dia dimarahi atau tidak dia tak peduli dia hanya berpikir hari ini dia tetap pulang kerumah tanpa membuat masalah lagi.
"Kenapa kau tak bawa uang, hanya sekolah saja?"
Pertanyaan familiar yang sudah menjadi menu makan baik itu pagi siang ataupun malam. Dia sudah kenyang dengan kalimat kalimat sejenis itu.
Rumah mewah yang mereka miliki bak kapal pecah Jun hanya melirik sudah lelah dengan segala aktivitas permasalahan yang ia miliki.
Dia baru saja makan tadi sore sejak tadi pagi baru bisa makan tadi dari uang sisa menang tawuran minggu lalu.
Jun mengambil barang barang miliknya lalu memasukkan ke dalam tas ranselnya setelah berganti pakaian seragamnya.
"Aku mendapatkan pekerjaan, aku akan jarang pulang kerumah" kata Jun meminta izin kepada kedua orangtuanya.
Mereka tidak merespon apapun mendengar kata kata dari Jun.
Jun pergi dengan pakaian seadanya pergi dari rumah setelah meminta izin untuk bekerja.
Sepatu yang baru ia beli dari setelah selesai dari sebuah pekerjaan yang ia kerjakan ia pakai.
Jun berjalan di pinggir jalan bersama pengguna jalan yang lain disana. Ia juga melihat sisa uang yang ia miliki membuat remaja ini ingin berteriak.
"Kenapa kau masih terus menjagaku, kenapa Tuhan?" tanya Jun berteriak sendiri diantara banyak orang tanpa peduli dengan reaksi orang orang terhadapnya.
"Aku harap kamu tidak pergi jauh" kata Jun berharap kepada seseorang.
Red bersama Jun telah terbiasa mencari pekerjaan bersama setelah sepulang sekolah dan menerima kenyataan bahwa mereka mendapatkan pekerjaan di tempat yang berbeda namun kisah yang telah mereka lalui berjalan tanpa pertengkaran yang serius. Mereka tergolong teman satu kelas yang tak pernah terdengar selalu berselisih dan bertengkar dengan usia mereka yang masih tergolong sangat muda.
Jun melihat bus yang ia tunggu sudah datang sesuai trayek wilayah yang akan ia datangi.
Pintu bus terbuka secara otomatis dan Jun masuk ke dalam bus. Ia melihat lampu lampu bus tiba tiba mati saat ia mulai masuk ke dalam bus.
"Ini nyala juga" kata Jun dalam hati ketika lampu lampu bus menyala kembali.
"Dia cantik sekali dengan gaun itu" kata Jun melihat gadis yang duduk di kursi bus dan menatap wajahnya datar namun berbinar binar.
Jun duduk di salah satu kursi yang ia anggap kosong dan nyaman untuk dia beristirahat di dalam bus.
"Kenapa gadis itu terus melihat ku?" tanya Jun dengan apa yang dilakukan oleh Bling dengan tatapan yang ia perbuat pada Jun.
"Gaun yang ia pakai seperti milik Red. Mungkin satu merek jadi sama itu lumrah kan" kata Jun dalam hati.
Jun bersandar di kursi bus dan berkata, "Aku anggap ini bukan malam tapi siang hari".
Jun mendapatkan pekerjaan untuk mengurus rumah milik seseorang di kotanya. Remaja laki laki tersebut masuk kedalam rumah klasik tempat ia bekerja.
Jun tak berapa lama mendapat panggilan telepon masuk dari Ibunya.
Setelah ibunya selesai bicara ia mengambil sebuah buku kecil bersampul coklat seperti kulit. Dia sedang membuat beberapa rencana.
Notifikasi pesan muncul berurutan di layar ponsel miliknya.
Mengetuk layar ponsel dengan jari manis, beberapa pesan dari kedua sahabatnya.
"Mereka akan kemari?" Kata Jun.
Bel rumah berbunyi setelah ia membaca pesan di ponsel. Kemudian, Ben menelepon Jun.
Jun mengangkat panggilan darinya segera.
"Kalian sudah sampai dimana?" tanya Jun.
"Di depan rumah, keluarlah?" Kata Ben.
"Oke, tunggu!" Kata Jun memerintah.
Ketiga remaja itu masuk kedalam rumah melewati beberapa foto yang terpajang di dinding ruang tamu.
"Kau bilang rumah ini milik seseorang?" tanya Good.
"Aku berbohong pada kalian" jawab Jun.
"Ternyata ini rumah polisi yang pernah menilang kita waktu itu kan?" Tanya Ben.
"Kenapa kalian tidak jadi bekerja disini?" Tanya Jun.
"Aku mau bekerja disini, kamu Ben?" tanya Good.
"Mau gimana lagi, kita sedang butuh uang" jawab Ben.
"Jangan bercanda. Kalian semua hanya ikut ikutan saja dengan ku" kata Jun.
Ben menaruh tas merahnya di kamar asisten rumah tangga di tempat mereka berbagi kamar.
"Kalian yakin dengan ini?" tanya Jun.
"Justru kami yang seharusnya bertanya, ini benarkan Jun yang kita kenal?" Tanya Ben.
"Kau tidak tahu saja, dia itu terlalu merendah orangnya" kata Good.
Good membuka kantong plastik hitam yang berisi beraneka makanan rumah kering dan basah buatan ibunya.
"Good, ini dari ibu mu lagi?" tanya Jun.
"Iya. Kalau tidak ku bawa dia akan marah padaku" kata Good.
"Kukira semua itu baju alternatif mu" kata Ben.
"Kalian bisa berbagi lemari plastik disana denganku" kata Jun menunjuk ke arah lemari kepada mereka berdua.
Ben dan Good berebut tempat untuk baju baju mereka.
"Mereka sudah dewasa rupanya" kata Jun merespon dalam hati berbicara.
"Aku akan mengambil foto kalian dan mengirimkannya ke bos kita? Tanya Jun.
Jun mengambil foto bertiga bersama lalu dikirimkan ke pemilik rumah.
Ben sudah tak dibilang ngantuk lagi dia sudah terlelap disana.
"Kau sedang?" tanya Good melihat Jun yang kembali sibuk dengan rencana di bukunya itu.
"Itu terlihat seperti kamu sedang menghitung pengeluaran mu" kata Good menebak.
Beberapa daftar pengeluaran yang dimiliki dihitung oleh Jun dibaca oleh Good.
"Aku juga akan mengikuti tindakan mu ini" kata Good lalu memberikan buku milik Jun kembali.
Dia berbaring diatas lantai mendengar aktivitas malam ini di dalam kamarnya beralas karpet tipis bermotif kotak kotak dengan garis merah di background dasar putih.
"Bisakah aku tak mendengar mereka?" Kata wanita yang baru saja pulang ke rumah di perumahan umum dekat bukit di pinggir kota.
"Aku sangat takut dengan mereka, aku sedang mencoba terbiasa dengan mereka" kata wanita itu.
Pertemuan dengan Bling juga melintas begitu saja di pikirannya.
Wanita itu melihat sepasang kaki tak memakai alas kaki pucat di atas lantai rumahnya di depan ia menjadi diam kakinya penuh luka kulit jemari jemari kaki yang terkelupas berdarah yang ia lihat.
"Kali ini siapa lagi yang mengikuti ku?" tanya wanita ini.
Lagi, dia tak berani menatap wajah arwah wanita yang datang padanya.
Hantu yang mengikutinya tak bicara sama sekali dalam cukup lama tak mau segera pergi. Sedangkan berbeda dengan wanita yang tidak jauh dari kaki Sii Hantu. Menahan ketakutan, seluruh raganya menolak untuk lari dari sana.
Musim semi kali ini dia belum memiliki pekerjaan untuk sementara waktu.
Seorang hantu penghuni perusahaan tempat ia bekerja sebelumnya terus mengganggu iseng kepada wanita itu hingga ia menjadi kurang fokus dan akhirnya membuat kesalahan lalu mengalami pemutusan hubungan kerja.
"Setidaknya aku lepas dari hantu itu, mungkin disana bukan tempat pilihan Tuhan untuk ku mencari uang" kata Wanita ini.
Wanita ini berusaha mengalihkan perhatian dengan banyak logika yang ia pikiran disaat saat seperti ini. Dia tak ingin terfokuskan dengan hantu yang belum pergi dari hadapannya sekarang.
Disana tidak ada alasan yang tak mungkin tak ada untuk hantu yang ada di depan wanita itu. Bagaimana sesuatu harus dijelaskan, Hantu ini tak mau bicara kepada Wanita itu. Wanita ini dibuatnya bingung, Hantu itu masih menangis menjatuhkan air mata di bawah lantai mengenai kedua kakinya dan wanita itu melihat ini dengan jelas.
"Kau tak ingin berkata apapun?" tanya wanita itu.
Wanita itu menghela nafas, lalu bertanya lagi pada Si Hantu "Bicaralah, jika tidak pergi dari rumah ku?".
Dia tak menghiraukan pertanyaan yang diajukan oleh wanita di depannya. Dalam momen ini wanita ini menghitung awal lagi detik dari jarum jam tangan yang masih ia pakai. Tepat tiga puluh tiga detik hantu di depannya telah pergi sesuai yang diharapkan.
"Untukku yang lupa tentang usiaku, salam dua puluh delapan tahun" kata Wanita ini.
Single belum punya pasangan dengan terus berpikir semua yang ia anggap adalah revolusioner pada diri sebuah usaha untuk diri sendiri bukan untuk orang lain membuat hatinya lebih tenang meski ia tahu ia harus mencari pekerjaan baru lagi dan itu tidak mudah dengan para pesaing muda fresh graduate yang lebih manis dan kualitas skills yang sudah tak ditanyakan lagi.
"Selamat ulang tahun Flow!" Kata wanita ini.
Pukul tengah malam tepat usianya kini menjadi dua puluh delapan tahun. Dia tertawa sendiri dia merasakan kebahagiaan dalam hidup yang ia jalani.
"Untuk mu, hadapi semua ini dan ambil segala manfaat karena tak ada didunia ini yang terlahir sia-sia" kata Flow.
Red tersadar bahwa dia sedang tidak baik baik saja terbangun namun ia tak bisa berkuasa dengan raganya sendiri. Dia tak bisa berbicara ataupun berteriak dia tak tahu apa yang sedang ia alami. Rumah yang ditinggali sekarang juga tak berubah sama sekali dan ia tertidur dengan mudah. Red seakan akan harus menurut dengan ini, dia merasa tersiksa dengan perintah yang tidak dapat ia terima raganya terkendali oleh arwah Bling yang masih tertidur di tubuh Red.
Bling nampak tertidur lelap dengan selimut abu abu.
Angin masuk di sela sela ventilasi udara dekat dengan jendela meniup tirai tirai putih kamar di sebelah Bling saat ini tidur di malam dalam lampu termode redup hanya lampu kecil yang ada di meja dekat ranjang yang menyala.
"Selamat untukmu, mimpimu akhirnya bisa tercapai" kata salah seorang hantu yang melihatnya dari luar jendela apartemen Red.
Dia adalah teman Bling yang berambut merah yang juga tinggal di pemakaman keramat tempat tinggal Bling sebenarnya.
Hantu itu mengunjunginya tak begitu lama dan langsung pergi setelah memastikan temannya dalam kondisi baik.
Mendatangi waktu pagi langit sudah tercium bau cerah matahari sudah menyapa dia dengan ceria.
Sepatu hitam dan seragam sekolah menengah atas dia dan tas hitam kotak semi kulit rambutnya hitam agak brown panjang lurus dengan poni depan lembut. Dia mulai bersekolah.
Seakan cahaya lampu lampu matahari mendampingi setiap langkah gadis hantu ini dengan penuh rasa gembira.
"Maafkan aku Red, aku telah meminjam ragamu" kata Bling dalam hati.
Dia dan cahaya remaja datang sebagai siswi baru yang cantik.
"Apakah aku cantik, tidak mungkin. Aku hanya seorang hantu yang sedang bersembunyi" kata Bling dalam hati.
Siswa dan siswi disana memandang terpaku melihat kedatangan Bling.
Dia belum sampai di kelas.
"Bawa ini!" Kata seorang siswa laki-laki salah satu siswa disana.
Bling benar benar baru melihat remaja laki laki yang ia anggap sebagai pria tampan seumur hidupnya.
"Sedang apa, ayo ikut dengan ku?" Kata remaja laki laki itu.
Bling tersadar dari rasa kagumnya.
"Iya" jawab Bling tanpa menolak.
Gadis hantu ini berjalan beriringan dengan remaja laki laki yang ada di sebelahnya itu dan terus memandang dengan senyum polos.
"Kau dungu. Biar dia bawa sendiri" kata Jun mengambil tas milik teman satu kelasnya itu.
Tas milik teman Jun dikembalikan lagi oleh Jun dengan tanpa jeda waktu yang lama.
"Dia gadis ku" kata teman Jun itu.
"Siapa bilang?" tanya Ben pada temannya itu.
"Ini untuk mu" kata Good memberikan satu lunch box kepada Bling.
Diam tak ada yang bicara sama sekali dalam situasi ini saling melihat satu sama lain.
"Ayo kita ke kelas, sebentar lagi bel masuk!" kata Jun merangkul teman tampannya itu.
Teman tampan Jun terbawa cepat dalam obrolan antar remaja laki laki.
Ben dan Good sekarang berada diantara Bling dan Ben dengan satu kotak makan berisi makanan.
"Bukankah kita tak boleh menerima makanan atau minuman dari orang yang baru kita kenal" kata Good.
"Itu buatan Ibunya Good dan rasanya sangat lezat. Makanlah" kata Ben menunjukkan benda yang sama seperti yang ia terima.
"Kita takkan berpura-pura tak kenal" kata Good.
Dia memberikan senyum manis yang tak pernah ia tunjukkan kepada gadis lain.
Mereka berdua berjalan menarik cepat kedua lengan Bling masuk kedalam kelas.
Good adalah salah satu informan di sekolah dia dengan cepat tahu siapa yang akan menjadi murid baru di sekolahnya ini salah satu contohnya.
Mereka berdua tahu wali kelas mereka datang selalu lebih pagi setiap hari selasa. Kegiatan wajib rutin seminggu sekali wali kelas memberi bimbingan konseling.
"Cepat kalian masuk!" Perintah wali kelas mereka. Pak Gerry.
Kotak makan yang ia terima dari Good sudah dimasukkan kedalam tas tadi.
"Bling, cepat masuk kedalam kelas. Perkenalkan namamu!" Kata Pak Gerry.
Semua siswa disana memperhatikan Bling yang menjadikan itu hal lumrah bagi seorang siswi baru.
"Kenapa aku sangat gugup?" Kata Bling dalam hati.
Baru beberapa detik dia di depan sana.
"Hello. Everybody … " kata Bling mulai memperkenalkan diri.
Seisi kelas menunggu kalimat lain yang akan gadis ini katakan di depan kelas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments