Semalaman Arhan tidak tidur menjaga baby nya. Arhan sangat menikmati status barunya sebagai seorang ayah. Saat sang baby menangis, dia dengan sigap menenangkannya.
Meskipun matanya sangat lelah, dia berusaha menahannya. Dia tidak mau membangunkan Aina yang tengah tidur dengan lelap.
Setelah membuatkan susu untuk jagoannya, Arhan duduk di sofa. Dia tersenyum menatap sang buah hati yang tengah menghisap dot susunya dengan lahap.
"Sayangnya Papa pintar sekali. Nanti kalau susunya sudah habis, kamu tidur lagi ya!"
"Jagoan Papa tidak boleh menangis, kasihan Mama. Mama harus istirahat!" ucap Arhan, dia memangku baby nya, sebelah tangannya memegang dot susu.
Tanpa Arhan sadari, ternyata Aina sudah bersandar pada tampuk ranjang. Aina tersenyum, dia tidak menyangka Arhan bisa segitunya menyayangi buah hati mereka.
"Kenapa tidak membangunkan aku?" gumam Aina, matanya melirik ke arah jam yang sudah menunjukkan pukul 4 subuh.
Arhan terkejut mendengar suara Aina yang sangat jelas di telinganya. Dia menoleh dan tersenyum memandangi ibu dari putranya itu.
"Kenapa cepat sekali bangunnya? Tidur saja dulu! Aku bisa menjaga putra kita." ucap Arhan.
"Sini, berikan padaku! Aku tau kamu lelah." ucap Aina.
"Tidak apa-apa, aku tidak lelah." jawab Arhan dengan mata sayu nya.
"Jangan bohong, aku bisa melihatnya. Ayo kemari lah!" paksa Aina.
Arhan tak bisa mengelak lagi, dia sebenarnya memang sudah lelah. Dia bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri Aina.
Kini baby mungil itu sudah ada di tangan Aina. Aina kemudian melanjutkan tugas Arhan memberi susu pada putranya.
"Tidurlah dulu! Kamu bisa sakit jika begadang seperti ini." ucap Aina.
"Baiklah, tapi aku ingin tidur di sini saja. Boleh kan?" pinta Arhan sembari naik dan duduk di samping Aina.
"Jangan, tidurmu tidak akan nyenyak jika di sini. Sebaiknya di ranjang sebelah saja!" ucap Aina.
"Tidak apa-apa,"
Arhan menguap lebar, matanya benar-benar mengantuk. Dia merebahkan tubuhnya di samping Aina dan mulai memejamkan matanya.
Dia tidak peduli dengan ucapan Aina, Arhan ingin berada di sisi Aina apapun yang terjadi.
……………
Pukul 8 pagi, Arhan terbangun dari tidurnya. Dia tersenyum melihat sang baby dan Aina yang masih terlelap di sampingnya.
Arhan mencium pipi merah putranya, kemudian menggerakkan tubuhnya dan bersandar pada tampuk ranjang.
Dia benar-benar bahagia melihat keduanya. Rasanya seperti memiliki keluarga yang utuh bersama orang-orang tersayangnya.
Arhan mengusap pucuk kepala Aina lembut, hal itu membuat Aina tersentak dan membuka matanya perlahan. Tatapan keduanya bertemu untuk sesaat.
"Pagi," sapa Arhan sembari tersenyum sumringah.
"Pagi juga, kenapa sudah bangun?" tanya Aina.
Arhan tak menyahut, dia bergeser dari duduknya dan melabuhkan sebuah kecupan di bibir Aina. Hal itu membuat Aina terkejut dengan mata membulat lebar.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Aina gugup.
"Tidak ada, aku hanya ingin mencium ibu dari putraku. Apa aku salah?"
"Tentu saja salah. Jangan mencuri kesempatan dariku, aku tidak suka dengan caramu. Ingat, diantara kita tidak ada hubungan apa-apa!" ketus Aina.
"Seeeeer...,"
Bak disambar petir di siang bolong, darah Arhan menggelegak mendengar itu. Dia sedih dan kecewa atas ucapan Aina yang melukai sekerat raganya.
Arhan bangkit dari duduknya dan masuk ke dalam kamar mandi. Dia tidak sanggup menahan kesedihan di hatinya.
"Aina, kenapa sulit sekali meluluhkan hatimu? Aku tau aku salah, aku ingin memperbaiki semuanya."
Arhan berdiri di depan cermin, hatinya hancur mengingat perkataan Aina.
Setelah mencuci wajahnya, Arhan keluar dan duduk di sofa. Tatapannya sangat tajam dengan mata merah padam. Aina bahkan tak menatapnya sama sekali.
Tidak lama, dokter datang bersama seorang suster. Dokter itu memeriksa keadaan Aina, sementara suster memandikan baby tampan mereka. Arhan memilih meninggalkan ruangan dan duduk di kursi tunggu.
"Bagaimana keadaan Aina Dok?" tanya Arhan saat dokter keluar dari ruangan.
"Sangat baik, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Siang ini Ibu Aina dan baby nya sudah bisa dibawa pulang." jawab Dokter itu.
"Syukurlah kalau begitu, terima kasih banyak Dok." ucap Arhan.
Arhan menghela nafas lega, kemudian duduk menatap punggung dokter yang semakin jauh dari pandangannya.
Tidak berselang lama, ponsel Arhan berdering di dalam saku celananya.
"Ya, ada apa?" jawab Arhan saat sambungan teleponnya terhubung.
"Semua sudah siap sesuai permintaan Tuan, apa ada yang diperlukan lagi?" ucap Hendru dari balik sana.
"Tidak, nanti siang standby saja di rumah sakit. Aina sudah boleh pulang." perintah Arhan.
"Ok, baiklah." jawab Hendru.
Setelah mematikan sambungan telepon itu, Arhan kembali masuk ke dalam ruangan dan duduk di sisi ranjang.
Melihat sang buah hati yang tengah terlelap di pangkuan Aina, hati Arhan terenyuh dengan mata berkaca-kaca.
Arhan bergeser dari duduknya dan melingkarkan sebelah tangannya di pinggang Aina. Dia menempelkan wajahnya di pundak Aina dan menyentuh wajah sang baby penuh cinta.
"Maafkan Papa sayang, Papa sudah melakukan kesalahan pada Mama. Papa menyayangi kalian berdua, Papa ingin kalian tetap di sisi Papa." ucap Arhan lirih.
Aina menekuk wajahnya, ucapan Arhan membuatnya terenyuh. Dia tidak sanggup menahan dirinya, cairan bening itu tumpah membasahi pipinya.
"Tuan, maafkan aku. Aku...,"
"Sssttt, kenapa memanggilku seperti itu? Aku bukan Tuan mu, aku Ayah dari putramu." ucap Arhan.
"Tapi Tuan...,"
"Cukup Aina, jangan membuatku semakin merasa bersalah! Panggil namaku saja!" pinta Arhan, kemudian mempererat pelukannya.
"Aku tidak terbiasa, lagian kamu lebih tua dariku. Mana mungkin aku memanggil namamu, itu tidak sopan." jawab Aina.
"Kalau begitu panggil sayang saja!" pinta Arhan sembari tersenyum dan mengecup tengkuk Aina lembut.
Aina melotot kan matanya, dia geram mendengar itu. Apalagi sentuhan bibir Arhan membuatnya gelisah dan gugup.
"Jangan seperti ini, ini tidak pantas!" gumam Aina, suaranya terdengar berat.
"Kenapa tidak pantas? Apa ada orang lain yang lebih pantas dariku?" tanya Arhan, dia menenggelamkan wajahnya di tengkuk Aina. Membuat jantung Aina berdegup kencang tak tentu arah.
"Tidak, bukan seperti itu. Ingat posisi kita, aku dan kamu...,"
"Cukup Aina, jangan membahas itu lagi!"
"Aku dan kamu memang tidak ada hubungan apa-apa. Tapi diantara kita sudah ada jagoan tampan ini. Apa kamu tega membiarkan dia kehilangan kasih sayang salah satu dari kita?"
Arhan melepaskan pelukannya, kemudian mengambil putranya dari tangan Aina dan mendekapnya erat. Mata Arhan berkaca-kaca memandangi baby mungil yang tengah tertidur itu.
"Lihat wajah putra kita! Apa kamu sanggup membiarkan dia besar tanpa kasih sayang yang utuh dari kedua orang tuanya?"
"Kita memang bersalah, tapi dia tidak berdosa. Dia tidak seharusnya menanggung semua ini!"
"Buka hatimu Aina, aku janji tidak akan membuatmu menderita lagi. Beri aku kesempatan untuk menebus semua dosaku yang lalu!"
Arhan menitikkan air matanya, dia benar-benar menyesal atas perbuatannya di masa lalu.
Dia tidak ingin putranya menderita karena kesalahan mereka. Baby itu pantas bahagia dan mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
Kak Yuniah
kebanyakan kata mata berkaca-kaca terus di ulangi dan di ulangi hihi
2024-10-04
0
Memyr 67
𝘀𝗲𝗽𝗲𝗿𝘁𝗶𝗻𝘆𝗮 𝘀𝗮𝗺𝗽𝗮𝗶 𝗱𝗶 𝘀𝗶𝗻𝗶 𝘀𝗮𝘆𝗮 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗶𝗸𝘂𝘁𝗶 𝗸𝗮𝗿𝘆𝗮 𝗼𝘁𝗵𝗼𝗿. 𝗮𝗶𝗻𝗮 𝘁𝗲𝗿𝗹𝗮𝗹𝘂 𝗸𝗲𝗿𝗮𝘀 𝗸𝗲𝗽𝗮𝗹𝗮. 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗺𝗲𝗺𝗶𝗹𝗶𝗸𝗶 𝗸𝗲𝗯𝗮𝗶𝗸𝗮𝗻 𝗵𝗮𝘁𝗶 𝘀𝗲𝗱𝗶𝗸𝗶𝘁𝗽𝘂𝗻 𝗽𝗮𝗱𝗮 𝗮𝘆𝗮𝗵 𝗮𝗻𝗮𝗸𝗯𝘆𝗮. 𝘁𝗲𝗿𝗶𝗺𝗮 𝗸𝗮𝘀𝗶𝗵 𝗱𝗮𝗻 𝗯𝗮𝗯𝗮𝘆.
2024-09-29
0
sherly
woii arhan lemot nih, mau nyium2 aja lu.. sah kan dulu si Aina baru lu nyosor.. dasar nih duda
2024-09-22
0