Anak-anak mulai mendekat ke arah Mas Raka, mereka terlihat heran dengan wanita yang terus begelayut manja pada tangan Mas Raka.
"Siapa tante-tante ini, pah?" tanya Farhan menatap ketidak sukaanya pada wanita di samping Mas Raka.
"Ini ibu ke dua kamu!" jawab Mas Raka, tanpa memikirkan perasaan ketiga anak anaknya, dengan gampangnya Mas Raka berbicara seperti itu.
Farhan tertohok kaget mendengar ucapan ayahnya.
Mereka tertawa bersamaan, "ibu baru kok sudah tante-tante. Masih cantikan dan segar ibu lah," ucapan Radit membuat mata wanita itu membulat, menatap kearah mereka, anak-anakku tidak ada rasa takut sedikit pun. Saat wanita menatap tajam kearah Farhan dan Radit.
" Do not be like that, bagaimanapun tante ini lebih seksi dari ibu kalian." perkataan Mas Raka membuat darah kuseketika naik.
Begitu nikmat sekali dia berkata sedemikian.
Awas saja Mas, aku bisa lebih dari wanita yang ada disampingmu.
Tertawa anak-anak semakin nyaring terdengar. Mereka begitu santai membalas pembicaraan ayahnya.
"Sejak kapan papah bisa berbahasa inggis, makan sama teri juga," sindir Radit.
Di situasi mencengkram seperti ini, mereka masih bisa membuat sebuah perkataan lucu.
"Sudah kalian ke luar main saja sana," bentak ibu mertua, membuat Radit dan Farhan terdiam.
"Kamu Ana, buatin minuman untuk istri baru Raka," perintah Ibu kepadaku.
Enak benar, nenek-nenek tua itu nyuruh. Seakan aku babu di rumah ini. Hatiku masih sakit dengan perlakuan Mas Raka. Apalagi ibu, yang mendukung Mas Raka.
Saat tengah mengaduk teh, ada rasa jail di hati untuk mengerjai wanita itu. Maka dari itu kutaburi serbuk yang akan membuat tante tante girang itu sakit perut.
Tak sadar, ibu ternyata datang menemuiku.
"Kamu jangan macam-macam Ana, kamu tidak bisa makan kalau Raka tidak menikah lagi. Dia kan janda kaya," ucap sinis mertuaku.
Aku mengerutkan dahi, masi tak percaya dengan apa yang ibu bilang padaku.
"Jadi maksud ibu?" bertanya dengan sedikit mencerna setiap tutur kata yang dilayangkan ibu kepadaku.
"Ahk, nanti kamu akan mengerti," cetus ibu.
Berarti Mas Raka menikahi wanita itu karna kaya raya, dan numpang hidup di wanita itu.
Benar-benar tidak punya hati, dan aku bingung dengan wanitanya. Bodoh banget dia mau sama suamiku yang kere.
Entahlah, mungkin dia kesem-sem karna ketampanan Mas Raka.
Setelah ku aduk-aduk minuman itu, dan memberikan pada wanita yang ada disamping Mas Raka.
Wanita itu malah menumpahkan teh buatanku, dan mengenai tanganku. Hingga melepuh.
Kurang ajar wanita itu, baru datang sudah bikin gara-gara.
"Makanya hati-hati, untung gak kena sama istriku," gerutu Mas Raka, sifatnya yang lembut berubah drastis, semenjak mengenal wanita alot itu.
Mas Raka, perkataanmu sungguh membuat hatiku sakit.
Apa dia tak pernah membayangkan bagaimana aku bertahan, dengan dirinya dikala susah. Di kala hujatan tetangga membuat telingaku sakit.
Aku seakan tidak di hargai di rumah ini, mereka seakan menatapku seperti sampah.
"Sudah biar ibu saja yang bikin minuman," ibu mengambil gelas yang sudah kosong dan membawanya ke dapur.
Sedangkan aku masih duduk, menatap ke arah wanita tua yang duduk manis disamping suamiku.
Di tersenyum tipis, seraya berkata." Looks like someone is jealous here."
"No need to care about him anymore," balas suamiku. Mentertawakan aku yang menatap ke romantisan mereka.
Walau aku tak mengerti bahasa inggis, tapi hati ini merasa mereka me_cemooh.
Aku berdiri dan berani berucap," mas, ceraikan aku sekarang juga?"
Deg ....
Dengan berani dan lantangnya aku berkata sedemikian, Mas Raka berdiri, menatap tajam ke arahku.
Brakkkk ....
Ibu yang baru saja mengambil air minum untuk Ajeng, menumpahkan air minum itu seketika, pecahan beling berserakan di mana mana.
"Aku tidak akan menceraikan kamu, Ana. Ingat itu," hardik Mas Raka.
"Untuk apa aku bertahan dengan rumah tangga ini, jika kamu menggores luka yang kamu buat untukku," balasku. Air mata tumpah begitu saja.
Mas Raka mengusap kasar wajahnya, sedangkan Ajeng tak ada ekpresi sama sekali, begitu datar.
"Kenapa? Apa aku salah, membuat pernyataan ini. Kalau aku ingin bercerai dengan suami yang bisanya menyakiti hati istri." Hardikku menunjuk dada bidang Mas Raka.
"Diam," Teriak ibu, membuat beberapa orang tidak mampu melawan, begitu pun denganku.
"Ana, sebaiknya kamu jaga omonganmu, itu," timpal ibu. Kepadaku.
Mulutku hampir saja melawan, akan tetapi aku menyadari kedatangan ke dua anak anakku yang membulatkan kedua mata, terlihat meraka ingin menangis melihat tangisan yang tak terbendung lagi ke luar dari kedua mataku.
"Raka, kamu bawa istri keduamu untuk beristirahat, biarkan Ana ibu urus," ucap sang ibu mertua yang sok bijak.
Harusnya Mas Raka menenangkanku, bukan malah menuruti apa perkataan ibu.
Cihh, ke sabaranku sudah habis sekarang.
wanita tua yang menjadi ibu mertuaku mendekat, merangkul bahu dan berkata." tenangkan dirimu, jangan ambil hal yang akan membuat ketiga anak anakmu hancur."
Apa aku tidak salah mendengar ucapan ibu seperti itu, aku harus berusaha menenangkan diri sendiri.
"Mamah."
Radit dan Farhan mendekat, mereka menangis dan berkata," mamah kenapa? kenapa mamah menangis, kenapa papah malah membela tante tante jelek itu!"
Aku melepaskan rangkulan ibu mertua, membungkukan badan agar sejajar dengan kedua anak anakku, kupeluk mereka berdua." Mamah tidak kenapa kenapa! Mamah berusaha bersahabat dengan keadaan."
Ingin sekali aku berkata jujur kepada mereka, tapi mulutku tak kuasa, menyakiti hati kedua anak anakku yang mungkin belum siap menerima perpisahan kedua orang tua.
Aku takut merusak sistem otak mereka dan perasaan hati anak anakku, dengan masalah yang tengah aku hadapi dalam ujian rumah tangga.
Ibu menatap kami yang berpelukan, dan berkata," pikirkan lagi, Ana. Apa kamu tidak mau mengorbankan kebahagianmu untuk anak anak. Kalau kamu bercerai bagaimana dengan nasib ke tiga anak anakmu yang tak akan mempunyai se orang ayah."
Aku menghelap nafas secara perlahan, mengeluarkan terasa sesak.
wanita tua yang menjadi ibu mertuaku kini berlalu pergi.
Pelukan kedua anak anakku kini terlepas. Farhan mengusap perlahan air mata yang terus mengalir, membuat aku terharu dengan apa yang dilakukan anak pertamaku.
"Mamah, Farhan janji ketika besar nanti akan menjaga mamah segenap jiwa raga mamah. Farhan akan melindungi mamah dari rasa sakit yang kini mamah rasakan."
Apa yang harus aku lakukan, ketika ketenangan jiwa di buat oleh anakku sendiri, "Farhan, mamah sayang Farah."
"Farhan juga."
"Ya, Radit enggak di peluk."
Tangisan itu seketika menjadi tawa, diKala Radit memperlihatkan wajah menggemaskannya.
"Sini Radit."
Kami berpelukan kembali.
Anak anakku, kalian penguat mamah, kalian yang mampu membuat mamah kuat, terima kasih ya Allah telah engkau anugrahkan anak sholeh dan baik untukku.
*********
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 296 Episodes
Comments
Tri Widayanti
Pergi jauh An kalau dah gak kuat
2022-08-05
0