Sesaat setelah Radit menarik tanganku untuk masuk ke dalam rumah. Saat itu juga, pintu rumah terbuka lebar dengan penampakan ibu mertua yang mengenaskan.
Kedua mataku membulat, menyaksikan kesakitan yang ibu mertuaku rasakan.
Bibir bengkak , pipi dan kepala ikut membengkak, tak kubayangkan bertapa sakitnya ibu menahan semua yang ia rasakan pada wajahnya.
Tak tega rasanya melihat ibu dalam balutan kesakitan, saat itu juga aku langsung menghampiri ibu.
"Ibu kenapa?" tanyaku dengan sedikit cemas. Melihat area wajah yang hampir semua mengenaskan.
"Sial, kenapa ada sarang lebah jatuh." gerutu ibu membuat aku terhentak kaget. Karna memang anak anakku dari tadi tengah bermain di bawah pohon buah yang aku tak tahu, jika di atasnya ada sarang lebah.
Apa mungkin Farhan yang melakukan semua ini?
Aku menatap ke arah Radit yang berdiri di belakangku, membuat Radit langsung menunjuk tanganya menempelkan di bibir.
Tenyata benar dugaanku, anak-anakku biangnya, pantes saja ibu seperti itu? Wajahnya seperti tak berbentuk lagi.
Ibu yang tak kuat menahan rasa sakit, langsung berlalu pergi mengabaikan aku yang mencemaskannya. Padahal aku ingin mengobati rasa sakit pada wajah ibu.
"Radit, kamu cepat panggil kakakmu ke sini?"
Radit menundukkan matanya, mengerti dengan kemarahan mamahnya ini." Iya mah!"
@@@@
Setelah memanggil Farhan untuk menghampiriku, saat itu juga Farhan dan Radit datang. Mereka seperti tak menyesali perbuatan yang mereka lakukan.
Aku berusaha berkata lembut agar tidak menyakiti hati kedua anak anakku.
"Farhan, Radit. Kenapa kalian lakukan semua ini? Nenek kan baik, enggak pernah marah sama kalian?"
Bertanya dengan nada lembut adalah sebuah cara untuk membuat anak anakku sedikit sedikit mengatakan kejujuran.
walau awalnya mereka diam,
"Farhan. Radit. Mengerjai orang tua itu tidak baik, dosa."
Kedua anak anakku saling menatap satu sama lain." iya mah."
Mereka kompak, akan tetapi melihat kekesalan Farhan. Membuat ia berani berucap," Farhan sebenarnya melakukan semua itu, karna Farhan kesel sama ibu-ibu tukang gosip, yang selalu menjelekan mamah, seperti mereka itu paling hebat dan sempurna di dunia ini."
Memegang bahu Farhan, aku berusaha menasehati anakku, walau sebenarnya aku juga mempunyai perasaan kesal, sama seperti anak anakku kepada ibu ibu tukang gosip.
"Tapi itu tidak baik Nak. Pamali, kamu enggak boleh balas dendam, dosa, Allah enggak suka orang yang selalu balas dendam." Balasku, berharap Farhan mengerti. Walau sebenarnya aku juga terkadang mempunyai hati ingin membalas perbuatan ibu-ibu itu.
Farhan menganggukan kepala tersenyum dan memeluk tubuhku, " Iya bu."
"Anak pintar."
@@@@@@
Siang hari.
Dimana trik mata hari makin menyilaukan, membuat hawa panas terasa. Di tambah lagi dengan teriakan ibu yang semakin terdengar keras, seakan ibu merasakan rasa kesakitan yang tak tertahan_kan.
Karna penasaran, aku menghampiri wanita tua itu.
Iya tengah terbaring dengan sesekali memegangi pipinya, merasakan setiap sentuhan yang menyakitkan.
"Bu, kenapa?"
Aku berusaha bertanya, dengan pertanyaan yang terbilang konyol.
"Kenapa, kenapa. Enggak lihat nih, wajah cantik ibu bengkak semua."
Ibu bangkit dari baringan tubuhnya, sembari membentakku.
Aku menutup mulut, menahan tawa setiap kali melihat ibu dengan wajah bengkaknya.
"Ya Allah Ana, dosa kamu sampai mentertawakan ibu mertuamu." Gumam hatiku.
"Ya sudah, biar Ana ambilkan air hangat dulu ya, bu." Ucapku sambil berlalu pergi untuk memasak air hangat.
"Cepat Ana, sakit nih." Terdengar teriakan ibu, membuat aku terburu buru.
Setelah selesai, aku langsung menghampiri ibu yang sedang duduk, sesekali terdengar meringis merasakan sakit.
"Sini bu, biar Ana kompres."
"Pelan-pelan ya, sakit."
"Iya bu."
Memeras handuk yang sudah aku celupkan pada air hangat. Membuat ibu terlihat takut.
Perlahan ku kompres bekas gigitan lebah tadi, ibu menjerit-jerit kesakitan.
"Haduhhhh .... Ana."
"Kenapa bu?"
"Sakit. Pelan pelan!"
"Ya maaf, bu."
Padahal aku sudah berusaha pelan pelan mengompres wajah ibu, dan sangat berhati hati. Akan tetapi ibu yang biasanya diam jutek, sekarang terlihat kelemahannya.
Ada rasa ingin tertawa melihat bibir ibu yang bengkak, ada-ada jah Farhan ini. Kenapa dia nakal sekali?Membuat neneknya menjadi seperti ini.
Ada rasa senang tapi juga kasihan.
"Ngapain kamu senyam senyum. Begitu, Ana."
Pekik ibu.
Aku tak menyangka saat aku mengobati wajah ibu. Wanita tua ini meperhatikan wajahku.
"Enggak bu, An."
"Hah. Sudahlah, ibu enggak mau di kompres lagi."
"Tapi, bu."
Ibu sepertinya kesal dengan raut wajahku, karna aku tersenyum kecil. Padahal aku juga tak bisa di pungkiri semuanya, bahwa melihat ibu dengan wajah bengkaknya membuat bibir ini tak tahan ingin tertawa.
Ibu membelakangiku dengan masih meringis kesakitan.
"Bu, Ana beli obat dulu. Biar nyerinya reda."
Ibu tetap saja diam.
"Ya sudah. kalau ibu enggak mau. Ana mau lanjut masak ke dapur."
Saat langkah kaki mulai melangkah ke arah pintu ke luar kamar ibu, wanita tua itu memanggilku.
"Eh, Ana tunggu."
Membalikkan badan, dan bertanya?" Kenapa bu."
"Katakanya kamu mau membelikan obat pereda nyeri buat ibu."
Aku tak menyangka ibu berubah pikiran.
" Ana kira ibu enggak mau."
Ibu mendelik kesal," walau ibu menolak, harusnya kamu ngerti_lah Ana."
"Oh, ya. Bu. Maafin ana."
"Ya sudah, cepat belikan ibu obat! Sekarang kamu sudah punya uang dari Raka."
"Iya bu."
Tanpa harus ibu berkata seperti itu, aku juga sudah mengerti, makanya aku mau membelikan obat untuk ibu. Tapi cara ibuku ketika aku tawarin, seakan membuat aku kesal. Dan terkadang serba salah.
Aku segera pergi ke warung membeli obat pereda nyeri. Saat aku berjalan, terlihat Ibu-ibu yang sering bergosip. Menampakan wajahnya yang sedikit lucu.
Bibir mereka bengkak, seperti ibu mertua, wajah pun. Aku merasa berdosa sekali, karna sudah mentertawakan mereka dalam hati.
Sesaat melihat anak-anakku yang tengah mengejek ibu-ibu yang terkena sengatan lebah.
Mereka berkata." Makanya jangan suka gosip, kenakan azab."
"Tak bisa di biarin anak-anak si Ana ini, nakal kalian."
Ibu-ibu mengambil sampu lidi dan mengejar mereka.
"We ... we enggak kena ...."
Berlarian, membuat Bu Tuti melemparkan sapu lidi itu pada anak anakku.
"Dasar kalian ya, anak anak nakal." Teriak Bu Tuti sesekali memegang bibirnya meringis kesakitan.
Ada rasa tak enak hati, segera aku menghampiri Bu Tuti yang di landa amarah, karna ucapan anak anakku yang keterlaluan. " ibu maaf atas kelancangan Farhan dan Radit.
Wajah Bu Tuti berbalik arah bola matanya memutar, seakan sebal melihat wajahku. Padahal niatku menghampiri wanita tua itu hanya meminta maaf bukan meminta sembako.
Bibirnya yang bengkak, tak sanggup berkata-kata ia hanya menahan sakit.
"Bu Tuti."
Saat aku memanggilnya kembali, Bu Tuti malah membuang muka, kembali ke tempat tongkrongnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 296 Episodes
Comments
Tri Widayanti
Sukurin nyonyor😁
2022-08-05
0