Besok harinya Kak Indah mengajak kami untuk sekedar jalan-jalan, menghilangkan penat.
Kami pergi ke kota, yang jarang kami kunjungi. Bersenang-senang seharian. Melihat kedua anakku Farhan dan Radit bermain dengan gembira, membuat hati ini merasa tenang.
"Ana, mau sampai kapan kamu tinggal di rumah mertuamu?" pertanyaan Kak Indah membuat lamunanku membunyar.
"Entahlah kak!" jawaku, sedikit merasakan rasa gundah di dada.
"Bukanya suami kamu sudah bekerja, ada baiknya kalian ngontrak saja," ucap Kak Indah. Kedua mataku masih menatap Farhan dan Radit berlarian, ke sana ke mari.
Kak Indah memegang bahuku dan berucap kembali," kalau mengontrak kan hidup kamu lebih nyaman, tanpa kamu harus cape ngurus kedua metua kamu."
Apa yang di katakan Kak Indah memang benar, dari jauh hari aku sudah berpikir seperti itu.
"Hey, apa yang sedang kamu pikirkan. Dek?"
Tak terasa bulir bening kini jatuh, membuat aku berusaha mengusap pelan dan tak memperlihatkan pada Kak Indah.
"Sebenarnya aku ingin mengatakan semua itu pada Mas Raka, hanya saja Mas Raka akhir akhir ini selalu sibuk dengan ponselnya," ucapku, melihat ke arah Kak Indah.
Terlihat Kak Indah mengerutkan dahinya, dan berkata," sibuk dengan ponselnya? Apa suami kamu selingkuh."
Deg ...
Mendengar pernyataan semua itu, hatiku kini terasa gelisah.
"Kakak, kalau ngomong jangan ngaco, mana mungkin suamiku selingkuh," gerutuku di depan kak Indah dengan mimik wajah yang terlihat serius.
"Tapi bisa jadi, ekpresi wajahnya kalau sibuk dengan ponselnya gimana? Ketawa sendiri, apa senyum senyum sendiri, kelihatan lebih segar dari sebelumnya?" pertanyaan kak Indah, membuat aku langsung menatap tajam ke arah wajahnya.
"Senyum senyum di depan ponsel? Tidak ada kak, malahan aku sering memergoki suamiku memegang ponselnya dengan wajah sedih dan kesal!" jawabku pada kak Indah.
"Aneh," ucap kak Indah.
Bukan aku saja yang merasa aneh, kak Indah pun merasakan apa yang aku rasakan.
"Terus mertuamu, tahu masalah ini?"
pertanyaan kak Indah semakin merambat, membuat aku merasa keberatan menceritakan kejelekan mertua dan juga suamiku.
"Sebaiknya kita pulang saja!" balasku berusaha menutupi kesedihan yang aku rasakan.
"Ya elah de, kitakan belum selesai bercerita. Kamu malah mau pergi begitu saja," rengek Kak Indah Seakan ingin tahu semua masalahku.
"Maafkan, aku tak biasa menceritakan masalah pribadiku," cetusku Membuat Kak Indah mendelik kesal."
"Hemm, pelit amet, siapa tahu kakak bisa kasih solusi untukmu, Ana," ucap kakaku. Tak semanis madu yang awal awalnya manis saja.
Aku langsung menghentikan kedua anak anakku, agar berhenti bermain dan segera pulang, sedangkan Kak Indah masih memperlihatkan wajah penasarannya.
Maafkan aku Kak Indah, aku terpaksa menutupi ke sedihanku agar kamu tidak terlalu ikut campur. Dan merubah prinsipku.
@@@@@@
Malam kini nampak, membuat aku dan kedua anak anakku terlelap tidur. Sedangkan anak ke tigaku masih menyusu.
Di antara tengah malam yang terasa begitu sunyi. Melihat ponsel kecilku tergeletak tanpa ada satu pesan_pun datang, aku heran dengan suamiku sendiri. Ketika dia bekerja tak ada satu pesan atau niat untuk menelepon istrinya ini.
Padahal aku sering kali mengirim pesan pada Mas Raka, tapi tak pernah ia balas. Apa sebegitu sibuknya suamiku di tempat kerja, hingga ia mengabaikan kewajiban dan juga ke romantisnya kepadaku.
Hingga tak terasa aku yang terus memikirkan Mas Raka membuat aku lupa, Lulu tertidur dalam pangkuan.
Perlahan aku meraih benda kecil yang bisa menghubungi suamiku dari jauh, membuat aku dengan beraninya menelepon Mas Raka tengah malam.
Beberapa kali menelepon lelaki yang menjadi suamiku itu, membuat kedua mataku terasa berat.
Tok .... tok ....
pintu kamar terdengar di ketuk, aku mencoba membuka pintu kamarku dan melihat siapa yang datang.
"Ana?"
"Kak Indah ngapain tengah malam gini!"
"Anak anakmu sudah tidur?"
"Ya mereka sudah terlelap tidur."
"Kakak mau membahas hal penting padamu. Sebaiknya kita mengobrol di ruang tamu."
"Oh, ya sudah kak."
perlahan kututup pintu kamar agar tidak membangunkan ketiga anak-anakku yang sedang tertidur lelap.
Aku mengikuti langkah kaki kak Indah yang semakin melangkah cepat menuju ruang tamu. Entah masalah apa yang akan diceritakan kak Indah kepada diriku.
kami duduk berdua saling bertatap muka, terlihat wajah serius kak Indah menatap ke arahku.
saat itulah kak Indah memulai percakapan,
"Ana, karena kamu sudah berumah tangga, Kakak akan memberikan sesuatu kepadamu!"
"Sesuatu apa!?" aku bertanya kepada kak Indah, masih tak mengerti dengan apa yang ia katakan.
kak Indah menunjukkan sebuah map berwarna biru, berhadapanku. membuat aku masih bingung.
"Ana, coba kamu baca isi dalam map ini?"
Aku mulai meraih map yang disadarkan kakakku, perlahan membuka map berwarna biru itu. di mana map itu tertuliskan sebuah wasiat dari almarhum ibu, untuk diriku. Tertuliskan untuk Ana yang sudah menikah dan memiliki seorang anak.
"Coba kamu baca, Ana."
kak Indah menyuruhku untuk membaca map biru itu hingga tuntas, membuat aku langsung menuruti apa yang dikatakan kak Indah.
dari map yang aku baca, ada Nominal uang yang begitu sangat besar. membuat kedua mataku membulat melihat nominal uang dalam map yang diberikan keindahan kepada diriku.
"Ini uang untuk Ana kak?"
aku bertanya dengan hati tak yakin kepada kakakku sendiri, dari mana Ibu mempunyai uang nominal yang sangat besar yang akan diwariskan kepadaku.
tangan ini bergetar, membuat kak Indah perlahan memegang kedua tanganku berusaha menyenangkan rasa tak percaya pada hati dan juga pikiranku saat ini.
" Ini amanat ibu untuk kamu Ana, Tolong kamu perbaiki uang yang diberikan Ibu itu dengan sebaik-baiknya."
Aku memegang erat map berwarna biru itu, Seraya berkata dalam hati. Terima kasih bu.
@@@@@@
sehari tinggal di rumah kak Indah, membuat hati dan pikiranku sedikit rileks. kini aku mulai menaiki mobil angkot bersama anak-anak.
Sesampainya di desa mertuaku.
Aku melihat ibu-ibu, masih dengan tongkrongan yang sama. Tengah mengobrol dan bergosip di teras depan rumah Sumyati.
Akan tetapi mereka malah berjalan, ke arah rumah ibu. Membuat aku sedikit melambatkan langkah kaki, walau terkadang Farhan bertanya.
"Mah, jalannya kok lambat?"
"Ibu hanya ingin berjalan santai, saja!"
Mungkin suatu jawaban yang tak masuk akal dariku pada Farhan yang terus bertanya.
Baru saja beberapa menit sampai di depan rumah mertua. Ternyata ibu-ibu berjalan dan sedang berkumpul dengan mertuaku di rumah.
"Ah, pasti mereka mengobrol dan bercerita tentang kejelekan lagi. Memang ibu-ibu ini tak ada bosannya," gerutu hatiku.
Mencoba mengabaikan obrolan mereka.
Akan tetapi. Aku melihat Farhan anakku sedang menatap ke arah pepohonan, entah apa yang akan Farhan lakukan. Mungkin dia ingin makan buah, tapi di atas ada sarang lebah. Entah sejak kapan sarang lebah itu sudah ada di atas pohon dekat ibu-ibu.
Aku mengabaikan anakku mungkin dia sedang main-main.
Baru saja tubuh ini merebah ke kasur.
Suara jeritan ibu-ibu mengema di telinga.
Ah ... Sakit ...,
Kenapa dengan mereka?
Aku segera berlari ke luar, melihat arah suara itu tapi anakku Radit menarik lenganku dan menutup semua pintu rumah.
Ada apa dengan ibu-ibu di luar sana?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 296 Episodes
Comments
kerjaan si farhan itu buat ngerjain ibu2 yg mulutnya celamitan
2022-10-02
0
Tri Widayanti
Semoga yang disengat ibu² yg lagi bergosip🤣
2022-08-05
0
Riyani
rasain kena azab
2022-07-13
0