Dibalik Diamnya Mertuaku
#Obrolan_Mertuaku_Dengan_Tetangga.
Saat aku tengah mencuci semua baju, dari baju suami dan kedua mertua. Rasanya lelah sekali karna baju kotor yang amat banyak dan menumpuk.
Apalagi bapak mertua yang bekerja sebagai petani dan peternak domba, pasti kebanyangkan baju penuh lumpur.
Penat, dan lelah rasanya seharian mengurus rumah, andai saja aku diizini kerja sama Mas Raka, mungkin aku tidak akan seperti babu di rumah ini.
Beginilah nasib, seatap dengan mertua.
Jam sudah menujukan pukul 07:00 pagi selesai juga aku mencuci baju, dengan sekuat tenaga kudorong ember yang berisi baju yang baru saja aku cuci. Tak lupa menjemur semua baju sendirian.
Setelah selesai mencuci dan menjemur baju,
Saatnya mencuci piring yang menumpuk di kamar mandi.
Sebenarnya aku lelah jika piring kotor harus di tumpuk di kamar mandi, tapi mertuaku selalu menumpukkannya di sana.
Entah kenapa, membuat pekerjaan semakin banyak, karna setelah mencuci piring kotor, aku harus menyikat kamar mandi. Karna bekas cuci piring pastinya kotor.
Karna tinggal di desa, membuat aku berpikir untuk mencuci piring kotor di belakang rumah, agar kamar mandi selalu terlihat bersih.
Membuat selang pancuran agar mempermudahkan semua pekerjaan dapur. Terutama mencuci piring.
Akan tetapi semua yang aku lakukan sia sia.
Mertua malah mendiamkanku selama 1 minggu, membuat aku tentulah tak enak hati.
Saat langkah kaki ini melangkah ke dapur.
Bark ... Bring ... Brugggg.
Serasa suara gelas dan piring yang beradu macam perang, aku segera berlari tergesa-gesa. Mendengar suara di kamar mandi. Ada apa sebenarnya?
Setelah kutengok, ternyata ibu mertua sedang mencuci semua piring kotor, tapi cara mencucinya seperti orang yang lagi berperang, berisik dan sesekali wajan yang sudah hitam di pukul-pukul, entah kenapa dengan ibu mertua?
Apa dia kesal padaku?
Segera kuhampiri dan membantu ibu, terlihat raut wajahnya yang seakan tidak senang akan kedatanganku yang tiba tiba.
"Sini bu, biar Ana yang cuci, ibu istirahat ajah," ucapku sembari mengambil sabun cuci yang tergeletak. Tak jauh dari hadapanya.
Ibu langsung mencuci tangan, melemparkan pengosok piring kotor, pergi tanpa berkata-kata. Memang ibu jarang sekali mengobrol denganku, adapun paling dia minta tolong.
Dengan rasa lelah yang tak tertahankan, aku langsung melanjutkan cuci piring bekas mertua.
Menarik nafas, ada rasa sesak di sini. Melihat raut wajah ibu yang tak biasanya.
Apa memang seperti ini, ketika mempunyai ibu kedu yang kurang suka dengan kehadiran kita?
Tak terasa bulir bening yang aku tahan, akhirnya keluar juga, tak terbendung lagi. Membuat tangan penuh busa sabun aku usap pada air yang basah mengenai pipi.
Setelah selesai, aku segera menyalahkan kompor dan berlanjut memasak.
Memasak sayur kangkung yang di petik suamiku tadi pagi. Tak lupa menghangatkan nasi yang masih tersisa banyak bekas kemarin.
Rasa lelah akibat rutinitas yang tiada henti, membuat perut ini terasa keroncongan, akan tetapi sebagai seorang istri aku harus bisa menahan setelah pekerjaan selesai.
Akhirnya selesai juga memasak, jam sudah menunjukan pukul 09:00 pagi, waktunya menyuruh anak-anak makan. Biasanya masakanku selalu beres jam 8 pagi, karna pekerjaan yang menumpuk membuat aku masak sedikit terlambat.
Anak anakku ternyata tengah bermain di halaman rumah, membuat aku langsung memanggil mereka untuk segera makan.
"Nak, ayo makan?"
Mereka begitu senang, berlarian saat aku menyuruh mereka untuk segera makan.
Semua sudah berkumpul.
Saat itu aku tidak melihat ibu ada dimana? yang terlihat hanyalah aku bapa dan Mas Raka, Anak-anak.
"Ibu kemana, pak?" tanyaku pada bapak mertua yang begitu lahap menyantap makanan di meja.
"Ga tau Neng, gak liat!" jawab bapak terlihat tak peduli dengan ibu.
Rasanya gak enak kalau aku langsung makan tanpa ibu. Setelah memberikan nasi pada piring Mas Raka, pada saat itulah aku berdiri dan pergi dari meja makan.
"Mau ke mana, mah?" tanya Mas Raka kepadaku.
"Nyari ibu!" jawabku sambil berjalan.
"Makan dulu, selagi masih hangat, kamu dari tadi sibuk ngurusin rumah, belum makan," ucap Mas Raka perhatian padaku.
"Enggak Mas, aku mau cari ibu dulu. Enggak enak kalau aku makan, sedangkan ibu belum makan," balasku.
Aku langsung berjalan, setelah membalas ucapan Mas Raka.
segera ku telusuri rumah demi rumah di pedesaan yang terbilang cuacanya sangatlah sejuk.
Melihat masih banyak pepohonan tanpa polusi sedikit pun, di pertengahan jalan, saat kudapati ternyata ibu lagi berkumpul dengan teman-temannya, para tetangga, entah apa yang mereka obrolkan.
Rasa penasaran semakin terasa pada hati dan benakku. Membuat aku memberanikan diri menguping pada balik rumah yang tak jauh di mana mertuaku berkumpul dengan teman gosipnya.
Mertuaku yang duduk kini menerima sebuah nasi dari tetangganya, dengan tersenyum senang wanita tua itu menerima dan langsung memakannya begitu lahap.
Deg ...
Ada rasa sakit di lubuk hati, kucoba meredamkan dengan tetap berpikiri positip. Walau sebenarnya
Batin ini bertanya-tanya apa ibu marah? karna aku belum membuatkan sarapan. Telat bagun pagi?
Memang biasanya jam 8 pagi sarapan sudah di atas meja kayu tempat makan kami sekeluarga. Karna malam bergadang, menimang si bungsu, membuat aku jadi bangun kesiangan.
Aku benar benar merasa tak enak hati dengan ibu?Baru kaki melangkah, untuk meminta maaf, aku dikejutkan dengan kata-kata ibu kepada tetanganya.
sesak bercampur kesal saling beradu pada hati ini.
Membuat Air mata jatuh tak terbendung lagi, aku segera pergi dari sana, dengan menghapus bulir-bulir air mataku.
Kenapa aku menjadi lemah, harusnya aku mendengarkan dulu obrolan mertuaku dengan tetangganya. Saat itu aku muncul di depan mereka, agar mereka malu sudah membicarakanku di belakang.
Rasanya sesak ... Badan ini tak berdaya, perut belum terisi dari tadi pagi. Membuat aku tak nafsu untuk makan.
Tapi untuk berlari aku begitu cepat, tanpa kusadari.
Setelah sampai di rumah.
"Kamu kenapa? Mah, ko nangis gitu." Mas Raka menarik lengan tanggaku, dan memeluk erat. Seakan dia tau apa yang tengah di rasakan hati ini.
Tanganku melingkar pada pinggang Mas Raka, seakan tak mau jauh dari pelukanya.
Rasa sesak sedikit, demi sedikit hilang.
"Aku dengar ibu ngomongi nama aku, Mas," ucapku tak kuasa melihat raut wajah Mas Raka, menunduk pandangan inilah caraku agar Mas Raka tidak melihat air mataku jatuh.
"Emang ibu ngomongin apa?" pertanyaan Mas Raka membuat telingaku berdengung kencang.
"Entahlah? Tapi aku dengar ibu sebut namaku."
Sekilas kulirik Mas Raka menepuk jidatnya.
"Jadi belum tau apa yang ibu obrolin di depan tetangga."
Aku menggelengkan kepala.
Pintu terbuka, menandakan ibu sudah pulang.
Mertuaku sekilas melirik ke arah wajahku, dan membulatkan matanya ke arah Mas Raka.
Seperti memberi kode, entah kode apa.
"Mas nyamperin ibu dulu, ya."
Aku hanya menganguk pasrah entah apa yang di bicarakan mereka.
seketika semua menjadi tak karuan, aku selalu memikirkan. Apa yang mereka bicarakan tanpa aku ketahui.
**********
Akhirnya Mas Raka ke luar dari kamar, entah apa yang mereka obrolkan.
Karna melihat raut wajah Mas Raka yang seakan gelisah.
Aku menghelap nafas panjang menelan semua yang tak pernah aku dengar.
Namun, sangat terasa di hati, sakit ...
"Apa kata ibu?" tanyaku ketika Mas Raka mengelap keringatnya yang bercucuran.
"Oh gak ko, kamu istirahat saja ya. Mah. Papah mau ke luar, nyari kerjaan dulu."
Aku mencium punggung tanganya dan tak lupa mendoakan kepergian suamiku untuk bekerja, mudah-mudahan ia dapat kerjaan.
Jadi gak nganggur lagi. Biar aku cepat pergi dari rumah ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 296 Episodes
Comments
👋👋 kak Fitri..setelah sekian lama tersimpan di ❤.akhirya tiba giliran kebaca juga...
baru baca awalnya kyaknya alurnya menarik.semoga bab2 selanjutnya semakin menarik.
2022-10-02
0
ani sumarni
sy mampir thor
2022-07-28
0
Bidadarinya Sajum Esbelfik
dr fb.. pnasaran 😁
2022-07-24
0